Belum Dapat Izin PT KAI, Depo MRT Kampung Bandan Terkendala Lahan
A
A
A
JAKARTA - Depo Mass Rapid Transit (MRT) Fase II di Kampung Bandan, Jakarta Utara dialihkan ke Ancol setelah mendapatkan persetujuan dana dari Pemerintah Jepang. Peralihan depo diakibatkan belum selesainya izin penggunaan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Sekretaris Perusahaan PT MRT, Tubagus Hikmatullah mengatakan penggunaan lahan Kampung Bandan belum mendapatkan persetujuan dari PT KAI. Untuk itu, sambil menyelesaikan penggunaan lahan Kampung Bandan, pihaknya mencari alternatif tempat yang baru.
Terkait persetujuan dana pinjaman dari Jepang sebesar Rp25 triliun dengan trase Bundaran HI-Kampung Bandan, Hikmat menyebut bisa saja jumlahnya bertambah apabila memang ada perpanjangan Depo di Ancol.
"Apabila Depo di Ancol ya pasti bertambah dana pinjaman. Tapi ini juga masih dalam pembahasan. Paralel sambil mencari alternatif tempat baru," ujar tubagus Hikmat melalui pesan singkatnya, Rabu (7/11/2018).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menuturkan, rancangan MRT fase II itu sampai ke kota, namun pihaknya membicarakan agar bisa sampai ke timur seperti ke BMW atau Ancol. Menurutnya, itu masih dalam pembicaraan meski sudah dipaparkan ke pemerintah pusat dan Pemerintah Jepang.
"Ini belum selesai dibicarakan tapi sudah terlanjur ke publik kan. jadi ramai pembicaraan. Tapi itu apa yang direncanakan oleh kita," ucapnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana menegaskan, peralihan Depo ke Ancol itu harusnya menjadi fase tambahan, bukan masuk dalam Fase II seperti yang direncanakan dalam trase awal Bundaran HI-Kampung Bandan. Apalagi usulan trase tersebut diajukan sebagai dana pinjaman dari Pemerintah Jepang sebesar Rp25 triliun dan bahkan sudah disetujui.
Apabila ada perubahan trase pasca mendapatkan persetujuan dana tersebut, kata pria yang akrab disapa Sani itu akan berdampak terhadap ketidakseriusan pemerintah dalam mengurai kemacetan. "Trase yang sudah diusulkan sebagai pinjaman dana itu kan melalui kajian. Berbagai aspek sudah diperhitungkan, baik integrasi ataupun investasi dan demand. Kalau berpindah trase, perencanaan tidak matang. Ini proyek besar loh," jelasnya.
Kepala Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana menyarankan agar PT MRT lebih baik menyelesaikan permasalahan lahan di Kampung Bandan dengan PT KAI sebagai empunya tanah. Sebab, apabila mengalihkanya ke Ancol atau kawasan lainnya, investasi dan pinjaman dana menjadi lebih besar. Termasuk kajian alih depo untuk mengurai kemacetan.
"Kalau tujuanya hanya pindah depo ke Ancol ya sangat disayangkan. Tujuan Urai kemacetan seperti yang disusun di Kampung Bandan agar terintegrasi dengan moda lain dan MRT barat-timur itu gagal terwujud," ungkapnya.
Mantan Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta bidang perkretaapian itu menuturkan, penambahan dana Rp2,5 triliun pada fase I seharusnya tidak terjadi apabila PT MRT memiliki perencanaan yang matang dan melakukan penawasan kepada kontraktor dan sub kontraktornya. Dimana, ada pembangunan jalur layang Fase I mengalami kesalahan tekhnis akibat kurang bagusnya kerjasama sub kontraktor dan pihak kontraktor yang mengharuskan kerja ulang.
"PT MRT yang ditunjuk Pemprov DKI telah memiliki kontraktor dan sub kontraktor untuk membangun transportasi berbasis rel tersebut. Harusnya Fase II MRT lebih meningkatkan pengawasan dan memiliki estimasi perencanaan yang matang," tegasnya.
Sekretaris Perusahaan PT MRT, Tubagus Hikmatullah mengatakan penggunaan lahan Kampung Bandan belum mendapatkan persetujuan dari PT KAI. Untuk itu, sambil menyelesaikan penggunaan lahan Kampung Bandan, pihaknya mencari alternatif tempat yang baru.
Terkait persetujuan dana pinjaman dari Jepang sebesar Rp25 triliun dengan trase Bundaran HI-Kampung Bandan, Hikmat menyebut bisa saja jumlahnya bertambah apabila memang ada perpanjangan Depo di Ancol.
"Apabila Depo di Ancol ya pasti bertambah dana pinjaman. Tapi ini juga masih dalam pembahasan. Paralel sambil mencari alternatif tempat baru," ujar tubagus Hikmat melalui pesan singkatnya, Rabu (7/11/2018).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menuturkan, rancangan MRT fase II itu sampai ke kota, namun pihaknya membicarakan agar bisa sampai ke timur seperti ke BMW atau Ancol. Menurutnya, itu masih dalam pembicaraan meski sudah dipaparkan ke pemerintah pusat dan Pemerintah Jepang.
"Ini belum selesai dibicarakan tapi sudah terlanjur ke publik kan. jadi ramai pembicaraan. Tapi itu apa yang direncanakan oleh kita," ucapnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana menegaskan, peralihan Depo ke Ancol itu harusnya menjadi fase tambahan, bukan masuk dalam Fase II seperti yang direncanakan dalam trase awal Bundaran HI-Kampung Bandan. Apalagi usulan trase tersebut diajukan sebagai dana pinjaman dari Pemerintah Jepang sebesar Rp25 triliun dan bahkan sudah disetujui.
Apabila ada perubahan trase pasca mendapatkan persetujuan dana tersebut, kata pria yang akrab disapa Sani itu akan berdampak terhadap ketidakseriusan pemerintah dalam mengurai kemacetan. "Trase yang sudah diusulkan sebagai pinjaman dana itu kan melalui kajian. Berbagai aspek sudah diperhitungkan, baik integrasi ataupun investasi dan demand. Kalau berpindah trase, perencanaan tidak matang. Ini proyek besar loh," jelasnya.
Kepala Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana menyarankan agar PT MRT lebih baik menyelesaikan permasalahan lahan di Kampung Bandan dengan PT KAI sebagai empunya tanah. Sebab, apabila mengalihkanya ke Ancol atau kawasan lainnya, investasi dan pinjaman dana menjadi lebih besar. Termasuk kajian alih depo untuk mengurai kemacetan.
"Kalau tujuanya hanya pindah depo ke Ancol ya sangat disayangkan. Tujuan Urai kemacetan seperti yang disusun di Kampung Bandan agar terintegrasi dengan moda lain dan MRT barat-timur itu gagal terwujud," ungkapnya.
Mantan Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta bidang perkretaapian itu menuturkan, penambahan dana Rp2,5 triliun pada fase I seharusnya tidak terjadi apabila PT MRT memiliki perencanaan yang matang dan melakukan penawasan kepada kontraktor dan sub kontraktornya. Dimana, ada pembangunan jalur layang Fase I mengalami kesalahan tekhnis akibat kurang bagusnya kerjasama sub kontraktor dan pihak kontraktor yang mengharuskan kerja ulang.
"PT MRT yang ditunjuk Pemprov DKI telah memiliki kontraktor dan sub kontraktor untuk membangun transportasi berbasis rel tersebut. Harusnya Fase II MRT lebih meningkatkan pengawasan dan memiliki estimasi perencanaan yang matang," tegasnya.
(kri)