Maret 2019, Mobil Masuk Jakarta Bayar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menargetkan sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) segera bisa dioperasikan paling lambat pada Maret 2019. Sistem ERP dinilai paling ideal untuk mengatasi kemacetan parah lalu lintas saat ini.
Persiapan pemberlakuan sistem baru ini telah dimatangkan. Kendati beberapa kali sempat kesulitan mencari investor, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI kini telah memulai tahapan lelang. Sudah ada beberapa perusahaan yang berminat, termasuk asal Swedia dan Austria. Diharapkan paling lambat dalam enam bulan mendatang, Dishub akan mendapatkan perusahaan yang tepat untuk digandeng mengoperasikan ERP.
Sistem yang antara lain berlaku di Jalan Sudirman dan Thamrin ini bisa berjalan efektif jika moda transportasi massal Jakarta juga tersedia dengan baik seperti dengan beroperasinya mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT). Revitalisasi angkutan umum non bus rapid transit (BRT) yang terintegrasi dengan BRT, MRT, LRT dan moda transportasi lainnya juga membuat ERP akan lebih optimal. Belum ada kepastian soal tarif ERP, namun rencananya biaya ERP akan fluktuatif menyesuaikan tingkat kemacetan jalan raya.
Pemberlakukan ERP dianggap mendesak melihat pergerakan lalu lintas kendaraan di Kota Jakarta yang sangat tinggi. Berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Jumlah penduduk Jabodetabek saat ini mencapai 31.077.315 jiwa. Adapun jumlah kendaran yang dimiliki penduduk sebanyak 24.897.391 unit, terdiri 2% angkutan umum, 23% mobil pribadi dan 75% sepeda motor.
Pada 2015, total pergerakan penduduk di Jabodetabek sebesar 47,5 juta per hari. Terdiri dari pergerakan dalam kota Jakarta 23,42 juta orang per hari, Pergerakan komuter 4,06 juta orang per hari dan pergerakan melintas Jakarta dan internal Bodetabek 20,02 juta orang per hari. Pada 2018 ini, pergerakan penduduk bahkan sudah mencapai 50 juta per hari.
Tingginya pergerakan itu memicu kemacetan lalu lintas di berbagai lokasi. Wakil Gubernur Sandiaga Uno menyebut, kendaraan dari luar Jakarta berkontribusi terhadap kemacetan saat ini karena jumlahnya mencapai 50%. Sandi menganggap, model ERP yang digagas sejak 2012 lalu masih menjadi yang terbaik di antara sistem lainnya. Toh demikian, Pemprov DKI tetap membuka masukan dari berbagai pihak untuk mencari solusi mengatasi kemacetan Ibu kota.
Belum ada kepastian apakah selain mobil, sistem yang diusulkan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ini ERP juga akan diberlakukan untuk sepeda motor. "Saya ingin baca lebih detail usulan BPTJ erlebih dahulu sebelum menanggapinya," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta, kemarin.
Kepala Dishub DKI Jakarta Andri Yansyah meyakini ERP menjadi solusi pembatasan kendaraan yang efektif. Untuk itu dia meminta seluruh pihak terkait dan masyarakat membantu agar ERP segera bisa terwujud. Ditargetkan pertengahan 2019 ERP sudah beroperasi di dua kawasan yang diatur sebelumnya. “Nah, kalau pembangunan sudah selesai kita beli dengan pinjaman uang dari Bank dan kita cicil, paling tiga tahun selesai. Operatornya di kita," ujarnya.
Kurangi Macet 60%
Dukungan pemberlakuan ERP juga disampaikan Polda Metro Jaya. Polda meminta agar ERP bisa dipercepat. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, saat ini jumlah perjalanan di Jakarta sudah mencapai 20 juta lebih per harinya. Jika tidak diberikan kebijakan baru maka tidak menutup kemungkinan jalan di Ibu Kota bisa tidak bergerak dalam dua tahun ke depan. "Kalau bisa ERP dipercepat, tapi semuanya adalah kewenangan dari Pemprov DKI," katanya.
