Mobil Masuk Jakarta Diusulkan Bayar, Pengamat: Sistemnya Gimana?

Minggu, 25 Maret 2018 - 18:58 WIB
Mobil Masuk Jakarta...
Mobil Masuk Jakarta Diusulkan Bayar, Pengamat: Sistemnya Gimana?
A A A
JAKARTA - Pembatasan kendaraan pribadi dari luar Jakarta masuk Ibu Kota dengan cara berbayar diyakini sulit diwujudkan. Salah satu ganjalan besarnya adalah sistem.

Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranoto, Djoko Setidjawarno, mengatakan, usulan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) membatasi kendaraan masuk Jakarta tidak bisa dilakukan tanpa adanya sistem. Adapun salah satu sistem yang ideal menurut Djoko, adalah jalan berbayar elektronik atau Elektronik Road Pricing (ERP).

Selain itu, Djoko juga menyarankan agar pihak kepolisian dilibatkan, lantaran pengawasan ideal sebuah pembatasan kendaraan dengan sistem ERP adalah registrasi identifikasi kendaraan. Jangan sampai pemilik kendaraan yang meminjamkan atau menjual kendaraanya ke pihak lain menjadi tanggung jawab pelanggar ERP.

"Kalau tanpa sistem, mau bagaimana pelaksanaannya? Akan timbul pungutan liar baru kalau dipaksakan. Jadi ya tunggu ERP yang katanya akan diberlakukan pada 2019," ujar Djoko saat dihubungi, Minggu (25/3/2018). (Baca: Mobil Masuk Jakarta Diusulkan Bayar, Anies: Saya Pelajari Dulu)

Djoko sepakat pembatasan kendaraan merupakan salah satu elemen dalam mengurai kemacetan di Ibu Kota. Artinya, usulan pembatasan kendaraan masuk Jakarta sah-sah saja dan memang boleh diberlakukan. Namun sebelum aturan itu diberlakukan, wajib hukumnya pemerintah, dalam hal ini BPTJ, merevitalisasi angkutan umum hingga ke seluruh kawasan pemukiman di Jabodetabek.

Berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, penduduk Jabodetabek pada 2015 tercatat 31.077.315 jiwa dengan jumlah kendaraan bermotor sebanyak 24.897.391 unit. Rinciannya, 2% angkutan umum, 23% mobil pribadi, dan 75% sepeda motor.

Sedangkan total pergerakan orang di Jabodetabek pada 2015 tercatat 47,5 juta per hari. Pergerakan dalam Kota Jakarta tercatat 23,42 juta orang per hari. Kemudian pergerakan komuter sebanyak 4,06 juta orang per hari, dan pergerakan melintas Jakarta dan internal Bodetabek sebanyak 20,02 juta orang per hari. Tahun 2018, pergerakan orang diprediksi bisa mencapai 50 juta per hari.

Permasalahan sekarang adalah tingkat kemacetan semakin tinggi, sepeda motor kian dominan, sedangkan angkutan umum terus menurun. Peran angkutan umum massal baru mencapai 2-3% dan kereta api (commuter line) 3-4%. Infrastruktur angkutan massal juga masih sangat terbatas, pengadaan bus dan KRL masih belum memenuhi perjalanan, serta minimnya pendanaan angkutan umum, khususnya di kawasan Bodetabek.

"Pada 2019 ditargetkan 40 persen penggunaan kendaraan pribadi. Jadi ERP 2019 berbarengan dengan peningkatan angkutan masal. Pilihan revitalisasi angkutan umum di kawasan Bodetabek mutlak harus segera dilakukan, supaya kemacetan di perkotaan bisa berkurang. Udara makin nyaman, publik makin senang, lalu lintas makin lancar," paparnya.

Terkait sistem ERP yang ditarget selesai pada 2019, Djoko menyarankan agar Pemprov DKI menyerahkanya kepada BPTJ. Dengan demikian kendala atau hal-hal yang kerap dipermasalahkan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dan sebagainya, dapat diselesaikan, dengan menggunakan peraturan presiden (perpres).

"Terkadang ada investor mau menanamkan modal dinilai sebagai suatu permasalahan, Tentunya investor itu dilindungi konsensi nilai plus. Jakarta tidak punya uang bayar ERP sendiri. KPPU jangan kaku," pungkasnya. (Baca juga: KPPU: Lelang Tender ERP Jakarta Berpotensi Pelanggaran Hukum)
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5980 seconds (0.1#10.140)