Wacana Pemekaran Bodebek Meluas
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemekaran wilayah penyangga Jakarta, yakni Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) terus bergulir.
Setelah muncul ide pembentukan Provinsi Bogor Raya yang direspons keinginan Kota Bekasi bergabung ke DKI Jakarta, tak lama kemudian mengemuka ide Provinsi Pakuan Bhagasasi. Namun, wacana pembentukan provinsi baru tersebut sebaiknya dipikirkan matang.
Perlu kajian lebih dalam apakah pemekaran yang dimaksud benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat atau hanya kepentingan segelintir elite politik. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah pemekaran sejatinya bertujuan untuk mengoptimalkan layanan publik, bukan untuk ambisi mendapat kucuran anggaran dari pusat.
“Pemekaran Provinsi Bogor Raya ini harus dipertanyakan apakah sudah menjadi ke butuhan masyarakat atau tidak. Jangan-jangan ini hanya kebutuhan elite. Misalkan begini, saya ingin jadi gubernur atau bupati/wali kota, maka daerah ini harus dimekarkan, tapi ketika diminta survei ke masyarakat tidak ada satu pun masyarakat yang membutuhkan, kan repot,” kata pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Juanda (Unida) Bogor Yusfitriadi kemarin.
Dia menambahkan, terkait layak atau tidak suatu daerah untuk dimekarkan menjadi provinsi atau kabupaten/kota, hal itu sudah diatur dalam undang-undang. Misalnya, terkait persoalan substantif dan persyaratan administratifnya.
“Kira-kira ini (provinsi baru) APBD-nya menunjang atau tidak, jangan sampai kemudian dimekarkan, hanya karena motif syahwat politik, pemekaran yang harus menyelesaikan permasalahan kesejahteraan masyarakat malah tidak mampu. Kalau seperti itu, sama juga bohong,” ucapnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung sependapat bahwa yang harus diutamakan adalah kepentingan masyarakat. Dia mencontohkan di bidang transportasi perlu koneksi angkutan umum dari Depok dan Bogor untuk menuju Jakarta sebagai tempat mencari nafkah.
“Ingat, ada ratusan ribu jiwa yang berjuang menjadi komuter. Artinya, ini lebih baik diutamakan. Interkoneksi ini harus dikelola agar warga bisa menikmati. Warga merasa pemerintah hadir. Ketika interkoneksi dibangun, maka warga merasa di hargai kepentingan oleh pemda. Itu idealnya,” paparnya.
Dalam sepekan terakhir wacana pemekaran muncul dari sejumlah kepala daerah di Bogor, Jawa Barat, yang menginginkan ada Provinsi Bogor Raya. Adalah Wali Kota Bogor Bima Arya yang mengemukakan wacana akan menggabungkan beberapa daerah men jadi Provinsi Bogor Raya.
Pemekaran provinsi ini akan meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Merespons wacana tersebut, Pemkot Bekasi terang-terangan tidak ingin bergabung ke provinsi baru.
Dengan alasan sejarah dan kesamaan budaya, Bekasi justru lebih condong bergabung ke Provinsi DKI Jakarta. Kota Bekasi bahkan punya alternatif lain jika DKI Jakarta menolak keinginan menjadi bagian dari wilayah Ibu Kota. Melalui wali kotanya, Rahmat Effendi, disebutkan bahwa Bekasi mengusulkan pembentukan provinsi baru yang di namakan Pakuan Bhagasasi.
Beberapa daerah yang akan di masukkan adalah Kota Bekasi, Kota Depok, Karawang dan Bogor. Ide pembentukan provinsi baru di Jawa Barat khususnya Bogor Raya bukan kali ini saja dimunculkan. Pada 2012 ide ini sempat dikemukakan oleh Bupati Bogor saat itu yakni Rahmat Yasin.
Di daerah lain yakni Cirebon, wacana provinsi baru juga sempat muncul, namun hingga saat ini tidak ada perkembangan berarti. Di luar wacana pembentukan provinsi baru, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi meyakini bahwa sebagian besar warganya akan lebih setuju apabila Kota Bekasi bergabung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Pasalnya, karakteristik Kota Bekasi dengan DKI Jakarta sama dan tidak jauh berbeda. Apalagi, hampir 70% warga Bekasi bekerja di DKI Jakarta. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memastikan warga Bekasi dipastikan memilih bergabung dengan DKI Jakarta.
