Raup Rp600 Juta dari Order Fiktif, 'Tuyul' Grab Dicokok Polisi
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya membekuk 12 orang driver taksi online Grab Car karena melakukan penyalahgunaan data informasi dan elektronika. Adapun mereka memasuki sistem grab dan merekayasa orderan palsu.
Dari perbuatannya membuat orderan palsu itu, pelaku mendapatkan keuntungan hingga ratusan juta. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, otak kawanan tersebut berinisial AA yang mengajak teman-temannya melakukan penyalahgunaan data informasi dan merusak sistem Grab. Setelah itu, pelaku merekayasa transaksi Grab dan mengambil keuntungan dari rekayasanya itu.
"Pelaku ini seolah sudah melakukan transaksi dengan penumpang dan mengantarnya, padahal tidak. Jadi datanya itu direkayasa, kalau di lapangan itu istilahnya 'tuyul' atau orderan fiktif," kata Argo pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/1/2018).
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta menerangkan, pelaku awalnya mendaftarkan diri sebagai pengemudi Grab, setelah masuk mereka pun meretas sistem Grab menggunakan laptop yang sudah disiapkannya itu. Selain itu, pelaku pun menyiapkan ratusan handphone untuk memasukan orderan fiktif tersebut.
"10 tersangka ini ada yang tugasnya memasukan orderan dan transaksi fiktif. Ada pula yang seolah telah mengangkut penumpang dari satu titik ke titik lainnya pada jam sibuk," tuturnya. Sedang dua pelaku lainnya, lanjut Argo, bertugas meretas sistem Grab itu dan kedua pelaku itu ditangkap setelah polisi berkoordinasi dengan pihak Grab.
Setelah data itu dimanipulasi, pelaku pun menagih gajinya ke pihak Grab, termasuk uang intensifnya. "Pelaku ini ada enam mobil, tapi mobilnya enggak bergerak, diam saja. Jadi pelaku hanya duduk diam saja di meja tongkrongannya sambil melakukan aksi kejahatannya itu," jelasnya.
Sedang nomor rekening untuk menerima gaji, sudah disiapkan para pelaku terlebih dahulu. Pelaku yang saling mengenal juga melakukan manipulasi data dengan memasukan program tambahan yang tak legal di handphonenya melalui sistem rooting device.
"Ini dilakukan pelaku secara berulang selama tiga bulan terakhir ini. Pembagian hasil kejahatannya oleh pelaku utama langsung dikirimkan ke rekening setiap pelaku. Kerugian Grab selama waktu tersebut sebanyak Rp600 juta-an," terangnya.
Sementara itu, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengelak bila sistemnya itu berhasil dijebol oleh para pelaku. Pihaknya justru sudah mendeteksi akan adanya manipulasi data itu atau istilahnya orderan fiktif.
Dia menjelaskan, membiarkan para pelaku melakukan aksinya itu sambil terus dipantau tim investigasi Grab. Disamping itu Grab juga melaporkan kejadian itu ke polisi hingga akhirnya pelaku berhasil ditangkap.
"Kita sebetulnya mengetahui soal ini karena sudah terdeteksi kan, tapi kita kerja sama dengan polisi karena kami mau ini masuk ke meja hijau (pengadilan) yah," terangnya.
Dia membeberkan, Grab juga memiliki sistem IT yang mendeteksi mana orang atau mitra yang melakukan transaksi palsu maupun asli dan jujur serta mana mitra driver asli ataupun palsu. Adapun kasus itu terjadi tak lepas dari peran para 'tuyul', maksudnya orang yang melakukan manipulasi data menjadi penumpang untuk memberikan orderan dan mitra driver yang sudah mengantar penumpang.
"Kita bisa deteksi mana yang devicenya di rooting, menambahkan pogram tambahan tak legal dan tidak. Secara material, kerugian Rp600 juta, tapi immaterial lebih banyak, merugikan mitra driver yang sudah bekerja jujur di lapangan karena orderan fiktif, dapat orderan tapi tak ada penumpangmya, begitu juga penumpang yang kesulitan mendapatkan driver karena dihujani opik," katanya.
