Derasnya Urbanisasi, Ratusan Pendatang di Bekasi Terancam Jadi Pengemis
A
A
A
BEKASI - Ratusan kaum urban yang datang ke Bekasi untuk mengadu nasib ternyata tak seberuntung dengan rekan-rekan lainnya yang sudah sukses. Sebab pada tahun 2018 lalu, sejumlah orang yang kalah bersaing, akhirnya memilih menjadi gelandangan dan pengemis.
"Pendatang yang datang usai lebaran 2018 lalu mencapai ratusan dan sekitar 348 orang ditemukan menjadi gelandangan dan pengemis," ujar Sekretaris Dinas Sosial Kota Bekasi Agus Harfa kepada wartawan, Rabu (19/6/2019).Menurutnya, ratusan orang yang terdata itu datang ke Bekasi usai Lebaran 2018, karena kalah bersaing mengadu nasib di Bekasi. Saat ini, kata dia, seluruh orang itu masuk katagori penyandang masalah kesehjateraan sosial (PMKS).
"Tahun ini kita belum melakukan pendataan kembali, dan petugas masih melakukan inventarisir di lapangan," katanya.
Agus menjelaskan, pemerintah masih melakukan pembinaan dan menampung ratusan orang tersebut. Sebab, pemerintah belum bisa mengembalikan seluruh PMKS ke daerah asal. Sebab, mereka selama tinggal di Kota Bekasi sudah memiliki KTP.
"Sulit juga memulangkannya karena identitas kependudukannya sudah ikut Kota Bekasi," jelasnya.
Kebanyakan para PMKS itu betah menggelandang di Kota Bekasi karena daerah tersebut dinilai yang sedang berkembang dari berbagai aspek. Selama ini kata dia, pemerintah daerah sudah menyediakan rumah singgah untuk para PMKS yang tertangkap di jalan karena razia yang kerap dilakukan pemerintah selama ini.
Agus merinci, dari 348 orang yang masuk PMKS, terdiri dari pengemis 129 orang, pengamen 107 orang, pemulung 1 orang, Wanita Pekerja Seks Komersial 15 orang. Kemudian, anak jalanan 44 orang, gelandangan 2 orang, anak punk 42 orang, dan pengemis disabilitas 2 orang yang menghiasi tiap sudut Bekasi.
Apalagi, kata dia, mereka datang saat usai lebaran 2018 lalu, kedatangan mereka ingin mencari pekerjaan. Sayangnya, tekad yang sudah dibawa dari kampung halamannya itu tak membuahkan hasil. Mereka kalah bersaing dengan warga lainnya. "Mau tidak mau mereka mencari jalan lain untuk bisa hidup," ucapnya.
Langkah yang dilakukan pemerintah daerah terus melakukan binaan. Jadi ketika mereka terjaring operasi maka diberikan binaan. Kemudian mereka yang tinggal di panti sosial maka diberikan kerajinan juga."Merek tidak masuk katagori warga yang masuk ke program Keluarga Harapan dari pemerintah pusat. Karena bukan warga asli Bekasi," tegasnya.
Kasie Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bekasi, Edi Riyanto mengatakan, penertiban bagi PMKS terus dilakukan. Sayangnya, kata dia, meski sudah dilakukan razia tetap kembali. Apalagi mereka datang ke Bekasi dengan berbagai alasan. Salah satunya, wilayah tersebut merupakan kota yang sedang berkembang di segala aspek.
"Mereka yang masuk katagori PMKS adalah anak Punk, pengemis, gelandangan, pengamen, dan pekerja seks komersial," katanya. Meski demikian, pemerintah akan terus menggalakan agar kehadiran mereka tidak menganggu estetika wajah perkotaan Bekasi. Karena, kehadiran mereka kerap membuat kumuh Bekasi.
"Pendatang yang datang usai lebaran 2018 lalu mencapai ratusan dan sekitar 348 orang ditemukan menjadi gelandangan dan pengemis," ujar Sekretaris Dinas Sosial Kota Bekasi Agus Harfa kepada wartawan, Rabu (19/6/2019).Menurutnya, ratusan orang yang terdata itu datang ke Bekasi usai Lebaran 2018, karena kalah bersaing mengadu nasib di Bekasi. Saat ini, kata dia, seluruh orang itu masuk katagori penyandang masalah kesehjateraan sosial (PMKS).
"Tahun ini kita belum melakukan pendataan kembali, dan petugas masih melakukan inventarisir di lapangan," katanya.
Agus menjelaskan, pemerintah masih melakukan pembinaan dan menampung ratusan orang tersebut. Sebab, pemerintah belum bisa mengembalikan seluruh PMKS ke daerah asal. Sebab, mereka selama tinggal di Kota Bekasi sudah memiliki KTP.
"Sulit juga memulangkannya karena identitas kependudukannya sudah ikut Kota Bekasi," jelasnya.
Kebanyakan para PMKS itu betah menggelandang di Kota Bekasi karena daerah tersebut dinilai yang sedang berkembang dari berbagai aspek. Selama ini kata dia, pemerintah daerah sudah menyediakan rumah singgah untuk para PMKS yang tertangkap di jalan karena razia yang kerap dilakukan pemerintah selama ini.
Agus merinci, dari 348 orang yang masuk PMKS, terdiri dari pengemis 129 orang, pengamen 107 orang, pemulung 1 orang, Wanita Pekerja Seks Komersial 15 orang. Kemudian, anak jalanan 44 orang, gelandangan 2 orang, anak punk 42 orang, dan pengemis disabilitas 2 orang yang menghiasi tiap sudut Bekasi.
Apalagi, kata dia, mereka datang saat usai lebaran 2018 lalu, kedatangan mereka ingin mencari pekerjaan. Sayangnya, tekad yang sudah dibawa dari kampung halamannya itu tak membuahkan hasil. Mereka kalah bersaing dengan warga lainnya. "Mau tidak mau mereka mencari jalan lain untuk bisa hidup," ucapnya.
Langkah yang dilakukan pemerintah daerah terus melakukan binaan. Jadi ketika mereka terjaring operasi maka diberikan binaan. Kemudian mereka yang tinggal di panti sosial maka diberikan kerajinan juga."Merek tidak masuk katagori warga yang masuk ke program Keluarga Harapan dari pemerintah pusat. Karena bukan warga asli Bekasi," tegasnya.
Kasie Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Bekasi, Edi Riyanto mengatakan, penertiban bagi PMKS terus dilakukan. Sayangnya, kata dia, meski sudah dilakukan razia tetap kembali. Apalagi mereka datang ke Bekasi dengan berbagai alasan. Salah satunya, wilayah tersebut merupakan kota yang sedang berkembang di segala aspek.
"Mereka yang masuk katagori PMKS adalah anak Punk, pengemis, gelandangan, pengamen, dan pekerja seks komersial," katanya. Meski demikian, pemerintah akan terus menggalakan agar kehadiran mereka tidak menganggu estetika wajah perkotaan Bekasi. Karena, kehadiran mereka kerap membuat kumuh Bekasi.
(ysw)