PT Sentul City: Swakelola Tidak Mewakili Aspirasi Warga
A
A
A
BOGOR - PT Sentul City Tbk (SC) menyesalkan pernyataan Komite Warga Sentul City (KWSC) yang tidak mencerminkan sikap respek terhadap Bupati Bogor Ade Yasin sebagai kepala daerah, dan juga tidak menghiraukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sejak awal KWSC selalu mengklaim mewakili aspirasi dari seluruh warga di Sentul City, padahal pada kenyataannya tidak sama sekali. Cobalah dicek di lapangan berapa suara warga yang mendukung KWSC dan berapa yang ingin tetap aman nyaman damai di bawah township management,” kata Head Of Corporate Communication PT SC, Alfian Mujani, dalam keterangan persnya, Jumat (13/9/2019).
Alfian menerangkan, fakta yang sebenarnya adalah pencabutan spanduk yang dipasang oleh SKPD terkait pada tanggal 5 September 2019 terjadi karena adanya aduan dari bagian warga RW 08 kepada Bupati Bogor. Warga mengadu ke Bupati Bogor karena beredarnya WA dari pengurus RW 08 terkait spanduk tersebut.
Isi dari WA pada intinya menyatakan bahwa dengan telah dipasangnya spanduk tersebut maka pengelolaan PSU sekaligus keamanan (sekuriti), kebersihan (pengangkutan sampah) dan ketertiban telah beralih dari PT Sukaputra Grahacemerlang (SGC) sebagai pihak pengelola di kawasan permukiman perkotaan Sentul City kepada RW 08 yang beraspirasi melakukan swakelola.
Alfian menceritakan, pada malam hari ditanggal yang sama, PJU di kluster Bukit Golf Hijau (wilayah bagian RW 08) padam sehingga keesokan harinya, 6 September 2019, bagian warga RW 08 tersebut mendatangi kantor SGC untuk meminta penjelasan atas maksud dari pemasangan spanduk oleh SKPD dan peristiwa padamnya PJU di kluster BGH.
Alfian memaparkan, pengelolaan PJU yang baik tergantung dari lancar atau tidaknya pembayaran Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL) dari setiap warga di Sentul City kepada SGC, yang telah mengikatkan diri dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli berkonsep township management.
Hal ini berarti pengelolaan PSU sebagaimana diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang (UU) Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta pengelolaan kebersihan (termasuk pengangkutan sampah yang menjadi bagian dari pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2/2014 tentang Pengelolaan Sampah, maka keamanan, ketertiban, kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 130 undang-undang yang sama, dilaksanakan oleh pihak pengelola kawasan permukiman perkotaan.
“Ini juga harus saya terangkan, warga RW 08 yang mendatangi kantor SGC adalah warga yang taat membayar BPPL kepada SGC dan berkomitmen pada kewajibannya sesuai PPJB berkonsep township management, sehingga menolak aspirasi swakelola dari pengurus RW 08 yang diketahui merupakan anggota KWSC,” tegasnya.
Alfian melanjutkan, sebagian warga dari Sentul City ini adalah warga yang pada awalnya berdiam diri (silent mayoritas). Namun pada akhirnya bereaksi atas permasalahan yang terjadi antara KWSC dengan SGC dan SC sebagai pengembang. Puncaknya, mereka meminta SC menjembatani pertemuan dengan bupati atas tindakan-tindakan KWSC selama ini.
“Silent mayoritas ini, memohon kepada ibu Bupati agar mencabut spanduk yang dipasang oleh SKPD karena telah dipergunakan untuk kepentingan aspirasi pengurus RW 08 atas swakelola yang tidak mewakilinya,” ujarnya.
Menurut Alfian, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan jo Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9/2011 tentang Lembaga Kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan, disebutkan bahwa RT/RW bukan merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah sehingga tidak bertanggung jawab langsung kepada Bupati sebagai kepala pemerintahan tertinggi di kabupaten.
RT/RW merupakan mitra kerja Kepala Desa dan bertanggung jawab terhadapnya. Mengenai Pengelolaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas di kawasan permukiman Perkotaan diatur dalam ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah Jo Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 7/2012.
“Dalam hal pemerintah daerah melakukan kerja sama pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas dengan pengembang, badan usaha swasta dan masyarakat, pemeliharaan fisik dan pendanaan prasarana, sarana dan utilitas menjadi tanggung jawab pengelola. Ini jelas ada aturannya di Permendagri dan Perda Kabupaten Bogor,” terangnya.
