BPRD: Kenaikan PBB di Jagakarsa Akibat Ekonominya Tumbuh Pesat

Kamis, 19 Juli 2018 - 21:33 WIB
BPRD: Kenaikan PBB di...
BPRD: Kenaikan PBB di Jagakarsa Akibat Ekonominya Tumbuh Pesat
A A A
JAKARTA - Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) rata-rata sebesar 19% dikeluhkan warga DKI, terutama warga di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebab kenaikan NJOP itu berimbas pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 100%.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI, Faisal Syafruddin, mengatakan, kenaikan NJOP sebenarnya bervariasi dan menyesuaikan harga pasar. Tetapi prinsip utamanya adalah keadilan. Pemprov DKI tak ingin daerah yang sudah mulai padat dengan bangunan, tetapi NJOP-nya masih rendah.

Adapun jika terjadi kenaikan PBB hingga 100% di wilayah tertentu, Faisal menduga wajib pajak tersebut pindah tarif. "Kenaikan 100% itu mungkin dia naik tarif, yang dulunya tarif 01 dia pindah ke 02 atau 03," jelas Faisal kepada wartawan, Kamis (19/7/2018).

Diketahui, ada empat tarif PBB-P2 yang berlaku di DKI Jakarta, yaitu tarif 0,01% untuk NJOP kurang dari Rp200 juta, tarif 0,1% untuk NJOP Rp200 juta sampai dengan kurang dari Rp2 miliar, tarif 0,2% untuk NJOP Rp2 miliar sampai dengan kurang dariRp10 miliar, dan tarif 0,3% untuk NJOP Rp10 miliar atau lebih.

Faisal menuturkan, tidak semua wilayah di DKI mengalami kenaikan PBB hingga 100%. Kenaikan PBB tergantung dari pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah itu. (Baca juga: Jawab Protes DPRD soal NJOP, Anies: Bandingkan dengan 5 Tahun Terakhir)

Wilayah Jagakarsa misalnya, saat ini pertumbuhan ekonominya sangat pesat karena banyak berdiri bangunan komersial dan bangunan perumahan. Tidak seperti beberapa tahun lalu yang banyak hamparan tanah kosong. Penentuan NJOP di Jagakarsa juga disesuaikan dengan harga yang sama dengan daerah wilayah perbatasan.

"Contohnya Cilandak dan Pasar Minggu, itu kami survei berdasarkan harga pasar plus juga dengan perkembangan ekonomi daerah. Jadi seperti itu, jangan sampai orang yang punya tanah di situ, tanahnya dalam zona komersial NJOP-nya masih rendah, kan enggak fair," tandasnya.

Faisal menegaskan, bagi yang merasa keberatan dengan nominal PBB yang harus dibayar, wajib pajak nantinya dapat mengajukan keberatan dan meminta untuk pengurangan pajak. Namun, pengurangan tersebut harus dengan alasan yang jelas, bukti yang konkret, dan kondisi wajib pajak dinilai tidak mampu untuk membayar pajak.

Jika dinilai layak mendapatkan pengurangan proses tersebut dapat dikabulkan dalam satu hari. Apabila diperlukan pemantauan langsung ke lokasi pajak, diperkirakan akan dikabulkan dalam beberapa hari.

"Kami akan lihat kemampuan wajib pajak sendiri. Kan mereka mengajukan nanti kami survei ke sana. Contoh, dia mengajukan pengurangan ternyata dia orang mampu, bangunan mewah di zona itu, enggak mungkin kami berikan pengurangan. Seperti BPJS, kan tidak mungkin diberikan kepada orang yang mampu," pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9832 seconds (0.1#10.140)