Satgas Saber Pungli Dalami Dugaan Pungli Proyek Superblok di Jaktim
A
A
A
JAKARTA - Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam tengah mendalami dugaan pungli saat penerbitan dokumen SHM pada proyek superblok Sakura Garden City yang terletak di Jalan Binamarga, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur (Jaktim).
PT Sayana Integra Properti, perusahaan yang akan melakukan pembangunan superblok tersebut diduga sudah mengetahui bahwa kepemilikan PT Bina Kwalita Teknik, sebagai pihak awal yang mengklaim sebagai pemilik tanah, memiliki cacat hukum administrasi penerbitannya. Karena telah berulangkali diberitahukan oleh pemilik tanah kepada PT Sayana, namun diacuhkan.
Selain itu, Saber Pungli juga melihat adanya potensi pungli saat penerbitan dokumen HGB oleh oknum Kantor Pertanahan Jakarta Timur yang menyatakan tanah di lahan superblok asalnya adalah tanah negara.
“Tim Satgas Saber Pungli tengah mendalami kasus ini untuk meneliti lebih dalam keterlibatan para pihak terkait adanya dugaan pungli yang dilakukan atas terbitnya dokumen HGB, namun dasar riwayat tanahnya tidak sesuai fakta yang ada," ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoko.
Widi mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87/2016 tertanggal 20 Oktober 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Satgas Saber Pungli berkewajiban untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait dugaan pungli yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Satgas Saber Pungli telah menerima laporan dari pemilik tanah AP Nurhayati yang diatas tanahnya akan dibangun superblock dimaksud. Dikatakan pemilik tanah bahwa penerbitan sertifikat atas tanah itu cacat hukum administrasi dalam proses penerbitannya sebagaimana ditegaskan dalam pasal 106 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9/1999.
Sementara itu, kuasa hukum dari pelapor, Arie, menjelaskan sertifikat atas tanah tersebut semula terbit atas nama PT Bina Kwalita Tehnik (BKT), yakni HGB No 0333 dan HGB No 0334.
“Proses kepemilikan PT BKT sangat janggal, sebab sembilan Akta Jual Beli yang menjadi dasar kepemilikannya semuanya bodong (palsu) dan tidak terdaftar di Kecamatan Pasar Rebo (ketika itu lokasi masih masuk wilayah Pasar Rebo)," ujar Arie.
Di samping itu, telah ada putusan PTUN Nomor 115/G/2006/PTUN JKT tertanggal 13 Maret 2007 jo Nomor 90/B/2007/PT. TUN JKT tertanggal 30 Juli 2007, yang membatalkan kedua sertifikat dimaksud. Kemudian, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 220/JT/1983 G jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 385 /Pdt/1985/PT DKI jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/Pdt/1986, yang pada prinsipnya girik-girik yang menjadi alasan penerbitan sertifikat cacat hukum dan terhadap hal itu telah dilakukan eksekusi pemutasian girik yang sengaja dan patut diduga “dimainkan” oleh PT. BKT.
Ironisnya lagi, girik–girik tersebut sampai saat ini masih dipegang oleh pemilik tanah dan terdaftar di Kelurahan Cipayung tanpa pernah dialihkan kepada pihak manapun juga, sesuai dengan buku Letter C yang dikeluarkan oleh Kelurahan Cipayung bahwa Letter C Nomor 289 atas nama DJIUN BIN BALOK sampai saat ini benar tercatat pada buku Letter C Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur.
Sementara itu, Lurah Cipayung Ibnu Fajar mengungkapkan bahwa semua materi yang sedang dibahas oleh Satgas Saber Pungli sama dengan materi yang disampaikan di kantor Wali Kota Jakarta Timur dan Kantor BPN.
“Benar sertifkat Leter C terdaftar atas nama Jiun Bin Balok di kantor kelurahan sehingga benar tanah tersebut riwayatnya adalah tanah adat dan bukan tanah negara," katanya.
Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur, M Unu Ibnudin ketika dihubungi terpisah, mengatakan, siap untuk memverifikasi kembali alas hak dari sertifikat pihak-pihak yang berperkara untuk menentukan validitas kepemilikan tanah di lokasi tersebut.
“Kami siap untuk membentuk Tim Verifikasi bersama dengan Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam untuk memvalidasi sertifikat dari pihak-pihak yang berperkara agar kasus ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," tandasnya.
H Abraham Lunggana alias H Lulung selaku tokoh masyarakat yang turut hadir di acara rapat koordinasi Satgas Saber Pungli mengatakan, semua tugas pemerintahan ujungnya ada di Lurah. Menurutnya, ketika lurah membuat sebuah surat keterangan maka pada dasarnya membawa mandat dari pemerintah dan bertanggung jawab atas kebijakan yang dibuatnya.
