Polemik Pasar Kemiri Muka, Pemkot Depok Tak Kunjung Serahkan Lahan
A
A
A
DEPOK - Sengketa kepemilikan lahan Pasar Kemiri Muka, Beji, Depok hingga kini belum kunjung usai. Klaim kepemilikan atas lahan seluas 2,8 hektare itu masih terus berlanjut antara Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dengan PT Petamburan Jaya Raya (PJR).
Berdasarkan ketetapan hukum, lahan pasar tersebut dinyatakan inkrah milik PT PJR. Namun hingga kini belum dapat dilakukan eksekusi karena Pemkot Depok tidak terima dengan putusan tersebut.
Kasus sengketa status kepemilikan lahan pasar Kemiri Muka berawal dari sidang gugatan perdata yang dimenangkan oleh PT Petamburan Jaya Raya (PT PJR). Saat itu Depok masih berstatus Kota Admistratif (Kotif) atau masih masuk dalam Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Mulai dari Putusan Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Bogor Nomor: 36/Pdt.G/2009/PN.Bgr, tanggal 29 Maret 2010 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 256/Pdt/2010/PT.Bdg, tanggal 5 Oktober 2010 juncto Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 695 K/Pdt/2011, tanggal 9 Februari 2012 juncto Putusan Peninjauan Kembali MA RI Nomor: 476 PK/Pdt/2013, tanggal 4 April 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Hingga keputusan dari Mahlamah Agung itu sudah berkekuatan hukum tetap, sejumlah orang yang mengaku pedagang pasar melakukan gugatan Darden Verzet terhadap putusan eksekusi Pengadilan Negeri Depok. Sebab 19 April 2018 lalu, Pasar Kemiri Muka akan dieksekusi. Akan tetapi gugatan Darden Verzet kandas itu kandas, PN Depok menyatakan gugatan itu ditolak karena tidak berdasar dan tidak beretikat baik untuk menghormati keputusan hukum yang telah inkrah.
"Pihak Wali Kota dikasih teguran, dipanggil ke sini (PN Depok) diingatkan, ini gimana mau menjalankan (eksekusi nya) secara sukarela enggak?" ungkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Depok, Sobandi, Senin (19/11/2018).
Dia mengatakan, pihak Pemkot Depok tidak ada niat baik untuk menjalankan penyerahan pengelolaan pasar Kemiri Muka secara sukarela. Sementara PT Petamburan Jaya Raya memandang itu menyangkut hajat orang banyak, mereka menawarkan jalan damai ke Pemkot Depok.
Yaitu pihak PT Petamburan Jaya bersedia menyewakan sebagian tanah seluas 10 ribu meter persegi (1 ha) dari total jumlah keseluruhan luas tanah 2.8 hektar kepada Pemkot Depok. Kedua, pihak PT PJR bersedia untuk membangun pasar dengan bangunan 2 lantai di atas tanah seluas 10 ribu meter persegi (1 ha) tanpa melibatkan Pemkot Depok dengan catatan bahwa Pemkot Depok harus memberikan konpensasi atau jaminan.
"Hasilnya sama, tawaran itu diabaikan. Pemkot Depok tidak ada niat baik untuk menyerahkan lahan pasar Kemirumuka yang saat ini mereka duduki," tandasnya.
Sementara Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Pemkot Depok Nina Suzana mengaku tidak memiliki bukti hukum kepemilikan (klaim) atas lahan Pasar Kemiri Muka. Mereka hanya memiliki berita acara serah-terima aset dari Pemkab Bogor ke Pemkot Depok tahun 2001 lalu."Kalau ditanya bukti surat-surat kepemilikan, kami ya enggak punya. Tapi dalam inventarisasi aset nomor 0001 Pemkot Depok berdasarkan berita acara nomor 011/300-BPKAD, nomor 030/1159-Umum tanggal 03 Oktober 2001 itu aset Pemkot Depok. Dan berdasarkan UU No 15 Tahun 1999 Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon," katanya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung mengungkapkan, belajar dari kasus ini, mestinya Wali Kota Depok menggunakan momentum ini untuk menanamkan nilai-nilai kepatuhan hukum kepada masyarakat. Sebagai negara yang demokrasinya merangkat maju, mestinya Wali Kota Depok memberikan contoh yang sangat baik kepada warganya untuk taat hukum.
