2019, Moda Transportasi di Jakarta Terintegrasi Satu
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki dua moda tulang punggung transportasi massal di Ibu Kota. Pengembangan tulang punggung transportasi melalui Jak Lingko akan terwujud pada 2019.
Direktur Utama PT Transjakarta, Agung Wicaksono mengatakan, menuju integrasi moda transportasi publik di Jakarta, ada tiga moda yang akan menjadi tulang punggug transportasi massal di Ibu Kota. Yakni, kereta rel listrik (KRL) atau commuter line, Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT).
Menurut Agung, dari tiga moda itu, dua di antaranya, yakni MRT dan BRT berada dalam kewenangan Pemprov DKI melalui dua perusahaan daerahnya, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) untuk BRT dan PT MRT Jakarta untuk MRT Jakarta.
"MRT dan BRT akan menjadi tulang punggung bagi pengembangan transportasi massal," kata Agung Wicaksono di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Selasa 11 Desember 2018.
Agung menjelaskan, dalam pengembangan transportasi publik di DKI Jakarta memiliki sebuah hirarki transportasi publik. Hirarki pertama adalah transportasi publik yang menjadi sistem tulang punggung transportasi. Kedua, transportasi yang berada di lalu lintas utama dan transportasi transit pemukiman.
Transportasi publik yang menjadi tulang punggung transportasi di Jakarta, lanjut Agung, adalah yang jalurnya berbasis rel, jalur steril, memiliki kecepatan dan kapasitas tinggi.
"Itu ada pada armada bus Transjakarta, MRT Jakarta dan Commuter Line," ungkapnya.
Untuk transportasi publik di lalu lintas utama, kata Agung, saat ini sudah diisi oleh armada Transjakarta dengan mengoperasikan minitrans, metrotrans dan royaltrans. Hal itu, kata dia, merupakan hirarki kedua. Dimana, transportasi memiliki kapasitas sedang yang menghubungkan masyarakat ke sistem tulang punggung transportasi dan menjadi moda transportasi pertama atau terakhir.
Sedangkan untuk hirarki ketiga, transportasi transit pemukiman, Agung menuturkan, transportasi publik ini menjadi moda jarak pertama atau terakhir yang menghubungkan masyarakat dengan sistem transportasi publik pengumpan, serta memiliki kecepatan dan kapasitas rendah.
"Nah untuk hirarki terakhir ini, kita telah operasikan Mikrotrans dalam program Jak Lingko di Tanah Abang. Hari ini sudah beroperasi," ungkapnya.
Semua hirarki transportasi publik ini, pada akhirnya akan terintegrasikan menjadi satu payung integrasi. Rencananya, semua moda transportasi yang dikelola Pemprov DKI akan terintegrasi menjadi satu dalam Jak Lingko.
Untuk merealisasikan tugas tersebut, pihaknya sudah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding-MoU) dengan PT MRT Jakarta pada akhir November lalu. Rencananya, Rabu (12/12) akan mulai dilakukan worskhop dengan melibatkan para pakar akademisi, serta negara-negara yang sudah berpengalaman dalam integrasi transportasi publik seperti Hongkong dan Malaysia.
"Ini bagian dari kajian yang akan dibuat untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi supaya jaringan transportasi publik di Jakarta terintegrasi dalam sisi layanan, fisik dan pembayaran, serta semakin luas melayani warga," pungkasnya.
Direktur Tekhnik dan Fasilitas PT TransJakarta, Wijanarko menuturkan, rencana integrasi publik bus TransJakarta dengan MRT akan terjadi pada halte bundaran HI dengan stasiun bundaran HI, Halte Tosari dengan Stasiun Dukuh Atas, halte CSW koridor 13 dengan stasiun singsingamangaraja, halte lebak bulus koridor 8 dengan stasiun MRT lebak bulus.
Kemudian, lanjut Wijanarko, untuk integrasi bus TransJakarta dengan commuter terjadi pada halte tosari koridor I dengan stasiun sudirman, halte stasiun klender koridor XI dengan stasiun kelender, dan halte stasiun Cakung Non BRT dengan stasiun Cakung.
"Halte bus TransJakarta Pemuda rawamangun juga terintegrasi dengan stasiun LRT Velodrome. Rencananya semua akan terwujud pada 2019," ungkapnya.
Sementara itu, ketua Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono menegaskan, meskipun dua tulang punggung transportasi berada dibawah Pemprov DKI melalui dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), integrasi transportasi yang dibuat BPTJ tidak akan tumpang tindih. Menuruntya, BPTJ akan mengitegrsikan Jak Lingko moda Transportasi milik DKI dengan Moda Transportasi milik pemerintah pusat, seperti Kereta API atau Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.
Sehingga, lanjut Bambang, pada 2029 tercipta moda share angkutan umum maksimal 80 persen meski targetnya 60 persen. Apalagi, saat ini pihaknya sudah menyelesaikan satu sistem tiket pembayaran antar moda.
"Ya kami sudah menyelesaikan sistem satu tiket pembayaran. Jadi kartu Komuter bisa digunakan untuk MRT, LRT dan Transjakarta begitu juga sebaliknya. Tidak masalah Transjakarta Keluar kan kartu sendiri asal bisa digunakan untuk lainnya. tahun ini kami akan implementsikan," tegasnya.
