2023, Penduduk Bekasi Diprediski Capai 3,7 Juta Jiwa

Minggu, 29 September 2019 - 20:57 WIB
2023, Penduduk Bekasi...
2023, Penduduk Bekasi Diprediski Capai 3,7 Juta Jiwa
A A A
BEKASI - Pembangunan infrastruktur masif di Bekasi belakangan terakhir memicu laju pertumbuhan penduduk yang besar. Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi memprediksi pertumbuhan penduduk mencapai 3,7 juta jiwa pada tahun 2023 mendatang. Saat ini, jumlah penduduk Kota Bekasi tercatat sebanyak 2,8 juta.

Kepala Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, Junaedi mengatakan, perkembangan dan perubahan tata ruang di Kota Bekasi diduga memengaruhi terjadinya peningkatan jumlah penduduk.

"Kami prediksi empat tahun ke depan, jumlah penduduk Kota Bekasi bisa mencapai 3,7 juta jiwa," katanya di Bekasi, Minggu (29/9/2019).

Menurut dia, perkembangan dan perubahan tata ruang karena proyek strategis nasional membuat pertumbuhan penduduk di Kota Bekasi meningkat.

"Jadi peningkatan penduduk Kota Bekasi ini didominasi oleh arus urbanisasi karena perkembangan proyek strategis nasional, itulah yang menjadi lonjakan penduduk," katanya.

Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) saat ini jumlah penduduk Kota Bekasi sudah mencapai 2,8 juta jiwa. Sedangkan, luas total wilayah yang ada hanya mencapai 210 kilometer persegi. Artinya, tiap kilometer dihuni sekitar 16.500 penduduk. Hasilnya, Bekasi sangat sempit dengan pertumbuhan yang cepat.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menjelaskan, faktor bertambahnya jumlah penduduk didominasi oleh arus urbanisasi sedangkan angka kelahiran hanya berkisar 2 persen. Berdekatan dengan Ibu Kota Jakarta membuat Kota Bekasi menjadi tujuan warga untuk tinggal warga urban saat ini.

Selain itu, kata dia, Kota Bekasi menjadi salah satu wilayah yang besar dengan percepatan ekonomi, pembangunan maupun jumlah penduduknya yang terus meningkat. Atas kondisi ini tentu menuntut pemerintah agar mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk kehidupan masyarakat yang layak.

Rahmat menambahkan, Pemkot Bekasi akan terus melakukan penataan permukiman, utilitas serta pembangunan akses jalan supaya penyebaran penduduk merata harus bersamaan.

"Secara wilayah dengan jumlah penduduk sudah padat dan sempit. Maka bagaimana caranya dengan wilayah yang ada kita tata dengan baik," katanya.

Secara adminsitratif Kota Bekasi dibagi menjadi 12 kecamatan antara lain Medansatria, Bekasi Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Rawalumbu, Pondokgede, Jatiasih, Pondokmelati, Mustikajaya, Bantargebang, dan Jatisampurna. Dari 12 kecamatan, terbagi menjadi 56 kelurahan.

Kecamatan Mustikajaya mempunyai wilayah terluas yaitu 24,7 kilometer persegi (km2). Sedangkan, Bekasi Timur merupakan wilayah terkecil yaitu 13,5 km2. Jumlah penduduk yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Kota Bekasi saat ini mencapai 2,7 juta jiwa dengan luas wilayah 210,49 km2.

Jadi, Kota Bekasi hanya terpaut sedikit dengan Kota Surabaya dengan penduduk mencapai 2,8 juta jiwa, tetapi luas wilayahnya mencapai 350,54 km2. Lain halnya dengan Kabupaten Bekasi, jumlah penduduk mencapai 3,6 juta jiwa dengan luas wilayah mencapai 1.484,37 km2. Dengan jumlah penduduk lumayan terbanyak di Jawa Barat

Pengamat Tata Kota, Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan idealnya tata ruang wilayah Bekasi mempertimbangkan berbagai aspek, di antaranya struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang berkaitan dengan pusat-pusat kegiatan dan pola ruang berkaitan dengan jaringan pelayanan.

Misalnya, penyediaan jalan, jaringan air, jaringan listrik, pengelolaan sampah serta sanitasi. "Sebuah kota harus ditetapkan, pusat kegiatan utama di mana. Seperti Kota Bekasi, pusat kegiatan pusat utama ada di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan. Pusat kegiatan utama ini tumbuh berkembang jika didukung jaringan pelayanan," katanya.

Menurut dia, Bekasi saat ini sudah tumbuh menjelma menjadi kota metropolitan. Yayat mencontohkan di wilayah Tambun Kabupaten Bekasi disana kegiatan utama tidak berkembang, karena tidak didukung penyediaan jaringan seperti infrastruktur jalan, transportasi, pengelolaan sampah dan sebagainya.

"Kota bisa berkembang ketika pusat kegiatannya didukung jaringan pelayanannya. Bekasi itu merupakan kota metropolitan setengah hati," jelasnya.

Dia membandingkan dengan Jakarta yang disebut sebagai kota metropolitan mandiri dengan mengelola pembiayaan pembangunan dalam skala metropolitan.

"Kota Bekasi merupakan kota metropolitan tapi dalam konteks pembiayaan pembangunan, kota ini belum mampu membiaya pembangunan skala metropolitan karena ada keterbatasan. Kota Bekasi merupakan daerah otonom di bawah Provinsi Jawa Barat. Banyak kewenangan-kewenangan Kota Bekasi yang diambil alih oleh provinsi," tuturnya.

Yayat menyontohkan, Kota Bekasi memiliki sumber pendapatan yang besar dari pajak kendaraan bermotor dan banyak menyumbang ke Provinsi Jawa Barat. Namun, sumbangan dari Jawa Barat kepada Bekasi dinilai tidak besar. Akibatnya Bekasi kesulitan membangun jaringan jalan, flyover belum ada, infrastruktur jalan tidak bertambah.

Hal itu terjadi lantaran anggarannya terbatas. Apalagi, untuk menambah jaringan perpipaan air minum, persampahan, pelayanan kesehatan. Keterbatasan kemampuan anggaran daerah membuat pembangunan satu wilayah tidak maksimal. Berbeda dengan DKI Jakarta yang memiliki kemampuan anggaran lebih besar.

"Bekasi hanya sekitar Rp 6,6 triliun per tahun, penduduknya 2,7 juta jiwa lebih. Cukupkah keuangan daerah itu? Hanya digunakan untuk pembangunan rutin, anggaran sudah habis. Apalagi, sekarang masih defisit keuangan di Kota Bekasi. Jadi, kota akan dikembangkan pola dan struktur ruangnya, harus didukung dengan pembiayaan," imbuhnya.

Yayat menjelaskan, ketersedian lahan di Kota Bekasi saat ini sangat terbatas tetapi jumlah penduduknya sangat padat sehingga diperlukan upaya pembangunan rumah vertikal atau rumah susun di jalur light rail transit (LRT), double-double track (DDT), dengan harga rumah yang terjangkau.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0936 seconds (0.1#10.140)