Groundbreaking Molor, Pemerintah Pusat Bisa Selesaikan Hambatan MRT

Kamis, 31 Januari 2019 - 23:02 WIB
Groundbreaking Molor, Pemerintah Pusat Bisa Selesaikan Hambatan MRT
Groundbreaking Molor, Pemerintah Pusat Bisa Selesaikan Hambatan MRT
A A A
JAKARTA - Groundbreaking atau peletakan batu pertama proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) fase II Bundaran Hotel Indonesia (HI)-Kota molor dari jadwal rencana akhir bulan ini. Pembangunan tunggu rekomendasi dari pemerintah pusat.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan mengatakan, pembangunan MRT fase II masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Sekertariat Negara (Kemensetneg). Padahal, rencana groundbreaking pembangunan fase II dengan pembuatan gardu listrik di kawasan sisi barat Monas dijadwalkan pada akhir bulan ini.

"Ya kita sudah kirim surat ke kemensetneg pada minggu lalu. Jadi kita tunggu saja jawabanya," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis 31 Januari 2019.

Anies menjelaskan, dalam surat yang disampaikan ke Setneg itu antara lain berisi bahwa PT Mass Rapid Transit (MRT) memastikan ada jaminan soal keamanan di areal pembangunan. Dimana, PT MRT bekerja sama dengan TNI dan polisi untuk mengamankan proses pembangunan.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini pun memberikan assesment, bahwa di tempat-tempat lain, lokasi keluar masuk MRT dekat dengan fasilitas-fasilitas strategis vital itu normal saja adanya.

"Jadi bukan suatu yang luar biasa. Dan dalam assesment kami di sisi barat Monas itu masih dalam jarak perimeter yang cukup," jelasnya.

Terkait keputusan tarif MRT fase I Lebak Bulus-Bundara HI yang akan beroperasi pada Maret mendatang, Anies belum dapat menyebutkanya. Sebab, saat ini pihaknya masih merumuskan bagaimana bila subsidi yang diberikan tidak masing-masing moda transportasi.

"Kalau sekarang kita permoda saja ke Bus Rapid Transit (BRT) berapa, MRT berapa, kemudian LRT berapa. Kita pingin satu subsidi saja. Kemudian kita juga akan lakukan kerjasama. Kalau tidak salah sekarang sedang pengujian dengan BI untuk kita bisa menggunakan tiketnya," pungkasnya.

Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Syahbandar meminta maaf belum bisa mencapai target pelaksanaan groundbreaking MRT fase II pada Januari ini. Dia berharap, rekomendasi kemensetneg segera diputuskan agar pembangunan fase II selesai.

"Kalau kami siap kapan saja groundbreaking. Sampai saat ini penentuan kontraktor sudah selesai dilakukan. Tinggal rekomendasi setneg menjadi satu-satunya tiket untuk memulai proyek ini," ungkapnya.

Adapun lokasi depo saat ini juga masih belum diputuskan. Sehingga pembangunan fase II yang dilakukan masih sesuai dengan penetapan lokasi yang sudah diterbitkan oleh Gubernur Anies, yakni Bundaran HI-Kota.

Sementara itu, Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) bidang perkretaapian, Aditya Dwilaksana menuturkan, MRT selatan-utara merupakan program strategis nasional yang diatur dalam peraturan Presiden (Perpres) 58 tahun 2017 yang kini dirubah menjadi Perpres 56 tahun 2018.

Artinya, kata Adit, pemerintah pusat bisa menghilangkan segala kendala yang menghambat proyek MRT. Baik itu regulasi tata ruang ataupun prioritas penggunaan lahan.

"Dalam Perpres itu kan jelas mempercepat program strategis nasional. Kalau pemerintah komit MRT utara selatan menjadi program strategis nasional, mau tidak mau kalau sifatnya rekomendasi harus diberikan segera mungkin," tegasnya.

Adit pun menyarankan agar pemerintah pusat, Pemprov DKI dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT MRT duduk bersama menyelesaikan segala Kendala pembangunan mengacu kepada Perpres. Khususnya masalah penentuan lahan Depo fase II yang sebelumnya direncanakan di Kampung Bandan.

"Segera putuskan lahan Depo, kalau semakin jauh dari Kampung Bandan, akan berpengaruh terhadap biaya yang jelas bersumber dari Anngara Negara dan daerah. Itu harus dipikirkan," ungkapnya.

Terkait putusan tarif, Adit mememinta Gubernur Anies segera memutuskannya berdasarkan jarak. Menurutnya, apabila masih berdebat dalam skema Kerja sama aset, DKI sebaiknya membeli kembali aset sarana prasarana seperti yang dilakukan dalam kereta api.

Sebab, lanjut Adit, apabila sarana prasaranannya diberikan kepada BUMD, mereka membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Apalagi harus memikirkan perawatan fasilita lainnya, termasuk operasionalnya. Akibatnya, tarif menjadi lebih mahal.

"Pemprov harus membeli aset sarana prasarananya. Kemudian Pemerintah memberikan subsidi. Jadi tarif bisa terjangkau oleh masyarakat," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5103 seconds (0.1#10.140)