Tolak Penggusuran, Warga Jalan Kirai Cipete Utara Unjuk Rasa
A
A
A
JAKARTA - Ratusan warga Jalan Kirai mendatangi bekas Kantor Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/1/2018). Warga yang sudah berkumpul sejak pagi menyampaikan tuntutan menolak penggusuran rumah mereka.
Salah satu warga Jalan Kirai, RT 13,RW 01, Kelurahan Cipete Utara, Arief Nurharyadi, mengatakan, pengembang berupaya menggusur mereka berdasarkan pengakuan kepemilikan SHM M10 dan M11. Tetapi secara hukum telah dibatalkan oleh Menteri BPN tertanggal 14 Oktober 1999.
"Akan tetapi, ketika kami akan mengurus lahan menjadi sertifikat, selalu dipersulit oleh oknum-oknum di BPN pusat dan Jakarta. Untuk itu, hari ini kami mengaspirasikan hal ini di lokasi dan kami yakin bapak dan segenap aparat akan membantu kami sehingga kebenaran menjadi kenyataan dan dirasakan oleh masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, pengacara warga, Lifa Malahanum Ibrahim, mengatakan, lebih dari 700 kepala keluarga terancam penggusuran. Padahal, warga sudah tinggal lebih dari 50 tahun di lingkungan itu.
Parahnya, uang ganti rugi sangat jauh di bawah harga tanah saat ini. "Tanah-tanah mereka yang lokasinya di pinggir jalan hanya dihargai sekitar Rp2 juta-3 juta per meter," katanya. (Baca: Bangunan Lokalisasi di Jalur Evakuasi Bandara Soetta Ditertibkan)
Selama ini, warga juga kerap diintimidasi oleh pihak pengembang. "Intimidasi sudah ada sejak November 2017. Warga mendapat ancaman, jika rumahnya tidak dijual akan dibongkar," ucapnya.
Sebenarnya, kata dia, sudah ada keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait sengketa tanah ini. Tanah addendum 5157 yang diakui oleh pemilik bernama Miung, dinyatakan tidak sah oleh PN Jakarta Pusat pada 1976. Tanah tersebut kemudian diklaim pihak pengembang.
Pihak pengembang mengklaim memiliki hak atas lahan seluas 5,6 hektare terdiri dari dua sertifikat, yaitu M10 dan M11 yang mencakup 3 wilayah RW, yaitu RW 1, RW 4 dan RW 8. (Baca: Warga Bukit Duri Menangkan Gugatan, Pemprov DKI Siap Ganti Rugi)
Salah satu warga Jalan Kirai, RT 13,RW 01, Kelurahan Cipete Utara, Arief Nurharyadi, mengatakan, pengembang berupaya menggusur mereka berdasarkan pengakuan kepemilikan SHM M10 dan M11. Tetapi secara hukum telah dibatalkan oleh Menteri BPN tertanggal 14 Oktober 1999.
"Akan tetapi, ketika kami akan mengurus lahan menjadi sertifikat, selalu dipersulit oleh oknum-oknum di BPN pusat dan Jakarta. Untuk itu, hari ini kami mengaspirasikan hal ini di lokasi dan kami yakin bapak dan segenap aparat akan membantu kami sehingga kebenaran menjadi kenyataan dan dirasakan oleh masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, pengacara warga, Lifa Malahanum Ibrahim, mengatakan, lebih dari 700 kepala keluarga terancam penggusuran. Padahal, warga sudah tinggal lebih dari 50 tahun di lingkungan itu.
Parahnya, uang ganti rugi sangat jauh di bawah harga tanah saat ini. "Tanah-tanah mereka yang lokasinya di pinggir jalan hanya dihargai sekitar Rp2 juta-3 juta per meter," katanya. (Baca: Bangunan Lokalisasi di Jalur Evakuasi Bandara Soetta Ditertibkan)
Selama ini, warga juga kerap diintimidasi oleh pihak pengembang. "Intimidasi sudah ada sejak November 2017. Warga mendapat ancaman, jika rumahnya tidak dijual akan dibongkar," ucapnya.
Sebenarnya, kata dia, sudah ada keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait sengketa tanah ini. Tanah addendum 5157 yang diakui oleh pemilik bernama Miung, dinyatakan tidak sah oleh PN Jakarta Pusat pada 1976. Tanah tersebut kemudian diklaim pihak pengembang.
Pihak pengembang mengklaim memiliki hak atas lahan seluas 5,6 hektare terdiri dari dua sertifikat, yaitu M10 dan M11 yang mencakup 3 wilayah RW, yaitu RW 1, RW 4 dan RW 8. (Baca: Warga Bukit Duri Menangkan Gugatan, Pemprov DKI Siap Ganti Rugi)
(thm)