Kembangkan Karakter Anak, Pemkab Tangerang Gandeng GSM Yogyakarta

Selasa, 16 Oktober 2018 - 20:00 WIB
Kembangkan Karakter...
Kembangkan Karakter Anak, Pemkab Tangerang Gandeng GSM Yogyakarta
A A A
TANGERANG - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang sedang berusaha mengembangkan karakter pelajar mulai dari sekolah. Untuk melakukan langkah ini, Pemkab Tangerang menggandeng Gerakan Sekolah Menyenangkan yang bermarkas di Yogyakarta.

GSM ini, sebenarnya telah dikembangkan sejak lama di Indonesia, sedari tahun 1922, oleh Ki Hadjar Dewantara, dengan Taman Siswa-nya, namun hilang selama era Orba.

Untuk mengembalikan spirit pendidikan yang mengakar kepada masyarakat itulah, digagas GSM di Kabupaten Tangerang, Banten, dengan melibatkan 2.000 SDN dan SMPN yang dikomandoi oleh Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar.

"Gagasan tersebut bukan hanya dari sarana prasarananya, tapi juga dari segi metode pelajaran yang komunikatif, inovatif, dan juga kreatif," kata Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, kepada Koran SINDO, di Pemkab Tangerang, Selasa (16/10/2018)

Dengan pola pendidikan menyenangkan itu, diharapkan sekolah tidak lagi menjadi penjara, maupun pabrik bagi anak, sehingga menciptakan karakter-karakter yang kuat.

"Harapan kami, program ini bisa berjalan dan berkembang terus. Bukan hanya sebatas kehiatan seremonial, tapi menjadi gerakan daerah yang reguler," sambungnya.

Sementara itu, Pendiri GSM Muhammad Nur Rizal mengatakan, ide menghidupkan lagi semangat belajar Taman Siswa, didapat saat dirinya belajar di Australia. Di negeri Kangguru itu, pola pendidikan ini diterapkan.

Namun, di Indonesia, di negeri asalnya, pola pendidikan berbasis karakter ini justru ditinggalkan. Dari sinilah, pihaknya merasa sangat terusik dan mulai berbuat sesuatu.

"GSM ini pertama diterapkan di 20 SD dan SMP Negeri di Yogyakarta. Lalu menyebar ke kota-kota dan daerah lain, seperti ke Jawa Timur. Namun, jumlahnya tidak sebanyak yang ada di sini," sambung Rizal.

Tantangan terbesarnya dalam menerapkan GSM di sekolah negeri, menurutnya adalah paradigma pendidikan di Indonesia yang belum berubah selama era Orba hingga kini.

"Paradigmanya tidak lagi standarisasi nilai, tetapi personalize learning. Berarti, pendidikan harus mampu memfasilitasi dan mendorong setiap keminatan bakat talenta anak-anak untuk berkembang," jelasnya.

Setiap anak, menurutnya, punya minat dan bakat terhadap pendidikan yang berbeda, dan tidak bisa diseragamkan semua. Ada yang lebih ke matematika, IPA, dan bahasa.

Apalagi jika dihubungkan perkembangan industri di abad ke-21 ini. Berdasarkan riset, pengetahuan umum itu hanya dibutuhkan sebanyak 10% saja oleh dunia industri, dan terbanyak kemampuan problem solving.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0126 seconds (0.1#10.140)