Dari perbuatannya membuat orderan palsu itu, pelaku mendapatkan keuntungan hingga ratusan juta. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, otak kawanan tersebut berinisial AA yang mengajak teman-temannya melakukan penyalahgunaan data informasi dan merusak sistem Grab. Setelah itu, pelaku merekayasa transaksi Grab dan mengambil keuntungan dari rekayasanya itu.
"Pelaku ini seolah sudah melakukan transaksi dengan penumpang dan mengantarnya, padahal tidak. Jadi datanya itu direkayasa, kalau di lapangan itu istilahnya 'tuyul' atau orderan fiktif," kata Argo pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/1/2018).
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta menerangkan, pelaku awalnya mendaftarkan diri sebagai pengemudi Grab, setelah masuk mereka pun meretas sistem Grab menggunakan laptop yang sudah disiapkannya itu. Selain itu, pelaku pun menyiapkan ratusan handphone untuk memasukan orderan fiktif tersebut.
"10 tersangka ini ada yang tugasnya memasukan orderan dan transaksi fiktif. Ada pula yang seolah telah mengangkut penumpang dari satu titik ke titik lainnya pada jam sibuk," tuturnya. Sedang dua pelaku lainnya, lanjut Argo, bertugas meretas sistem Grab itu dan kedua pelaku itu ditangkap setelah polisi berkoordinasi dengan pihak Grab.
Setelah data itu dimanipulasi, pelaku pun menagih gajinya ke pihak Grab, termasuk uang intensifnya. "Pelaku ini ada enam mobil, tapi mobilnya enggak bergerak, diam saja. Jadi pelaku hanya duduk diam saja di meja tongkrongannya sambil melakukan aksi kejahatannya itu," jelasnya.
Sedang nomor rekening untuk menerima gaji, sudah disiapkan para pelaku terlebih dahulu. Pelaku yang saling mengenal juga melakukan manipulasi data dengan memasukan program tambahan yang tak legal di handphonenya melalui sistem rooting device.
"Ini dilakukan pelaku secara berulang selama tiga bulan terakhir ini. Pembagian hasil kejahatannya oleh pelaku utama langsung dikirimkan ke rekening setiap pelaku. Kerugian Grab selama waktu tersebut sebanyak Rp600 juta-an," terangnya.
Sementara itu, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengelak bila sistemnya itu berhasil dijebol oleh para pelaku. Pihaknya justru sudah mendeteksi akan adanya manipulasi data itu atau istilahnya orderan fiktif.
Dia menjelaskan, membiarkan para pelaku melakukan aksinya itu sambil terus dipantau tim investigasi Grab. Disamping itu Grab juga melaporkan kejadian itu ke polisi hingga akhirnya pelaku berhasil ditangkap.
"Kita sebetulnya mengetahui soal ini karena sudah terdeteksi kan, tapi kita kerja sama dengan polisi karena kami mau ini masuk ke meja hijau (pengadilan) yah," terangnya.
Dia membeberkan, Grab juga memiliki sistem IT yang mendeteksi mana orang atau mitra yang melakukan transaksi palsu maupun asli dan jujur serta mana mitra driver asli ataupun palsu. Adapun kasus itu terjadi tak lepas dari peran para 'tuyul', maksudnya orang yang melakukan manipulasi data menjadi penumpang untuk memberikan orderan dan mitra driver yang sudah mengantar penumpang.
"Kita bisa deteksi mana yang devicenya di rooting, menambahkan pogram tambahan tak legal dan tidak. Secara material, kerugian Rp600 juta, tapi immaterial lebih banyak, merugikan mitra driver yang sudah bekerja jujur di lapangan karena orderan fiktif, dapat orderan tapi tak ada penumpangmya, begitu juga penumpang yang kesulitan mendapatkan driver karena dihujani opik," katanya.
(whb)