“Lurah harus mengatakan berdasarkan data dan fakta yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi dan jangan ada yang ditutup-tutupi,” kata H Lulung.
PT Sayana Integra Properti, perusahaan yang akan melakukan pembangunan superblok tersebut diduga sudah mengetahui bahwa kepemilikan PT Bina Kwalita Teknik, sebagai pihak awal yang mengklaim sebagai pemilik tanah, memiliki cacat hukum administrasi penerbitannya. Karena telah berulangkali diberitahukan oleh pemilik tanah kepada PT Sayana, namun diacuhkan.
Selain itu, Saber Pungli juga melihat adanya potensi pungli saat penerbitan dokumen HGB oleh oknum Kantor Pertanahan Jakarta Timur yang menyatakan tanah di lahan superblok asalnya adalah tanah negara.
“Tim Satgas Saber Pungli tengah mendalami kasus ini untuk meneliti lebih dalam keterlibatan para pihak terkait adanya dugaan pungli yang dilakukan atas terbitnya dokumen HGB, namun dasar riwayat tanahnya tidak sesuai fakta yang ada," ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoko.
Widi mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87/2016 tertanggal 20 Oktober 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Satgas Saber Pungli berkewajiban untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait dugaan pungli yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Satgas Saber Pungli telah menerima laporan dari pemilik tanah AP Nurhayati yang diatas tanahnya akan dibangun superblock dimaksud. Dikatakan pemilik tanah bahwa penerbitan sertifikat atas tanah itu cacat hukum administrasi dalam proses penerbitannya sebagaimana ditegaskan dalam pasal 106 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9/1999.
Sementara itu, kuasa hukum dari pelapor, Arie, menjelaskan sertifikat atas tanah tersebut semula terbit atas nama PT Bina Kwalita Tehnik (BKT), yakni HGB No 0333 dan HGB No 0334.
“Proses kepemilikan PT BKT sangat janggal, sebab sembilan Akta Jual Beli yang menjadi dasar kepemilikannya semuanya bodong (palsu) dan tidak terdaftar di Kecamatan Pasar Rebo (ketika itu lokasi masih masuk wilayah Pasar Rebo)," ujar Arie.
Di samping itu, telah ada putusan PTUN Nomor 115/G/2006/PTUN JKT tertanggal 13 Maret 2007 jo Nomor 90/B/2007/PT. TUN JKT tertanggal 30 Juli 2007, yang membatalkan kedua sertifikat dimaksud. Kemudian, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 220/JT/1983 G jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 385 /Pdt/1985/PT DKI jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/Pdt/1986, yang pada prinsipnya girik-girik yang menjadi alasan penerbitan sertifikat cacat hukum dan terhadap hal itu telah dilakukan eksekusi pemutasian girik yang sengaja dan patut diduga “dimainkan” oleh PT. BKT.
Ironisnya lagi, girik–girik tersebut sampai saat ini masih dipegang oleh pemilik tanah dan terdaftar di Kelurahan Cipayung tanpa pernah dialihkan kepada pihak manapun juga, sesuai dengan buku Letter C yang dikeluarkan oleh Kelurahan Cipayung bahwa Letter C Nomor 289 atas nama DJIUN BIN BALOK sampai saat ini benar tercatat pada buku Letter C Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur.
Sementara itu, Lurah Cipayung Ibnu Fajar mengungkapkan bahwa semua materi yang sedang dibahas oleh Satgas Saber Pungli sama dengan materi yang disampaikan di kantor Wali Kota Jakarta Timur dan Kantor BPN.
“Benar sertifkat Leter C terdaftar atas nama Jiun Bin Balok di kantor kelurahan sehingga benar tanah tersebut riwayatnya adalah tanah adat dan bukan tanah negara," katanya.
Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur, M Unu Ibnudin ketika dihubungi terpisah, mengatakan, siap untuk memverifikasi kembali alas hak dari sertifikat pihak-pihak yang berperkara untuk menentukan validitas kepemilikan tanah di lokasi tersebut.
“Kami siap untuk membentuk Tim Verifikasi bersama dengan Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam untuk memvalidasi sertifikat dari pihak-pihak yang berperkara agar kasus ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," tandasnya.
H Abraham Lunggana alias H Lulung selaku tokoh masyarakat yang turut hadir di acara rapat koordinasi Satgas Saber Pungli mengatakan, semua tugas pemerintahan ujungnya ada di Lurah. Menurutnya, ketika lurah membuat sebuah surat keterangan maka pada dasarnya membawa mandat dari pemerintah dan bertanggung jawab atas kebijakan yang dibuatnya.
“Lurah harus mengatakan berdasarkan data dan fakta yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi dan jangan ada yang ditutup-tutupi,” kata H Lulung.
(thm)