Bekasi Lakukan Penyesuaian Tarif Pajak Reklame
A
A
A
BEKASI - Pada 2018 Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mulai menata ribuan reklame yang terpampang di wilayahnya. Penataan dilakukan dengan mengubah besaran tarif pajak reklame yang selama ini hanya berdasarkan status jalan.
Imbasnya, besaran tarif tersebut sangat merugikan pemerintah daerah dari segi pendapatan sektor retribusi reklame. "Mulai tahun ini besaran tarif reklame di Kota Bekasi akan berubah dari tarif sebelumnya," ujar Plt Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Koswara Hanafi, Senin (19/2).
Menurut dia, besaran tarif tersebut sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No 11 Tahun 2017 yang ditetapkan pada 2017.
Namun, saat ini pemerintah sedang memproses pembuatan Peraturan Wali Kota (Perwal) untuk menguatkan perda itu. Koswara menjelaskan, penetapan tarif berdasarkan status jalan sudah tidak rasional.
Sebab, tarif yang dikenakan kepada pengusaha reklame sudah tidak relevan. Apalagi, pemasangan iklan reklame di Kota Bekasi tidak lagi melihat status jalan, apakah jalan kota, jalan provinsi, atau jalan nasional, tapi lebih cenderung melihat sebuah kawasan, strategis atau tidak.
Akibatnya, penerapan tarif pajak berdasarkan kelas jalan dianggap merugikan pemerintah. Pemasang iklan di sebuah kawasan strategis dikenakan tarif yang lebih murah karena tidak berada di jalan nasional.
Koswara mencontohkan, pemasangan reklame di Jalan Ahmad Yani yang berstatus jalan kota justru lebih ramai bila dibandingkan Jalan Siliwangi atau Jalan Narogong yang menjadi jalan nasional.
Padahal tarifnya murah di jalan kota dibanding jalan nasional. Bahkan, di DKI Jakarta pengenaan pajak reklame sudah tidak lagi berdasarkan kelas jalan.
Di sana, Gubernur DKI Jakarta menerapkan pajak reklame berbasis kawasan sehingga lebih mudah menatanya. "Kawasan padat lebih mahal dibanding dengan kawasan longgar," katanya.
Mengutip Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pajak Reklame, khusus reklame jenis papan, billboard , videotron, LED, dan sejenisnya dikenakan biaya sebesar Rp11.500 per hari setiap meter di kelas jalan khusus. Adapun, di kelas jalan I dikenakan biaya sebesar Rp7.500, kelas II Rp6.500, dan kelas III Rp5.500. "Besok tarifnya bisa lebih besar dari yang lama," ungkapnya.
Saat ini pengenaan tarif pajak baru ini memerlukan sinkronisasi lintas organisasi perangkat daerah. Pasalnya, peraturan tersebut memang menyangkut pendapatan dan keindahan kota. Sebab, penataan reklame ini sangat dibutuhkan di kota yang sudah menjadi metropolitan ini.
"Selain besaran tarif kami ubah, penataan reklame juga untuk tidak mengganggu estetika tata kota Bekasi," ujarnya. Kabid Pengendalian Ruang Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Zeno Bachtiar menambahkan, selama ini pemerintah menerapkan pajak reklame sesuai kelas jalan.
Menurut dia, kelas jalan khusus yaitu jalan tol, kelas I jalan negara, kelas II jalan provinsi, dan kelas III jalan kota. "Selambat-lambatnya pada April mendatang, tarif baru pajak reklame kami berlakukan," tuturnya.
Saat ini pendapatan pajak reklame di wilayahnya ditargetkan Rp116 miliar dari tahun sebelumnya, yakni Rp86 miliar. Sementara jumlah reklame di Kota Bekasi yang tercatat hingga 2017 mencapai 1.175 titik. Ironisnya, 350 di antaranya izinnya kedaluwarsa sehingga lolos dari pajak. Alhasil, pemerintah pun menyegel, bahkan sebagian dirobohkan.
Zeno mengatakan, pihaknya mengidentifikasi bahwa 85% tiang papan reklame di wilayahnya berdiri di atas trotoar dan hampir seluruhnya sudah mulai ditertibkan sejak tahun lalu.
