HUT ke-10, Puluhan Mahasiswa Berdemo di Depan Puspemkot Tangsel
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Puluhan aktivis dari berbagai elemen mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan (Puspemkot Tangsel), Jalan Raya Maruga, Ciputat, Selasa (27/11/2018) siang.
Menggunakan satu unit mobil berisi alat pengeras suara, koordinator masa aksi bergantian menyampaikan orasi di depan pintu masuk gedung Puspemkot. Sementara massa lainnya, berbaris menutup separuh jalan raya seraya membentangkan spanduk, poster dan bendera.
Dalam orasinya, pendemo mengkritik perjalanan 10 tahun Kota Tangsel yang dirayakan tiap tanggal 26 November, belum memberikan perubahan nyata. Problem yang paling disorot adalah sektor pendidikan, infrastruktur dan fasilitas publik, serta transparansi penyerapan anggaran.
"Satu dekade Kota Tangsel ini gagal kelola, rakyat tidak terlayani sebagaimana mestinya. Dari tahun ke tahun tak ada evaluasi untuk perbaikan, tak ada subtansi perubahan, yang ada hanya perayaan hura-hura," ujar Aan Wijaya, koordinator aksi.
Beberapa saat setelah berorasi, secara spontan sejumlah mahasiswa membakar replika kado besar yang dibawa. Namun petugas gabungan yang berjaga langsung merespon, dengan berusaha memadamkan api. Tarik-menarik antara petugas dan pendemo tak terelakkan, hingga berlanjut pada kericuhan.
"Saya diseret terus dipukuli sama anggota Satpol PP, itu pelakunya banyak dari Satpol PP semua. Kita aksi damai, tapi kenapa langsung dihadapi dengan tindakan refresif," ujar Gading Setya, salah seorang mahasiswa yang menjadi korban pemukulan di lokasi.
Wajah Gading terlihat memar dan membiru di bagian wajah. Bahkan beberapa mahasiswa pendemo lainnya mengalami hal yang sama, mereka diseret lalu dipukuli beramai-ramai oleh oknum petugas Satpol PP yang berjaga. Petugas kepolisian yang melihat hal itu, lantas berupaya menenangkan emosi masa pendemo.
"Kami akan visum untuk bukti hukum nanti. Hal ini juga kami jadikan bukti, bahwa ternyata pemerintah kota Tangsel menghadapi kritik mahasiswa dengan tangan besi, mengirimkan petugas bermental preman untuk mengacaukan aksi damai kami," imbuh Gading Setya.
Sementara saat dikonfirmasi mengenai insiden pengeroyokan itu, Kasie Dalops Satpol PP Kota Tangsel, Taufik Wahidin, membantah ada anggotanya yang melakukan pengeroyokan kepada mahasiswa. Dia mengatakan, bahwa insiden saat pemadaman api itu berlangsung cepat dan tak ada bukti yang bisa menunjukkan anggotanya melakukan pemukulan.
"Enggak ada (pemukulan), anggota saya hanya berjaga saja. Tadi kan sangat cepat ya waktu pemadaman api, enggak ada buktinya melakukan itu," kata Taufik.
Massa akhirnya memilih membubarkan diri setelah menyerahkan rekomendasi kepada pejabat yang mewakili Pemkot Tangsel. Isi rekomendasi itu meminta klarifikasi terhadap pelayanan beberapa sektor yang dianggap jauh dari harapan.
Menggunakan satu unit mobil berisi alat pengeras suara, koordinator masa aksi bergantian menyampaikan orasi di depan pintu masuk gedung Puspemkot. Sementara massa lainnya, berbaris menutup separuh jalan raya seraya membentangkan spanduk, poster dan bendera.
Dalam orasinya, pendemo mengkritik perjalanan 10 tahun Kota Tangsel yang dirayakan tiap tanggal 26 November, belum memberikan perubahan nyata. Problem yang paling disorot adalah sektor pendidikan, infrastruktur dan fasilitas publik, serta transparansi penyerapan anggaran.
"Satu dekade Kota Tangsel ini gagal kelola, rakyat tidak terlayani sebagaimana mestinya. Dari tahun ke tahun tak ada evaluasi untuk perbaikan, tak ada subtansi perubahan, yang ada hanya perayaan hura-hura," ujar Aan Wijaya, koordinator aksi.
Beberapa saat setelah berorasi, secara spontan sejumlah mahasiswa membakar replika kado besar yang dibawa. Namun petugas gabungan yang berjaga langsung merespon, dengan berusaha memadamkan api. Tarik-menarik antara petugas dan pendemo tak terelakkan, hingga berlanjut pada kericuhan.
"Saya diseret terus dipukuli sama anggota Satpol PP, itu pelakunya banyak dari Satpol PP semua. Kita aksi damai, tapi kenapa langsung dihadapi dengan tindakan refresif," ujar Gading Setya, salah seorang mahasiswa yang menjadi korban pemukulan di lokasi.
Wajah Gading terlihat memar dan membiru di bagian wajah. Bahkan beberapa mahasiswa pendemo lainnya mengalami hal yang sama, mereka diseret lalu dipukuli beramai-ramai oleh oknum petugas Satpol PP yang berjaga. Petugas kepolisian yang melihat hal itu, lantas berupaya menenangkan emosi masa pendemo.
"Kami akan visum untuk bukti hukum nanti. Hal ini juga kami jadikan bukti, bahwa ternyata pemerintah kota Tangsel menghadapi kritik mahasiswa dengan tangan besi, mengirimkan petugas bermental preman untuk mengacaukan aksi damai kami," imbuh Gading Setya.
Sementara saat dikonfirmasi mengenai insiden pengeroyokan itu, Kasie Dalops Satpol PP Kota Tangsel, Taufik Wahidin, membantah ada anggotanya yang melakukan pengeroyokan kepada mahasiswa. Dia mengatakan, bahwa insiden saat pemadaman api itu berlangsung cepat dan tak ada bukti yang bisa menunjukkan anggotanya melakukan pemukulan.
"Enggak ada (pemukulan), anggota saya hanya berjaga saja. Tadi kan sangat cepat ya waktu pemadaman api, enggak ada buktinya melakukan itu," kata Taufik.
Massa akhirnya memilih membubarkan diri setelah menyerahkan rekomendasi kepada pejabat yang mewakili Pemkot Tangsel. Isi rekomendasi itu meminta klarifikasi terhadap pelayanan beberapa sektor yang dianggap jauh dari harapan.
(mhd)