Dia menegaskan, pihaknya juga sudah menyiapkan electronic traffic law enforcement (ETLE) untuk mendukung program ERP. Selama ini kendala yang dihadapi mengapa belum dilaksanakan ERP karena infrasuktur transportasi yang masih dalam tahap pembangunan.
Menurutnya, dengan ERP pihaknya yakin bisa mengurangi kemacetan hingga 60%.
Soal idealnya sistem ERP juga diakui pengamat transportasi Unika Soegijapranoto Semarang Djoko Setijowarno. Dia menyarankan agar kepolisian dilibatkan lantaran pengawasan ideal sebuah pembatasan dengan sistem ERP adalah registrasi identifikasi kendaraan. Artinya, jangan sampai pemilik kendaraan yang meminjamkan atau menjual kendaraanya ke pihak lain menjadi tanggung jawab pelanggaran ERP. "Kalau tanpa sistem, mau bagaimana pelaksanaannya? Akan timbul pungutan liar baru kalau dipaksakan. Jadi ya tunggu ERP," kata Djoko.
Rencana pembatasan kendaraan, menurut dia, adalah hal yang wajar untuk mengendalikan lalu lintas. Namun sebelum dilakukan pembatasan, wajib hukumnya BPTJ merevitalisasi angkutan umum di Jabodetabek. Saat ini, tingkat kemacetan Jakarta semakin tinggi, di mana sepeda motor makin dominan sedang angkutan umum makin menurun. Peran angkutan umum massal baru mencapai 2-3%, KRL 3-4%.
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Dhanang Parikesit menyarankan penerapan ERP harus disamaratakan. Tidak hanya untuk mobil, ERP harus diberlakuan untuk beberapa kendaraan seperti motor dan juga angkutan barang. Selain itu, Dhanang menekankan untuk memperhatikan segala aspek kemacetan. “Intinya semua kendaraan diterapkan, ukur pula harganya dari segi macet. Bila macetnya panjang dan lama maka harus dibedakan dengan macetnya sebentar,” kata Dhanang kemarin. Dia berharap, Pemprov DKI terus dikaji matang, agar tak menimbulkan gejolak. Termasuk dengan alat-alat yang terpasang untuk membaca kendaraan, yakni on board unit (OBU). (Bima Setiyadi/Yan Yusuf/ Helmi Syarif)
Persiapan pemberlakuan sistem baru ini telah dimatangkan. Kendati beberapa kali sempat kesulitan mencari investor, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI kini telah memulai tahapan lelang. Sudah ada beberapa perusahaan yang berminat, termasuk asal Swedia dan Austria. Diharapkan paling lambat dalam enam bulan mendatang, Dishub akan mendapatkan perusahaan yang tepat untuk digandeng mengoperasikan ERP.
Sistem yang antara lain berlaku di Jalan Sudirman dan Thamrin ini bisa berjalan efektif jika moda transportasi massal Jakarta juga tersedia dengan baik seperti dengan beroperasinya mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT). Revitalisasi angkutan umum non bus rapid transit (BRT) yang terintegrasi dengan BRT, MRT, LRT dan moda transportasi lainnya juga membuat ERP akan lebih optimal. Belum ada kepastian soal tarif ERP, namun rencananya biaya ERP akan fluktuatif menyesuaikan tingkat kemacetan jalan raya.
Pemberlakukan ERP dianggap mendesak melihat pergerakan lalu lintas kendaraan di Kota Jakarta yang sangat tinggi. Berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Jumlah penduduk Jabodetabek saat ini mencapai 31.077.315 jiwa. Adapun jumlah kendaran yang dimiliki penduduk sebanyak 24.897.391 unit, terdiri 2% angkutan umum, 23% mobil pribadi dan 75% sepeda motor.
Pada 2015, total pergerakan penduduk di Jabodetabek sebesar 47,5 juta per hari. Terdiri dari pergerakan dalam kota Jakarta 23,42 juta orang per hari, Pergerakan komuter 4,06 juta orang per hari dan pergerakan melintas Jakarta dan internal Bodetabek 20,02 juta orang per hari. Pada 2018 ini, pergerakan penduduk bahkan sudah mencapai 50 juta per hari.