Dia juga menegaskan, Kota Bekasi tidak setuju bila daerah itu masuk dalam Provinsi Bogor Raya karena sejarah dan kultur Bekasi lebih dekat de ngan Jakarta. “Kalau jajak pendapat, pasti 60%, 70%, 80% lah karena DKI kan punya support yang luar biasa,” kata Rahmat Effendi di Bekasi, Senin (19/8).
Pria yang akrab disapa Pepen ini juga menampik tu dingan yang mengatakan bahwa wacana gabung ke Jakarta didorong oleh keinginan Pemerintah Kota Bekasi “menikmati” kucuran dana DKI. Menurutnya, wacana tersebut semata-mata demi percepatan pembangunan di wilayah mitra DKI Jakarta.
Sebelumnya Pemkot Bekasi mendapatkan tawaran untuk menjadi bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tawaran itu datang saat Kota Bekasi di minta tanggapannya terkait wacana pemekaran Pemprov Jawa Barat menjadi Pemprov Bogor Raya yang disampaikan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Bupati Bogor Ade Yasin beberapa waktu lalu.
Wacana pembentukan provinsi baru penyangga Ibu Kota juga ditanggapi oleh Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad. Menurutnya, secara pribadi dia lebih setuju berga bung dengan DKI Jakarta jika wacana pemekaran Provinsi Bogor Raya tereal isasi karena banyak warga Depok yang be kerja di Jakarta.
“Diperkirakan, separuh warga Depok adalah masyarakat komuter. Mereka rata-rata menggunakan jasa kereta api. Sekitar 65% warga Depok itu komuter. 90%-nya ke Jakarta, selebihnya ke Bogor dan Bekasi,” kata Idris kemarin. Dia menambahkan, jika dilihat dari sisi kebutuhan, Depok memang tidak terpisahkan dengan DKI Jakarta.
Depok adalah wilayah penyangga atau kota perbatasan Ibu Kota sehingga dibutuhkan koor dinasi langsung. Menurutnya, ada empat kebutuhan paling terkait dengan Jakarta men cakup sanitasi, air bersih, udara, dan sampah.
“Ini memang jelas, makanya kita siasati wilayah otonomi ini yang satu masuk ke Banten (Tangerang), satu masuk ke Jabar (Bekasi dan Depok) berbatasan langsung dengan Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan disiasati dengan mem bentuk Badan Koordinasi Pemerintah (BKSP) Jabodetabek,” paparnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan sejauh ini DKI masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait wacana pembentukan provinsi baru tersebut. “Begini, kita adalah sebuah negara kesatuan, pembagian wilayah adalah wewenang pemerintah pusat.
Jadi secara prinsip Pemprov DKI harus menaati keputusan pemerintah pusat. Aspirasi itu kita menghargai, kita menghormati, dan biar berproses di pemerintah pusat karena prosesnya bukan antarwilayah,” ucap Anies di DPRD DKI, Senin (19/8).
Dibagian lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan, wacana pemekaran Provinsi Bogor Raya dari Provinsi Jabar tidak relevan. Hal yang sama berlaku juga dengan wacana penggabungan Kota Bekasi dengan Provinsi DKI Jakarta.
Emil—sapaan akrab Ridwan Kamil—menjelaskan bahwa wacana pemekaran wilayah sejatinya bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja pelayanan publik. Karena itu, pemekaran wilayah akan relevan jika dilakukan di tingkat kabupaten/kota, bukan provinsi dengan pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
“Ada obrolan pemaparan kembali Bogor Raya. Ini kurang relevan (untuk jadi provinsi), yang relevan itu pemekaran kabupaten/kota karena isu pemekaran itu ada pada pelayanan publik yang terlalu jauh, yang terlalu repot,” tutur Emil. (Abdullah M Surjaya/ Komarudin Bagja Arjawinangun/Haryudi/ R Ratna Purnama/ Agung Bakti Sarasa)
Setelah muncul ide pembentukan Provinsi Bogor Raya yang direspons keinginan Kota Bekasi bergabung ke DKI Jakarta, tak lama kemudian mengemuka ide Provinsi Pakuan Bhagasasi. Namun, wacana pembentukan provinsi baru tersebut sebaiknya dipikirkan matang.