"Bukan malah, mewariskan preseden buruk terhadap penegakan supremasi hukum yang ada di negara ini. Kalau mau menggugat lagi silahkan dan itu hak semua warga negara. Tetapi kasus yang sudah dinyatakan in kracht van gewijsde mestinya dijalankan dulu, kemudian gugat baru lagi," ucapnya.
Berdasarkan ketetapan hukum, lahan pasar tersebut dinyatakan inkrah milik PT PJR. Namun hingga kini belum dapat dilakukan eksekusi karena Pemkot Depok tidak terima dengan putusan tersebut.
Kasus sengketa status kepemilikan lahan pasar Kemiri Muka berawal dari sidang gugatan perdata yang dimenangkan oleh PT Petamburan Jaya Raya (PT PJR). Saat itu Depok masih berstatus Kota Admistratif (Kotif) atau masih masuk dalam Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Mulai dari Putusan Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Bogor Nomor: 36/Pdt.G/2009/PN.Bgr, tanggal 29 Maret 2010 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 256/Pdt/2010/PT.Bdg, tanggal 5 Oktober 2010 juncto Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 695 K/Pdt/2011, tanggal 9 Februari 2012 juncto Putusan Peninjauan Kembali MA RI Nomor: 476 PK/Pdt/2013, tanggal 4 April 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Hingga keputusan dari Mahlamah Agung itu sudah berkekuatan hukum tetap, sejumlah orang yang mengaku pedagang pasar melakukan gugatan Darden Verzet terhadap putusan eksekusi Pengadilan Negeri Depok. Sebab 19 April 2018 lalu, Pasar Kemiri Muka akan dieksekusi. Akan tetapi gugatan Darden Verzet kandas itu kandas, PN Depok menyatakan gugatan itu ditolak karena tidak berdasar dan tidak beretikat baik untuk menghormati keputusan hukum yang telah inkrah.
"Pihak Wali Kota dikasih teguran, dipanggil ke sini (PN Depok) diingatkan, ini gimana mau menjalankan (eksekusi nya) secara sukarela enggak?" ungkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Depok, Sobandi, Senin (19/11/2018).
Dia mengatakan, pihak Pemkot Depok tidak ada niat baik untuk menjalankan penyerahan pengelolaan pasar Kemiri Muka secara sukarela. Sementara PT Petamburan Jaya Raya memandang itu menyangkut hajat orang banyak, mereka menawarkan jalan damai ke Pemkot Depok.
Yaitu pihak PT Petamburan Jaya bersedia menyewakan sebagian tanah seluas 10 ribu meter persegi (1 ha) dari total jumlah keseluruhan luas tanah 2.8 hektar kepada Pemkot Depok. Kedua, pihak PT PJR bersedia untuk membangun pasar dengan bangunan 2 lantai di atas tanah seluas 10 ribu meter persegi (1 ha) tanpa melibatkan Pemkot Depok dengan catatan bahwa Pemkot Depok harus memberikan konpensasi atau jaminan.
"Hasilnya sama, tawaran itu diabaikan. Pemkot Depok tidak ada niat baik untuk menyerahkan lahan pasar Kemirumuka yang saat ini mereka duduki," tandasnya.
Sementara Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Pemkot Depok Nina Suzana mengaku tidak memiliki bukti hukum kepemilikan (klaim) atas lahan Pasar Kemiri Muka. Mereka hanya memiliki berita acara serah-terima aset dari Pemkab Bogor ke Pemkot Depok tahun 2001 lalu."Kalau ditanya bukti surat-surat kepemilikan, kami ya enggak punya. Tapi dalam inventarisasi aset nomor 0001 Pemkot Depok berdasarkan berita acara nomor 011/300-BPKAD, nomor 030/1159-Umum tanggal 03 Oktober 2001 itu aset Pemkot Depok. Dan berdasarkan UU No 15 Tahun 1999 Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon," katanya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung mengungkapkan, belajar dari kasus ini, mestinya Wali Kota Depok menggunakan momentum ini untuk menanamkan nilai-nilai kepatuhan hukum kepada masyarakat. Sebagai negara yang demokrasinya merangkat maju, mestinya Wali Kota Depok memberikan contoh yang sangat baik kepada warganya untuk taat hukum.
"Bukan malah, mewariskan preseden buruk terhadap penegakan supremasi hukum yang ada di negara ini. Kalau mau menggugat lagi silahkan dan itu hak semua warga negara. Tetapi kasus yang sudah dinyatakan in kracht van gewijsde mestinya dijalankan dulu, kemudian gugat baru lagi," ucapnya.
(whb)