Ramadhan, Gelandangan dan Pengemis di Bogor Meningkat
A
A
A
BOGOR - Bulan Ramadhan sepertinya banyak dimanfaatkan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), mulai dari gelandangan, pengemis, pengamen untuk mengais rezeki di Bogor. Namun kondisi tersebut menjadi masalah tersendiri dan banyak dikeluhkan masyarakat.
Kepala Dinas Sosial Kota Bogor Azrin Syamsudin mengakui, jumlah PMKS selalu meningkat saat Ramadhan. Meski, peningkatannya diakui belum sebanyak tahun lalu.
"Paling tidak kami antisipasi. Nanti kami akan lakukan razia terpadu," katanya di Bogor, Jumat (25/5/2018).
Menurut data 2017, jumlah PMKS yang terjaring razia di Kota Bogor mencapai 467 orang. Razia tersebut menyasar kelompok anak jalanan (140 orang), gelandang pengemis (257) dan pekerja seks komersial (70). Penambahannya diperkirakan mulai signifikan sekitar hari kesepuluh Ramadan.
Selama ini, Azrin mengklaim telah melakukan pemantauan rutin ke tempat-tempat biasa mereka berkumpul. Mereka diketahui kerap berada di sekitar Tugu Kujang, salah satu restoran cepat di Jalan Pajajaran, termasuk di kawasan Jembatan Merah, Jalan Muslihat.
Pemantauan biasanya dilakukan mulai dari kantor Dinas Sosial di Jalan Merdeka berlanjut ke Jalan Pajajaran, Jalan Abdullah Bin Nuh hingga Bubulak. Pemantauan rutin menurut dia dilakukan minimal tiga kali sehari.
Namun, Azrin mengaku masih kesulitan melakukan pemantauan tersebut pada malam hari. "Karena tenaganya kurang, paling pagi sampai sore saja," katanya mengakui sasaran penertiban pada malam hari lebih kepada para pekerja seks komersial.
Menurut pendataan dinas tersebut, para PMKS itu mayoritas berasal dari luar daerahnya seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur hingga Depok. Sebagian kecil diakui berasal dari Kota Bogor yakni "kampung pengemis" Kecamatan Bogor Tengah.
Hal serupa terjadi di Kabupaten Bogor. Dinas Sosial setempat mencatat peningkatan PMKS, khususnya pada kelompok anak jalanan. Jumlah anjal yang terjaring razia sepanjang 2017 tercatat sebanyak 939 orang, sementara pada 2016 hanya 684 orang. Angkanya pun terus bertambah saat Ramadan.
Kepala Dinsos Kabupaten Bogor Roy Khaerudin menduga peningkatan tersebut disebabkan oleh perkembangan sektor industri. "Keberadaan kawasan industri menarik bagi PMKS. Mereka senang di jalanan karena bisa meraup pendapatan besar," katanya.
Hasil razia petugas Satuan Polisi Pamong Praja biasanya akan diserahkan kepada Dinas Sosial setempat. Roy mengatakan jajarannya selanjutnya melakukan penyaringan PMKS berdasarkan tempat asal mereka. PMKS yang berasal dari luar daerah akan dikembalikan.
Sedangkan bagi penduduk lokal, dinas terkait melakukan pembinaan dan pelatihan. Meski, ia mengakui upaya tersebut juga kurang optimal akibat kekurangan anggaran. "Anggarannya setahun hanya Rp50 jutaan," kata Roy.
Upaya pemerintah juga terkendala keberadaan pihak yang mengakomodasi dan menyalurkan para PMKS ke tempat-tempat tertentu. Jangkauan mereka tak hanya di wilayah Kecamatan Cibinong, Citeureup dan Sukaraja, bahkan hingga perbatasan seperti Jasinga.
Kepala Dinas Sosial Kota Bogor Azrin Syamsudin mengakui, jumlah PMKS selalu meningkat saat Ramadhan. Meski, peningkatannya diakui belum sebanyak tahun lalu.
"Paling tidak kami antisipasi. Nanti kami akan lakukan razia terpadu," katanya di Bogor, Jumat (25/5/2018).
Menurut data 2017, jumlah PMKS yang terjaring razia di Kota Bogor mencapai 467 orang. Razia tersebut menyasar kelompok anak jalanan (140 orang), gelandang pengemis (257) dan pekerja seks komersial (70). Penambahannya diperkirakan mulai signifikan sekitar hari kesepuluh Ramadan.
Selama ini, Azrin mengklaim telah melakukan pemantauan rutin ke tempat-tempat biasa mereka berkumpul. Mereka diketahui kerap berada di sekitar Tugu Kujang, salah satu restoran cepat di Jalan Pajajaran, termasuk di kawasan Jembatan Merah, Jalan Muslihat.
Pemantauan biasanya dilakukan mulai dari kantor Dinas Sosial di Jalan Merdeka berlanjut ke Jalan Pajajaran, Jalan Abdullah Bin Nuh hingga Bubulak. Pemantauan rutin menurut dia dilakukan minimal tiga kali sehari.
Namun, Azrin mengaku masih kesulitan melakukan pemantauan tersebut pada malam hari. "Karena tenaganya kurang, paling pagi sampai sore saja," katanya mengakui sasaran penertiban pada malam hari lebih kepada para pekerja seks komersial.
Menurut pendataan dinas tersebut, para PMKS itu mayoritas berasal dari luar daerahnya seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur hingga Depok. Sebagian kecil diakui berasal dari Kota Bogor yakni "kampung pengemis" Kecamatan Bogor Tengah.
Hal serupa terjadi di Kabupaten Bogor. Dinas Sosial setempat mencatat peningkatan PMKS, khususnya pada kelompok anak jalanan. Jumlah anjal yang terjaring razia sepanjang 2017 tercatat sebanyak 939 orang, sementara pada 2016 hanya 684 orang. Angkanya pun terus bertambah saat Ramadan.
Kepala Dinsos Kabupaten Bogor Roy Khaerudin menduga peningkatan tersebut disebabkan oleh perkembangan sektor industri. "Keberadaan kawasan industri menarik bagi PMKS. Mereka senang di jalanan karena bisa meraup pendapatan besar," katanya.
Hasil razia petugas Satuan Polisi Pamong Praja biasanya akan diserahkan kepada Dinas Sosial setempat. Roy mengatakan jajarannya selanjutnya melakukan penyaringan PMKS berdasarkan tempat asal mereka. PMKS yang berasal dari luar daerah akan dikembalikan.
Sedangkan bagi penduduk lokal, dinas terkait melakukan pembinaan dan pelatihan. Meski, ia mengakui upaya tersebut juga kurang optimal akibat kekurangan anggaran. "Anggarannya setahun hanya Rp50 jutaan," kata Roy.
Upaya pemerintah juga terkendala keberadaan pihak yang mengakomodasi dan menyalurkan para PMKS ke tempat-tempat tertentu. Jangkauan mereka tak hanya di wilayah Kecamatan Cibinong, Citeureup dan Sukaraja, bahkan hingga perbatasan seperti Jasinga.
(mhd)