Perlu kajian lebih dalam apakah pemekaran yang dimaksud benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat atau hanya kepentingan segelintir elite politik. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah pemekaran sejatinya bertujuan untuk mengoptimalkan layanan publik, bukan untuk ambisi mendapat kucuran anggaran dari pusat.
“Pemekaran Provinsi Bogor Raya ini harus dipertanyakan apakah sudah menjadi ke butuhan masyarakat atau tidak. Jangan-jangan ini hanya kebutuhan elite. Misalkan begini, saya ingin jadi gubernur atau bupati/wali kota, maka daerah ini harus dimekarkan, tapi ketika diminta survei ke masyarakat tidak ada satu pun masyarakat yang membutuhkan, kan repot,” kata pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Juanda (Unida) Bogor Yusfitriadi kemarin.
Dia menambahkan, terkait layak atau tidak suatu daerah untuk dimekarkan menjadi provinsi atau kabupaten/kota, hal itu sudah diatur dalam undang-undang. Misalnya, terkait persoalan substantif dan persyaratan administratifnya.
“Kira-kira ini (provinsi baru) APBD-nya menunjang atau tidak, jangan sampai kemudian dimekarkan, hanya karena motif syahwat politik, pemekaran yang harus menyelesaikan permasalahan kesejahteraan masyarakat malah tidak mampu. Kalau seperti itu, sama juga bohong,” ucapnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung sependapat bahwa yang harus diutamakan adalah kepentingan masyarakat. Dia mencontohkan di bidang transportasi perlu koneksi angkutan umum dari Depok dan Bogor untuk menuju Jakarta sebagai tempat mencari nafkah.
“Ingat, ada ratusan ribu jiwa yang berjuang menjadi komuter. Artinya, ini lebih baik diutamakan. Interkoneksi ini harus dikelola agar warga bisa menikmati. Warga merasa pemerintah hadir. Ketika interkoneksi dibangun, maka warga merasa di hargai kepentingan oleh pemda. Itu idealnya,” paparnya.
Dalam sepekan terakhir wacana pemekaran muncul dari sejumlah kepala daerah di Bogor, Jawa Barat, yang menginginkan ada Provinsi Bogor Raya. Adalah Wali Kota Bogor Bima Arya yang mengemukakan wacana akan menggabungkan beberapa daerah men jadi Provinsi Bogor Raya.
Pemekaran provinsi ini akan meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Merespons wacana tersebut, Pemkot Bekasi terang-terangan tidak ingin bergabung ke provinsi baru.
Dengan alasan sejarah dan kesamaan budaya, Bekasi justru lebih condong bergabung ke Provinsi DKI Jakarta. Kota Bekasi bahkan punya alternatif lain jika DKI Jakarta menolak keinginan menjadi bagian dari wilayah Ibu Kota. Melalui wali kotanya, Rahmat Effendi, disebutkan bahwa Bekasi mengusulkan pembentukan provinsi baru yang di namakan Pakuan Bhagasasi.
Beberapa daerah yang akan di masukkan adalah Kota Bekasi, Kota Depok, Karawang dan Bogor. Ide pembentukan provinsi baru di Jawa Barat khususnya Bogor Raya bukan kali ini saja dimunculkan. Pada 2012 ide ini sempat dikemukakan oleh Bupati Bogor saat itu yakni Rahmat Yasin.
Di daerah lain yakni Cirebon, wacana provinsi baru juga sempat muncul, namun hingga saat ini tidak ada perkembangan berarti. Di luar wacana pembentukan provinsi baru, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi meyakini bahwa sebagian besar warganya akan lebih setuju apabila Kota Bekasi bergabung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Pasalnya, karakteristik Kota Bekasi dengan DKI Jakarta sama dan tidak jauh berbeda. Apalagi, hampir 70% warga Bekasi bekerja di DKI Jakarta. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memastikan warga Bekasi dipastikan memilih bergabung dengan DKI Jakarta.