Tingginya pergerakan itu memicu kemacetan lalu lintas di berbagai lokasi. Wakil Gubernur Sandiaga Uno menyebut, kendaraan dari luar Jakarta berkontribusi terhadap kemacetan saat ini karena jumlahnya mencapai 50%. Sandi menganggap, model ERP yang digagas sejak 2012 lalu masih menjadi yang terbaik di antara sistem lainnya. Toh demikian, Pemprov DKI tetap membuka masukan dari berbagai pihak untuk mencari solusi mengatasi kemacetan Ibu kota.
Belum ada kepastian apakah selain mobil, sistem yang diusulkan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ini ERP juga akan diberlakukan untuk sepeda motor. "Saya ingin baca lebih detail usulan BPTJ erlebih dahulu sebelum menanggapinya," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta, kemarin.
Kepala Dishub DKI Jakarta Andri Yansyah meyakini ERP menjadi solusi pembatasan kendaraan yang efektif. Untuk itu dia meminta seluruh pihak terkait dan masyarakat membantu agar ERP segera bisa terwujud. Ditargetkan pertengahan 2019 ERP sudah beroperasi di dua kawasan yang diatur sebelumnya. “Nah, kalau pembangunan sudah selesai kita beli dengan pinjaman uang dari Bank dan kita cicil, paling tiga tahun selesai. Operatornya di kita," ujarnya.
Kurangi Macet 60%
Dukungan pemberlakuan ERP juga disampaikan Polda Metro Jaya. Polda meminta agar ERP bisa dipercepat. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, saat ini jumlah perjalanan di Jakarta sudah mencapai 20 juta lebih per harinya. Jika tidak diberikan kebijakan baru maka tidak menutup kemungkinan jalan di Ibu Kota bisa tidak bergerak dalam dua tahun ke depan. "Kalau bisa ERP dipercepat, tapi semuanya adalah kewenangan dari Pemprov DKI," katanya.
Dia menegaskan, pihaknya juga sudah menyiapkan electronic traffic law enforcement (ETLE) untuk mendukung program ERP. Selama ini kendala yang dihadapi mengapa belum dilaksanakan ERP karena infrasuktur transportasi yang masih dalam tahap pembangunan.
Menurutnya, dengan ERP pihaknya yakin bisa mengurangi kemacetan hingga 60%.
Soal idealnya sistem ERP juga diakui pengamat transportasi Unika Soegijapranoto Semarang Djoko Setijowarno. Dia menyarankan agar kepolisian dilibatkan lantaran pengawasan ideal sebuah pembatasan dengan sistem ERP adalah registrasi identifikasi kendaraan. Artinya, jangan sampai pemilik kendaraan yang meminjamkan atau menjual kendaraanya ke pihak lain menjadi tanggung jawab pelanggaran ERP. "Kalau tanpa sistem, mau bagaimana pelaksanaannya? Akan timbul pungutan liar baru kalau dipaksakan. Jadi ya tunggu ERP," kata Djoko.
Rencana pembatasan kendaraan, menurut dia, adalah hal yang wajar untuk mengendalikan lalu lintas. Namun sebelum dilakukan pembatasan, wajib hukumnya BPTJ merevitalisasi angkutan umum di Jabodetabek. Saat ini, tingkat kemacetan Jakarta semakin tinggi, di mana sepeda motor makin dominan sedang angkutan umum makin menurun. Peran angkutan umum massal baru mencapai 2-3%, KRL 3-4%.
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Dhanang Parikesit menyarankan penerapan ERP harus disamaratakan. Tidak hanya untuk mobil, ERP harus diberlakuan untuk beberapa kendaraan seperti motor dan juga angkutan barang. Selain itu, Dhanang menekankan untuk memperhatikan segala aspek kemacetan. “Intinya semua kendaraan diterapkan, ukur pula harganya dari segi macet. Bila macetnya panjang dan lama maka harus dibedakan dengan macetnya sebentar,” kata Dhanang kemarin. Dia berharap, Pemprov DKI terus dikaji matang, agar tak menimbulkan gejolak. Termasuk dengan alat-alat yang terpasang untuk membaca kendaraan, yakni on board unit (OBU). (Bima Setiyadi/Yan Yusuf/ Helmi Syarif)
(nfl)