Kelurahan Mulyaharja Kantung Kemiskinan Terbesar di Kota Bogor
A
A
A
BOGOR - Kelurahan Mulyaharja yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan menjadi ķantung atau penyumbang angka kemiskinan terbesar di Kota Bogor.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Wali Kota Bogor, Usmar Hariman dalam rapat koordinasi (rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Bogor di aula Kantor Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Rabu (7/11/2018).
Menurutnya data tersebut berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang dirilis Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2015 bahwa jumlah keluarga miskin di Kota Bogor mencapai 71.314 kepala keluarga. "Nah, persoalan-persoalan ini sebetulnya terletak di database yang ada. Maka dari itu, hasil dari koordinasi diharapkan dapat menghasilkan data yang valid," jelasnya.
Melalui sampel di Kelurahan Mulyaharja sebagai kantung kemiskinan paling tinggi, pihaknya akan mencoba kroscek kevalidan data tersebut. Nantinya, kata Usmar, validasi data kemiskinan di Kelurahan Mulyaharja ini akan melibatkan para pengurus RT/RW dan LPM serta semua unsur terkait.
"Secara berjenjang validasi data ini akan dimulai dari RT, RW, kelurahan dan nanti masuk ke kecamatan lalu ke Dinas Sosial. Melalui verifikasi dan validasi data ini kita harapkan cepat selesai dengan dibantu unsur-unsur yang terlibat," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor Bambang Ananto Cahyono tingginya angka kemiskinan di Kota Bogor dipengaruhi oleh jumlah masyarat yang tak bekerja alias pengangguran.
"Itu sedikit banyak mempengaruhi angka kemiskinan di Kota Bogor yang sejak 2012 sampai 2017 turun secara lambat hanya sekitar 1 persen," jelasnya.
Data angka pengangguran di Kota Bogor juga masih cukup tinggi di angka 9,57% atau dari 100 orang usia kerja, 9-10 orang masih menganggur. Menurutnya, berdasarkan data 2017 angka kemiskinan Kota Bogor berada di angka 7,11% atau berada di peringkat ke-7 di Jawa Barat.
"Angka kemiskinan ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan Kota Depok yang hanya 2,34 persen," katanya.
BPS, lanjut dia, hanya bisa menyiapkan data saja terkait upaya menekan angka pengangguran maupun kemiskinan. Pihaknya berharap Pemkot Bogor bisa melihat data secara terbuka kemudian bisa mengambil kebijakan yang tepat.
"Terutama dalam hal pengentasan kemiskinan harus sama-sama melihat secara langsung, jangan sampai salah sasaran," ucapnya.
Terkait data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemiskinan, ketenagakerjaan, yakni angkatan kerja dan pengangguran, laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi ini hasil dari tahun 2017 karena yang tahun 2018 masih dalam proses pengumpulan dan pengolahan data.
"Tapi, sejauh ini evaluasi secara umum Kota Bogor ada peningkatan yang lebih baik meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat pada IPM Kota Bogor yang hanya naik 0,66 persen dari sebelumnya 74,50 di 2016 menjadi 75,16 di 2017," katanya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Wali Kota Bogor, Usmar Hariman dalam rapat koordinasi (rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Bogor di aula Kantor Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Rabu (7/11/2018).
Menurutnya data tersebut berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang dirilis Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2015 bahwa jumlah keluarga miskin di Kota Bogor mencapai 71.314 kepala keluarga. "Nah, persoalan-persoalan ini sebetulnya terletak di database yang ada. Maka dari itu, hasil dari koordinasi diharapkan dapat menghasilkan data yang valid," jelasnya.
Melalui sampel di Kelurahan Mulyaharja sebagai kantung kemiskinan paling tinggi, pihaknya akan mencoba kroscek kevalidan data tersebut. Nantinya, kata Usmar, validasi data kemiskinan di Kelurahan Mulyaharja ini akan melibatkan para pengurus RT/RW dan LPM serta semua unsur terkait.
"Secara berjenjang validasi data ini akan dimulai dari RT, RW, kelurahan dan nanti masuk ke kecamatan lalu ke Dinas Sosial. Melalui verifikasi dan validasi data ini kita harapkan cepat selesai dengan dibantu unsur-unsur yang terlibat," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor Bambang Ananto Cahyono tingginya angka kemiskinan di Kota Bogor dipengaruhi oleh jumlah masyarat yang tak bekerja alias pengangguran.
"Itu sedikit banyak mempengaruhi angka kemiskinan di Kota Bogor yang sejak 2012 sampai 2017 turun secara lambat hanya sekitar 1 persen," jelasnya.
Data angka pengangguran di Kota Bogor juga masih cukup tinggi di angka 9,57% atau dari 100 orang usia kerja, 9-10 orang masih menganggur. Menurutnya, berdasarkan data 2017 angka kemiskinan Kota Bogor berada di angka 7,11% atau berada di peringkat ke-7 di Jawa Barat.
"Angka kemiskinan ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan Kota Depok yang hanya 2,34 persen," katanya.
BPS, lanjut dia, hanya bisa menyiapkan data saja terkait upaya menekan angka pengangguran maupun kemiskinan. Pihaknya berharap Pemkot Bogor bisa melihat data secara terbuka kemudian bisa mengambil kebijakan yang tepat.
"Terutama dalam hal pengentasan kemiskinan harus sama-sama melihat secara langsung, jangan sampai salah sasaran," ucapnya.
Terkait data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemiskinan, ketenagakerjaan, yakni angkatan kerja dan pengangguran, laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi ini hasil dari tahun 2017 karena yang tahun 2018 masih dalam proses pengumpulan dan pengolahan data.
"Tapi, sejauh ini evaluasi secara umum Kota Bogor ada peningkatan yang lebih baik meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat pada IPM Kota Bogor yang hanya naik 0,66 persen dari sebelumnya 74,50 di 2016 menjadi 75,16 di 2017," katanya.
(kri)