Masih Ada Sejumlah Kendala, PT TransJakarta Perlambat Ok Otrip

Rabu, 11 Juli 2018 - 07:17 WIB
Masih Ada Sejumlah Kendala, PT TransJakarta Perlambat Ok Otrip
Masih Ada Sejumlah Kendala, PT TransJakarta Perlambat Ok Otrip
A A A
JAKARTA - Ujicoba program unggulan transportasi One karcis One trip (Ok Otrip) yang telah dilakukan sejak 15 Juni 2018 lalu harus berakhir bulan ini. Selama ujicoba dua bulan lebih, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) tidak mampu merangkul operator existing dan standar pelayanan minimum (SPM).

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, pelaksanaan program Ok Otrip merupakan kewenangan PT Transportasi Jakarta (TransJakarta), sedangkan Dinas Perhubungan sebagai regulator hanya penengah antara operator dan PT TransJakarta. Begitu tidak kunjung sepakat, Dinas Perhubungan memberikan solusi.

Seperti yang telah dilakukan dan tertuang dalam surat yang dilayangkan kepada PT TransJakarta sebanyak tiga kali dan berisi pertama terkait rupiah perkilometer. Dinas perhubungan menyarankan agar PT TransJakarta membuka secara terang-terangan komponen penghitungan rupiah perkilometer yang diputuskan sekitar Rp3,749.

"Buka komponen perhitungan rupiah perkilometer sesuai aturan Dirjen Perhubungan darat Kementerian Perhubungan. Kalau sudah sesuai, operator harus mengikuti, tapi kalau belum sesuai ya PT TransJakarta harus menyesuaikannya," kata Andri Yansyah saat dihubungi, kemarin.

Andri menjelaskan, selama ini penentuan rupiah perkilometer yang diputuskan oleh PT TransJakarta tidak dibuka secara terang-terangan. Sehingga ada perdebatan dengan hitungan komponen rupiah perkilometer operator existing. Akibatnya, dari 11 operator, baru dua yang mau bergabung, yakni KWK dan Budi luhur.

Kemudian lanjut Andri, permasalahan jarak tempuh seperti yang terjadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dimana, para operator existing di kawasan tersebut menilai sulit menempuh jarak 175 kilometer perhari sesuai yang diputuskan PT TransJakarta.

Operator hanya sanggup memenuhi jarak tempuh sekitar 150 kilometer. Dinas Perhubungan sendiri sudah meminta keduanya mencari jalan tengah dengan menghitung 175+150 dibagi dua dan hasilnya sekitar 162,5 kilometer. Sayangnya, PT TransJakarta tidak menggubris hal itu.

"Harusnya diujicobakan dahulu. Kan setiap trayek memiliki jarak berbeda. operator mana yang memang tidak bisa menempuh dan tidak 162,5 kilometer. Nanti tinggal dibayar berbeda seperti yang berlaku di masing-masing koridor bus TransJakarta saat ini," ungkapnya.

Kemudian yang tidak kalah penting, kata Andri adalah pencapaian SPM dalam program OK Otrip. Diantaranya yakni bus stop, kondisi jalan, armada, administrasi harus sesuai dengan yang ditentukan. Menurutnya, saat ini PT transJakarta hanya melakukan taping pencapaian trayek wilayah integrasi.

"Pak Gubernur dan Wakil Gubernur meminta masalah ini selesai akhir bulan ini," tegasnya.

Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai bahwa program Ok Otrip yang diujicobakan saat ini hanyalah asal dan hanya menyentuh sistem taping saja. Padahal, untuk memindahkan pengendara pribadi ke dalam angkutan umum sesuai program Ok Otrip dan diatur dalam Permenhub 29 Tahun 2015, angkutan umum harus memenuhi SPM fasilitas pelayanan.

Artinya, lanjut Shafruhan, selain menghitung bersama komponen rupiah perkilometer dan jarak tempuh, SPM menjadi sangat penting dalam program Ok Otrip yang menyentuh hingga ke pemukiman.

"Nah kalau yang terjadi saat ini, apa bedanya dengan angkot yang ada? Cuma taping doang kan. Naik dan turun penumpang saja sembarangan," ungkapnya.

Pada prinsipnya, kata Shafruhan, operator sangat siap mengikuti dan bahkan mendukung Ok otrip. Namun, dari masalah tarif saja, PT TransJakarta dan Dinas perhubungan tidak bisa memutuskanya dengan bijak.

"Jadi ketimbang ikut asal-asalan, mending kita persiapkan sesuai aturan SPM," ujarnya.

Sementara itu, Kepala humas PT TransJakarta, Wibowo menampik bahwa PT TransJakarta menutup penghitungan komponen rupiah perkilometer. Menurutnya, penghitungan rupiah perkilometer dibuka transparansi karena melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah (LKPP) serta dibahas bersama operator.

Masalah belum bergabungnya Operator Ok Otrip saat ini, lanjut Wibowo hanyalah tarif rupiah perkilometer yang tidak menemui kesepakatan. Dimana, para operator meminta angka yang bervariasi.

"Variasi permintaanya, kalau berbeda-beda bisa konflik," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menuturkan, Ok Otrip yang telah diperpanjang dua kali sejak 15 Juni lalu ini baru dua operator yang bergabung. Dari 30 trayek, baru enam trayek yang tercapai. Kemudian dari jumlah armada angkot yang ditargetkan 2,687 unit hingga akhir tahun, saat ini tidak sampai seratus.

"Jadi ini presentasenya masih sangat rendah dan kita akan terus genjot. Karena sebagian dari masyarakat dari internal big data kita menyatakan bahwa Ok otrip ini sangat membantu. Jadi selama ini kesulitannya adalah penentuan rupiah per km yang insentif yang bisa diberikan operator," ungkapnya.

Pada rapat pimpinan sebebelumnya, lanjut Sandi, gubernur Anies meminta akhir bulan ini semua bergabung, operator ataupun masyoritas harus bergabung. Sehingga akhir tahun ini target bisa tercapai.

Salah satu yang diperlukan operator itu adalah Rupiah per km nya jangan ada dusta diantara kita. Padahal yang terjadi itu adalah ketidaksinkronan internal di Pemprov sendiri antara dinas perhubungan dan Transjakarta.

"Jadi kita minta ini diperbaiki ke depan dan kita mohon maaf atas keterlambatan ini dan kita akan percepat," tegasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5969 seconds (0.1#10.140)