Isu Teror Bom di Gereja Duren Sawit, Pelaku Mengaku Iseng
A
A
A
JAKARTA - Polisi menangkap pelaku penyebar isu hoax, MIA (25) tentang adanya bom di Gereja Santa Anna, Duren Sawit, Jakarta Timur kemarin. Adapun MIA mengaku menyebarkan isu hoax itu karena iseng.
Kapolres Jakarta Timur Kombes Tony Surya Putra mengatakan, pelaku menyalahgunakan nomor aduan polisi yang memang diinformasikan ke masyarakat. Padahal, kontak kepolisian disebar agar masyarakat mudah melapor saat ada gangguan keamanan, ketertiban, dan tindak pidana.
"Ini motifnya, pengakuan pelaku ya iseng. Artinya dengan melakukan itu, reaksinya gimana. Sejauh ini, pekerjaan dia masih serabutan, kadang jadi driver," ujarnya pada wartawan, Selasa (15/5/2018). (Baca: Polisi Ringkus Penyebar Isu Ada Bom di Gereja Duren Sawit )
Menurutnya, pelaku ditangkap polisi pada Senin, 14 Mei 2018 di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Kini, pelaku dijerat pasal berlapis, yakni Undang-Undang ITE dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup.
"Adanya telepon yang dilakukan pelaku itu membuat keresahan, membuat panik, baik petugas maupun masyarakat, khususnya yang ada di gereja. Apalagi saat beredar di medsos, semua pembaca akan resah dan ini tindakan teror," katanya.
Kapolres Jakarta Timur Kombes Tony Surya Putra mengatakan, pelaku menyalahgunakan nomor aduan polisi yang memang diinformasikan ke masyarakat. Padahal, kontak kepolisian disebar agar masyarakat mudah melapor saat ada gangguan keamanan, ketertiban, dan tindak pidana.
"Ini motifnya, pengakuan pelaku ya iseng. Artinya dengan melakukan itu, reaksinya gimana. Sejauh ini, pekerjaan dia masih serabutan, kadang jadi driver," ujarnya pada wartawan, Selasa (15/5/2018). (Baca: Polisi Ringkus Penyebar Isu Ada Bom di Gereja Duren Sawit )
Menurutnya, pelaku ditangkap polisi pada Senin, 14 Mei 2018 di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Kini, pelaku dijerat pasal berlapis, yakni Undang-Undang ITE dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup.
"Adanya telepon yang dilakukan pelaku itu membuat keresahan, membuat panik, baik petugas maupun masyarakat, khususnya yang ada di gereja. Apalagi saat beredar di medsos, semua pembaca akan resah dan ini tindakan teror," katanya.
(ysw)