Untuk itu, kata Alfian, PT SC mengimbau agar KWSC segera menyadari bahwa tindakan-tindakannya selama ini tidak saja mengganggu hak atas ketenangan dan kenyamanan warga lainnya di kawasan perkotaan Sentul City tapi juga tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sejak awal KWSC selalu mengklaim mewakili aspirasi dari seluruh warga di Sentul City, padahal pada kenyataannya tidak sama sekali. Cobalah dicek di lapangan berapa suara warga yang mendukung KWSC dan berapa yang ingin tetap aman nyaman damai di bawah township management,” kata Head Of Corporate Communication PT SC, Alfian Mujani, dalam keterangan persnya, Jumat (13/9/2019).
Alfian menerangkan, fakta yang sebenarnya adalah pencabutan spanduk yang dipasang oleh SKPD terkait pada tanggal 5 September 2019 terjadi karena adanya aduan dari bagian warga RW 08 kepada Bupati Bogor. Warga mengadu ke Bupati Bogor karena beredarnya WA dari pengurus RW 08 terkait spanduk tersebut.
Isi dari WA pada intinya menyatakan bahwa dengan telah dipasangnya spanduk tersebut maka pengelolaan PSU sekaligus keamanan (sekuriti), kebersihan (pengangkutan sampah) dan ketertiban telah beralih dari PT Sukaputra Grahacemerlang (SGC) sebagai pihak pengelola di kawasan permukiman perkotaan Sentul City kepada RW 08 yang beraspirasi melakukan swakelola.
Alfian menceritakan, pada malam hari ditanggal yang sama, PJU di kluster Bukit Golf Hijau (wilayah bagian RW 08) padam sehingga keesokan harinya, 6 September 2019, bagian warga RW 08 tersebut mendatangi kantor SGC untuk meminta penjelasan atas maksud dari pemasangan spanduk oleh SKPD dan peristiwa padamnya PJU di kluster BGH.
Alfian memaparkan, pengelolaan PJU yang baik tergantung dari lancar atau tidaknya pembayaran Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL) dari setiap warga di Sentul City kepada SGC, yang telah mengikatkan diri dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli berkonsep township management.
Hal ini berarti pengelolaan PSU sebagaimana diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang (UU) Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta pengelolaan kebersihan (termasuk pengangkutan sampah yang menjadi bagian dari pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2/2014 tentang Pengelolaan Sampah, maka keamanan, ketertiban, kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 130 undang-undang yang sama, dilaksanakan oleh pihak pengelola kawasan permukiman perkotaan.
“Ini juga harus saya terangkan, warga RW 08 yang mendatangi kantor SGC adalah warga yang taat membayar BPPL kepada SGC dan berkomitmen pada kewajibannya sesuai PPJB berkonsep township management, sehingga menolak aspirasi swakelola dari pengurus RW 08 yang diketahui merupakan anggota KWSC,” tegasnya.
Alfian melanjutkan, sebagian warga dari Sentul City ini adalah warga yang pada awalnya berdiam diri (silent mayoritas). Namun pada akhirnya bereaksi atas permasalahan yang terjadi antara KWSC dengan SGC dan SC sebagai pengembang. Puncaknya, mereka meminta SC menjembatani pertemuan dengan bupati atas tindakan-tindakan KWSC selama ini.
“Silent mayoritas ini, memohon kepada ibu Bupati agar mencabut spanduk yang dipasang oleh SKPD karena telah dipergunakan untuk kepentingan aspirasi pengurus RW 08 atas swakelola yang tidak mewakilinya,” ujarnya.
Menurut Alfian, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan jo Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9/2011 tentang Lembaga Kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan, disebutkan bahwa RT/RW bukan merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah sehingga tidak bertanggung jawab langsung kepada Bupati sebagai kepala pemerintahan tertinggi di kabupaten.
RT/RW merupakan mitra kerja Kepala Desa dan bertanggung jawab terhadapnya. Mengenai Pengelolaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas di kawasan permukiman Perkotaan diatur dalam ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah Jo Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 7/2012.
“Dalam hal pemerintah daerah melakukan kerja sama pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas dengan pengembang, badan usaha swasta dan masyarakat, pemeliharaan fisik dan pendanaan prasarana, sarana dan utilitas menjadi tanggung jawab pengelola. Ini jelas ada aturannya di Permendagri dan Perda Kabupaten Bogor,” terangnya.
Untuk itu, kata Alfian, PT SC mengimbau agar KWSC segera menyadari bahwa tindakan-tindakannya selama ini tidak saja mengganggu hak atas ketenangan dan kenyamanan warga lainnya di kawasan perkotaan Sentul City tapi juga tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(thm)