Direktur Utama PT Transjakarta, Agung Wicaksono mengatakan, menuju integrasi moda transportasi publik di Jakarta, ada tiga moda yang akan menjadi tulang punggug transportasi massal di Ibu Kota. Yakni, kereta rel listrik (KRL) atau commuter line, Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT).
Menurut Agung, dari tiga moda itu, dua di antaranya, yakni MRT dan BRT berada dalam kewenangan Pemprov DKI melalui dua perusahaan daerahnya, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) untuk BRT dan PT MRT Jakarta untuk MRT Jakarta.
"MRT dan BRT akan menjadi tulang punggung bagi pengembangan transportasi massal," kata Agung Wicaksono di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Selasa 11 Desember 2018.
Agung menjelaskan, dalam pengembangan transportasi publik di DKI Jakarta memiliki sebuah hirarki transportasi publik. Hirarki pertama adalah transportasi publik yang menjadi sistem tulang punggung transportasi. Kedua, transportasi yang berada di lalu lintas utama dan transportasi transit pemukiman.
Transportasi publik yang menjadi tulang punggung transportasi di Jakarta, lanjut Agung, adalah yang jalurnya berbasis rel, jalur steril, memiliki kecepatan dan kapasitas tinggi.
"Itu ada pada armada bus Transjakarta, MRT Jakarta dan Commuter Line," ungkapnya.
Untuk transportasi publik di lalu lintas utama, kata Agung, saat ini sudah diisi oleh armada Transjakarta dengan mengoperasikan minitrans, metrotrans dan royaltrans. Hal itu, kata dia, merupakan hirarki kedua. Dimana, transportasi memiliki kapasitas sedang yang menghubungkan masyarakat ke sistem tulang punggung transportasi dan menjadi moda transportasi pertama atau terakhir.
Sedangkan untuk hirarki ketiga, transportasi transit pemukiman, Agung menuturkan, transportasi publik ini menjadi moda jarak pertama atau terakhir yang menghubungkan masyarakat dengan sistem transportasi publik pengumpan, serta memiliki kecepatan dan kapasitas rendah.
"Nah untuk hirarki terakhir ini, kita telah operasikan Mikrotrans dalam program Jak Lingko di Tanah Abang. Hari ini sudah beroperasi," ungkapnya.
Semua hirarki transportasi publik ini, pada akhirnya akan terintegrasikan menjadi satu payung integrasi. Rencananya, semua moda transportasi yang dikelola Pemprov DKI akan terintegrasi menjadi satu dalam Jak Lingko.
Untuk merealisasikan tugas tersebut, pihaknya sudah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding-MoU) dengan PT MRT Jakarta pada akhir November lalu. Rencananya, Rabu (12/12) akan mulai dilakukan worskhop dengan melibatkan para pakar akademisi, serta negara-negara yang sudah berpengalaman dalam integrasi transportasi publik seperti Hongkong dan Malaysia.
"Ini bagian dari kajian yang akan dibuat untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi supaya jaringan transportasi publik di Jakarta terintegrasi dalam sisi layanan, fisik dan pembayaran, serta semakin luas melayani warga," pungkasnya.
Direktur Tekhnik dan Fasilitas PT TransJakarta, Wijanarko menuturkan, rencana integrasi publik bus TransJakarta dengan MRT akan terjadi pada halte bundaran HI dengan stasiun bundaran HI, Halte Tosari dengan Stasiun Dukuh Atas, halte CSW koridor 13 dengan stasiun singsingamangaraja, halte lebak bulus koridor 8 dengan stasiun MRT lebak bulus.
Kemudian, lanjut Wijanarko, untuk integrasi bus TransJakarta dengan commuter terjadi pada halte tosari koridor I dengan stasiun sudirman, halte stasiun klender koridor XI dengan stasiun kelender, dan halte stasiun Cakung Non BRT dengan stasiun Cakung.
"Halte bus TransJakarta Pemuda rawamangun juga terintegrasi dengan stasiun LRT Velodrome. Rencananya semua akan terwujud pada 2019," ungkapnya.
Sementara itu, ketua Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono menegaskan, meskipun dua tulang punggung transportasi berada dibawah Pemprov DKI melalui dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), integrasi transportasi yang dibuat BPTJ tidak akan tumpang tindih. Menuruntya, BPTJ akan mengitegrsikan Jak Lingko moda Transportasi milik DKI dengan Moda Transportasi milik pemerintah pusat, seperti Kereta API atau Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.
Sehingga, lanjut Bambang, pada 2029 tercipta moda share angkutan umum maksimal 80 persen meski targetnya 60 persen. Apalagi, saat ini pihaknya sudah menyelesaikan satu sistem tiket pembayaran antar moda.
"Ya kami sudah menyelesaikan sistem satu tiket pembayaran. Jadi kartu Komuter bisa digunakan untuk MRT, LRT dan Transjakarta begitu juga sebaliknya. Tidak masalah Transjakarta Keluar kan kartu sendiri asal bisa digunakan untuk lainnya. tahun ini kami akan implementsikan," tegasnya.
(mhd)