Dia juga menegaskan, Kota Bekasi tidak setuju bila daerah itu masuk dalam Provinsi Bogor Raya karena sejarah dan kultur Bekasi lebih dekat de ngan Jakarta. “Kalau jajak pendapat, pasti 60%, 70%, 80% lah karena DKI kan punya support yang luar biasa,” kata Rahmat Effendi di Bekasi, Senin (19/8).
Pria yang akrab disapa Pepen ini juga menampik tu dingan yang mengatakan bahwa wacana gabung ke Jakarta didorong oleh keinginan Pemerintah Kota Bekasi “menikmati” kucuran dana DKI. Menurutnya, wacana tersebut semata-mata demi percepatan pembangunan di wilayah mitra DKI Jakarta.
Sebelumnya Pemkot Bekasi mendapatkan tawaran untuk menjadi bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tawaran itu datang saat Kota Bekasi di minta tanggapannya terkait wacana pemekaran Pemprov Jawa Barat menjadi Pemprov Bogor Raya yang disampaikan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Bupati Bogor Ade Yasin beberapa waktu lalu.
Wacana pembentukan provinsi baru penyangga Ibu Kota juga ditanggapi oleh Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad. Menurutnya, secara pribadi dia lebih setuju berga bung dengan DKI Jakarta jika wacana pemekaran Provinsi Bogor Raya tereal isasi karena banyak warga Depok yang be kerja di Jakarta.
“Diperkirakan, separuh warga Depok adalah masyarakat komuter. Mereka rata-rata menggunakan jasa kereta api. Sekitar 65% warga Depok itu komuter. 90%-nya ke Jakarta, selebihnya ke Bogor dan Bekasi,” kata Idris kemarin. Dia menambahkan, jika dilihat dari sisi kebutuhan, Depok memang tidak terpisahkan dengan DKI Jakarta.
Depok adalah wilayah penyangga atau kota perbatasan Ibu Kota sehingga dibutuhkan koor dinasi langsung. Menurutnya, ada empat kebutuhan paling terkait dengan Jakarta men cakup sanitasi, air bersih, udara, dan sampah.
“Ini memang jelas, makanya kita siasati wilayah otonomi ini yang satu masuk ke Banten (Tangerang), satu masuk ke Jabar (Bekasi dan Depok) berbatasan langsung dengan Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan disiasati dengan mem bentuk Badan Koordinasi Pemerintah (BKSP) Jabodetabek,” paparnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan sejauh ini DKI masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait wacana pembentukan provinsi baru tersebut. “Begini, kita adalah sebuah negara kesatuan, pembagian wilayah adalah wewenang pemerintah pusat.
Jadi secara prinsip Pemprov DKI harus menaati keputusan pemerintah pusat. Aspirasi itu kita menghargai, kita menghormati, dan biar berproses di pemerintah pusat karena prosesnya bukan antarwilayah,” ucap Anies di DPRD DKI, Senin (19/8).
Dibagian lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan, wacana pemekaran Provinsi Bogor Raya dari Provinsi Jabar tidak relevan. Hal yang sama berlaku juga dengan wacana penggabungan Kota Bekasi dengan Provinsi DKI Jakarta.
Emil—sapaan akrab Ridwan Kamil—menjelaskan bahwa wacana pemekaran wilayah sejatinya bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja pelayanan publik. Karena itu, pemekaran wilayah akan relevan jika dilakukan di tingkat kabupaten/kota, bukan provinsi dengan pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
“Ada obrolan pemaparan kembali Bogor Raya. Ini kurang relevan (untuk jadi provinsi), yang relevan itu pemekaran kabupaten/kota karena isu pemekaran itu ada pada pelayanan publik yang terlalu jauh, yang terlalu repot,” tutur Emil. (Abdullah M Surjaya/ Komarudin Bagja Arjawinangun/Haryudi/ R Ratna Purnama/ Agung Bakti Sarasa)
(nfl)