Kasus Penyerobotan Lahan di Bojong Koneng, Sentul City: Polisi Profesional
A
A
A
BOGOR - Manajemen PT Sentul City Tbk (SC), pengembang perumahan Sentul City menepis tuduhan adanya kongkalikong dengan aparat kepolisian terkait penanganan kasus penyerobotan lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Menurut Alfian Mujani, Head Of Corporate Communication PT SC, laporan polisi yang dibuat pihaknya seperti laporan polisi lainnya yang disertai dengan bukti-bukti yang sah di mata hukum.
“Kami sebagai warga negara yang sama kedudukannya di mata hukum punya hak untuk menyampaikan laporan polisi karena kami dirugikan oleh tindakan sejumlah oknum warga Bojong Koneng,” kata Alfian dalam keterangan persnya Rabu (27/3/2019).
Menurut Alfian, kewajiban polisi merespons setiap laporan yang masuk dalam penanganan perkara dan tidak bisa dintervensi oleh siapapun. “Terlalu jauh kalau di katakan kami ikut campur, jadi beking, intervensi atau apalah itu. Penyidik kepolisian itu setahu kami independen, profesional dan bekerja sesuai dengan SOP,” terang Alfian. (Baca Juga: Mass Kades Bojong Koneng Tekan Persidangan)
Alfian menjelaskan, tak ada kasus perampasan tanah masyarakat di Desa Bojong Koneng. Yang terjadi di lapangan sesungguhnya adalah adanya perbuatan sejumlah oknum warga yang melakukan persengkongkolan merekayasa surat tanah baru di atas tanah yang sudah bersertifikat milik PT SC.
"Ini kan ada tanah di Bojong Koneng bersertifikat. Di jual lagi oleh DG dengan ada kwitansi terima pembayaran atasnya. Dia menggunakan modus memakai nama orang yang dia bagi uang hasil perbuatannya, seolah olah nama itu sebagai ahli waris yang dimunculkan surat tanahnya dan dijual kepada orang luar kota. Atas perbuatannya ini maka, lurah sekdes dan DG serta orang yang bersengkokol dipakai namanya itu menyandang gelar tersangka,” terang Alfian.
Menurut Alfian, modus kejahatan pelaku sehingga berulangkali leluasa menjual tanah yang bukan miliknya adalah dengan modus diciptakan seolah ada tanah sisa dari para pewarisnya yang juga diciptakan dibagi hasil. Itu disebabkan oleh perbuatan pemalsuan riwayat tanah di buku C desa yang dilakukan oleh lima tersangka terutama kepala desa dan perangkatnya. “Inilah yang sering menjadi modus operandi para mafia tanah yang menjual jual tanah milik orang lain,” terangnya.
Menurut Alfian Mujani, Head Of Corporate Communication PT SC, laporan polisi yang dibuat pihaknya seperti laporan polisi lainnya yang disertai dengan bukti-bukti yang sah di mata hukum.
“Kami sebagai warga negara yang sama kedudukannya di mata hukum punya hak untuk menyampaikan laporan polisi karena kami dirugikan oleh tindakan sejumlah oknum warga Bojong Koneng,” kata Alfian dalam keterangan persnya Rabu (27/3/2019).
Menurut Alfian, kewajiban polisi merespons setiap laporan yang masuk dalam penanganan perkara dan tidak bisa dintervensi oleh siapapun. “Terlalu jauh kalau di katakan kami ikut campur, jadi beking, intervensi atau apalah itu. Penyidik kepolisian itu setahu kami independen, profesional dan bekerja sesuai dengan SOP,” terang Alfian. (Baca Juga: Mass Kades Bojong Koneng Tekan Persidangan)
Alfian menjelaskan, tak ada kasus perampasan tanah masyarakat di Desa Bojong Koneng. Yang terjadi di lapangan sesungguhnya adalah adanya perbuatan sejumlah oknum warga yang melakukan persengkongkolan merekayasa surat tanah baru di atas tanah yang sudah bersertifikat milik PT SC.
"Ini kan ada tanah di Bojong Koneng bersertifikat. Di jual lagi oleh DG dengan ada kwitansi terima pembayaran atasnya. Dia menggunakan modus memakai nama orang yang dia bagi uang hasil perbuatannya, seolah olah nama itu sebagai ahli waris yang dimunculkan surat tanahnya dan dijual kepada orang luar kota. Atas perbuatannya ini maka, lurah sekdes dan DG serta orang yang bersengkokol dipakai namanya itu menyandang gelar tersangka,” terang Alfian.
Menurut Alfian, modus kejahatan pelaku sehingga berulangkali leluasa menjual tanah yang bukan miliknya adalah dengan modus diciptakan seolah ada tanah sisa dari para pewarisnya yang juga diciptakan dibagi hasil. Itu disebabkan oleh perbuatan pemalsuan riwayat tanah di buku C desa yang dilakukan oleh lima tersangka terutama kepala desa dan perangkatnya. “Inilah yang sering menjadi modus operandi para mafia tanah yang menjual jual tanah milik orang lain,” terangnya.
(ysw)