Penertiban reklame bagian dari penataan trotoar di wilayah setempat. Sebab, trotoar merupakan hak dari pejalan kaki yang harus steril. Sejauh ini baru di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, yang sudah tertata dengan baik. "Karena di jalan itu sudah dibangun pedestrian, lengkap dengan fasilitasnya," katanya.
Seharusnya tempat pemasangan tiang reklame harus berada di antara trotoar dan pagar pembatas sempadan jalan. Dengan begitu, papan-papan reklame yang berdiri terlihat tertib dan tak mengganggu pejalan kaki.
Apalagi, hingga membuat tata kota menjadi semrawut. Zeno menambahkan, papan reklame ukuran besar paling banyak melanggar berada di jalur Transyogi, Jatisampurna. Pertumbuhan reklame di sana cukup pesat mengingat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di sana juga sangat pesat. "Di sana juga merupakan jalur nasional dari berbagai wilayah, jadi kita mulai tertibkan. Jika melanggar, kami turunkan," tandasnya.
Ketua DPRD Kota Bekasi Tumai mengatakan, potensi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi sangat besar tapi belum maksimal dikembangkan.
Menurut dia, sebagai kota mitra DKI Jakarta dan wilayah yang menjadi pusat arus pergerakan penduduk, pergerakan keuangan sangat cepat tapi belum bisa maksimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. "Salah satunya persoalan pendapatan asli daerah dari sektor reklame perlu kembali ditata karena potensi pendapatan dari reklame bisa besar," katanya.
Apalagi, potensi pajak reklame itu sangat besar bila dilihat dari Kota Bekasi dilewati proyek-proyek besar seperti LRT, arus pergerakan masyarakat jadi lebih cepat, dan tentu jadi peluang tersendiri yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Meski sudah ada peraturan yang mengubah besaran tarif tersebut, pemerintah harus tegas menekan kebocoran PAD dari sektor reklame dan menebang reklame liar yang selama ini marak terlihat di beberapa titik di Kota Bekasi. "Aturan sudah dibuat, maka semua pengusaha yang ingin berinvestasi di Kota Bekasi harus taat aturan yang sudah ditetapkan pemerintah," ujarnya. (Abdullah M Surjaya)
Imbasnya, besaran tarif tersebut sangat merugikan pemerintah daerah dari segi pendapatan sektor retribusi reklame. "Mulai tahun ini besaran tarif reklame di Kota Bekasi akan berubah dari tarif sebelumnya," ujar Plt Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Koswara Hanafi, Senin (19/2).
Menurut dia, besaran tarif tersebut sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No 11 Tahun 2017 yang ditetapkan pada 2017.
Namun, saat ini pemerintah sedang memproses pembuatan Peraturan Wali Kota (Perwal) untuk menguatkan perda itu. Koswara menjelaskan, penetapan tarif berdasarkan status jalan sudah tidak rasional.
Sebab, tarif yang dikenakan kepada pengusaha reklame sudah tidak relevan. Apalagi, pemasangan iklan reklame di Kota Bekasi tidak lagi melihat status jalan, apakah jalan kota, jalan provinsi, atau jalan nasional, tapi lebih cenderung melihat sebuah kawasan, strategis atau tidak.
Akibatnya, penerapan tarif pajak berdasarkan kelas jalan dianggap merugikan pemerintah. Pemasang iklan di sebuah kawasan strategis dikenakan tarif yang lebih murah karena tidak berada di jalan nasional.
Koswara mencontohkan, pemasangan reklame di Jalan Ahmad Yani yang berstatus jalan kota justru lebih ramai bila dibandingkan Jalan Siliwangi atau Jalan Narogong yang menjadi jalan nasional.
Padahal tarifnya murah di jalan kota dibanding jalan nasional. Bahkan, di DKI Jakarta pengenaan pajak reklame sudah tidak lagi berdasarkan kelas jalan.
Di sana, Gubernur DKI Jakarta menerapkan pajak reklame berbasis kawasan sehingga lebih mudah menatanya. "Kawasan padat lebih mahal dibanding dengan kawasan longgar," katanya.
