Marak Peleburan Aki, Pencemaran Udara di Serpong Sudah Level Bahaya

Senin, 03 Desember 2018 - 17:09 WIB
Marak Peleburan Aki, Pencemaran Udara di Serpong Sudah Level Bahaya
Marak Peleburan Aki, Pencemaran Udara di Serpong Sudah Level Bahaya
A A A
TANGERANG SELATAN - Wilayah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), khususnya Kecamatan Serpong, berada dalam ancaman polusi udara serius. Sebab Serpong saat ini dikepung maraknya peleburan aki liar.

Fakta itu diketahui berdasarkan investigasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) sejak 2001 silam. Menurut kesimpulan KPBB, tingkat pencemaran udara di wilayah Serpong rata-rata mencapai 1,8 hingga 6 mikrogram per meter kubik, atau sekitar 30 kali lipat dari batasan dari organisasi kesehatan dunia, WHO, yakni hanya 0,2 mikrogram per meter kubik.

"Ini sudah sangat parah, karena WHO hanya membolehkan 0,2 saja," ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, seusai Workshop 'Membangun Pengelolaan Daur Ulang Aki Bekas Ramah Lingkungan' di Puspiptek Serpong, Tangsel, Senin (3/12/2018).

Ia menjelaskan, Kecamatan Serpong diapit oleh banyak wilayah yang terdapat peleburan aki-aki bekas liar alias tak berizin. Di antaranya Cinangka, Lebak Wangi, Parung Panjang, dan Cipondoh. Total tercatat sekitar 71 titik peleburan aki yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Sedangkan untuk wilayah Kota Tangsel belum ditemukan adanya peleburan aki skala kecil.

"Sementara ini kami belum menemukan peleburan aki ilegal itu di Tangsel. Jadi memang Serpong itu hanya wilayah yang terdampak saja ruang udaranya," ucapnya.

Investigasi yang dilakukan KPBB berlangsung selama tiga tahun sejak 2001. Pada 2004 baru diungkap ke publik mengenai temuan pencemaran udara yang berasal dari peleburan aki bekas itu.

Marak Peleburan Aki, Pencemaran Udara di Serpong Sudah Level Bahaya


Untuk menguatkan hasil investigasi itu, selanjutnya pada tahun 2005 KPBB mengadakan koordinasi dengan banyak pihak, termasuk Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memiliki teknologi untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu wilayah.

"Analisis berdasarkan data meteorologi BMKG menguatkan investigasi kita, bahwa memang langit udara Serpong itu dikotori oleh zat-zat hasil peleburan aki bekas," sebutnya.

Timbal atau timbel merupakan unsur kimia yang memiliki nomor atom 82 berlambang Pb. Efek yang ditimbulkan akibat menghirup timbal hasil pembakaran aki bekas tidak langsung dirasakan saat itu juga. Namun kebanyakan, para pekerja yang terlibat aktivitas peleburan aki bekas meninggal di usia yang relatif muda, yakni berkisar 30 hingga usia 40 tahun.

Dampak paling berisiko atas pencemaran udara melalui peleburan aki bekas secara liar berada pada radius 100 meter dari tempat peleburan. Sedangkan yang berada di luar itu hingga jarak 20 kilometer tidak terlalu berisiko tinggi meskipun dampaknya masih berbahaya.

"Dampaknya bisa mengurangi intelektual, daya intelektual, IQ-nya bisa turun. Setidak-tidaknya dia mengalami kesulitan belajar, pertumbuhan otak bagi balita bisa terganggu, pertumbuhan janin dan balita bisa mengarah down syndrom, cacat mental dan bisa juga menjadi cacat fisik," ucapnya.

Timbal mengandung racun bagi tubuh manusia. Zat itu bisa masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi, bahkan juga melalui udara, debu maupun air yang terkontaminasi timbal.

Batas toleransi timbal di dalam darah manusia tidak boleh lebih dari 5 mikrogram per desiliter. Parahnya, hasil penelitian terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar area peleburan aki bekas bisa mencapai 25 hingga 30 mikrogram per desiliter atau lebih dari empat kali lipat dari ambang batas.

Solusi pencegahan atas pencemaran udara melalui peleburan aki bekas tak berizin itu tak bisa dilakukan sepotong-sepotong, terutama terhadap keberadaan peleburan aki bekas skala kecil yang tersebar di beberapa tempat.

"Jadi solusinya adalah, bagaimana mengajak pengelola peleburan aki bekas skala kecil itu bergabung menjadi satu melalui koperasi. Untuk membuat pengelola yang resmi sesuai standar teknologi itukan biayanya mahal, sekitar Rp30-40 miliar. Sementara mereka yang liar ini hanya cukup modal Rp20 juta sudah bisa beroperasi," tukasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6615 seconds (0.1#10.140)