Mengutip Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pajak Reklame, khusus reklame jenis papan, billboard , videotron, LED, dan sejenisnya dikenakan biaya sebesar Rp11.500 per hari setiap meter di kelas jalan khusus. Adapun, di kelas jalan I dikenakan biaya sebesar Rp7.500, kelas II Rp6.500, dan kelas III Rp5.500. "Besok tarifnya bisa lebih besar dari yang lama," ungkapnya.
Saat ini pengenaan tarif pajak baru ini memerlukan sinkronisasi lintas organisasi perangkat daerah. Pasalnya, peraturan tersebut memang menyangkut pendapatan dan keindahan kota. Sebab, penataan reklame ini sangat dibutuhkan di kota yang sudah menjadi metropolitan ini.
"Selain besaran tarif kami ubah, penataan reklame juga untuk tidak mengganggu estetika tata kota Bekasi," ujarnya. Kabid Pengendalian Ruang Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Zeno Bachtiar menambahkan, selama ini pemerintah menerapkan pajak reklame sesuai kelas jalan.
Menurut dia, kelas jalan khusus yaitu jalan tol, kelas I jalan negara, kelas II jalan provinsi, dan kelas III jalan kota. "Selambat-lambatnya pada April mendatang, tarif baru pajak reklame kami berlakukan," tuturnya.
Saat ini pendapatan pajak reklame di wilayahnya ditargetkan Rp116 miliar dari tahun sebelumnya, yakni Rp86 miliar. Sementara jumlah reklame di Kota Bekasi yang tercatat hingga 2017 mencapai 1.175 titik. Ironisnya, 350 di antaranya izinnya kedaluwarsa sehingga lolos dari pajak. Alhasil, pemerintah pun menyegel, bahkan sebagian dirobohkan.
Zeno mengatakan, pihaknya mengidentifikasi bahwa 85% tiang papan reklame di wilayahnya berdiri di atas trotoar dan hampir seluruhnya sudah mulai ditertibkan sejak tahun lalu.
Penertiban reklame bagian dari penataan trotoar di wilayah setempat. Sebab, trotoar merupakan hak dari pejalan kaki yang harus steril. Sejauh ini baru di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, yang sudah tertata dengan baik. "Karena di jalan itu sudah dibangun pedestrian, lengkap dengan fasilitasnya," katanya.
Seharusnya tempat pemasangan tiang reklame harus berada di antara trotoar dan pagar pembatas sempadan jalan. Dengan begitu, papan-papan reklame yang berdiri terlihat tertib dan tak mengganggu pejalan kaki.
Apalagi, hingga membuat tata kota menjadi semrawut. Zeno menambahkan, papan reklame ukuran besar paling banyak melanggar berada di jalur Transyogi, Jatisampurna. Pertumbuhan reklame di sana cukup pesat mengingat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di sana juga sangat pesat. "Di sana juga merupakan jalur nasional dari berbagai wilayah, jadi kita mulai tertibkan. Jika melanggar, kami turunkan," tandasnya.
Ketua DPRD Kota Bekasi Tumai mengatakan, potensi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi sangat besar tapi belum maksimal dikembangkan.
Menurut dia, sebagai kota mitra DKI Jakarta dan wilayah yang menjadi pusat arus pergerakan penduduk, pergerakan keuangan sangat cepat tapi belum bisa maksimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. "Salah satunya persoalan pendapatan asli daerah dari sektor reklame perlu kembali ditata karena potensi pendapatan dari reklame bisa besar," katanya.
Apalagi, potensi pajak reklame itu sangat besar bila dilihat dari Kota Bekasi dilewati proyek-proyek besar seperti LRT, arus pergerakan masyarakat jadi lebih cepat, dan tentu jadi peluang tersendiri yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Meski sudah ada peraturan yang mengubah besaran tarif tersebut, pemerintah harus tegas menekan kebocoran PAD dari sektor reklame dan menebang reklame liar yang selama ini marak terlihat di beberapa titik di Kota Bekasi. "Aturan sudah dibuat, maka semua pengusaha yang ingin berinvestasi di Kota Bekasi harus taat aturan yang sudah ditetapkan pemerintah," ujarnya. (Abdullah M Surjaya)
(nfl)