Di Usia ke-9 Tahun, Kota Tangsel Masih Menyisakan Banyak Persoalan
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Kota Tangerang Selatan (Tangsel) akan memasuki usia ke-9 tahun pada 26 November 2017 mendatang. Di usia belia ini masih banyak segudang persoalan mendasar di kota yang dipimpin Wali Kota Airin Rachmi Diany tersebut.
Di antara banyak pekerjaan rumah yang paling disorot adalah tentang target capaian sebagaimana tertuang dalam lima visi-misi Pemerintahan Kota Tangsel. Yakni kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, status kota layak huni berwawasan lingkungan, ekonomi kerakyatan, dan tata kelola pemerintahan.
"Sekarang untuk menguji tingkat kemajuan dan perkembangan yang ada di Kota Tangsel itu melalui apa? Pernah enggak, ada uji survei kepuasan masyarakat terhadap progres yang dijalani dalam lima visi-misi Pemerintahan Tangsel? jadi penilaiannya jangan hanya secara makro, dari daya serap anggarannya saja, tapi harus dibedah pula secara mikro, out put dan out come-nya bagaimana," ujar Djaka Badranaya, pengamat ekonomi dari UIN Jakarta saat berdiskusi "Refleksi 9 Tahun Tangsel" di Pamulang, Tangsel, Kamis (23/11/2017).
Djaka mengatakan, saat ini kualitas SDM hanya dilihat dari alat ukur pendidikan, seperti jumlah sekolah, partisipasi sekolah, level jenjang pendidikan, atau semacamnya. Harusnya yang juga diperhatikan adalah kebijakan menyeluruh untuk semua anak-anak di Tangsel agar mendapat pelayanan pendidikan berkualitas.
Sedangkan untuk infrastruktur fungsional, yang dikritik adalah tak adanya penambahan infrastruktur jalan sepanjang tahun. Melainkan, hanya terbatas pada pemeliharaan dan pelebaran saja. Termasuk juga didalamnya, soal infrastruktur transportasi massal yang dibuat tanpa desain konseptual.
Belum lagi soal infrastruktur utility, dimana setiap kota membutuhkan akses pada kebutuhan gas rumah tangga dan air bersih (PAM). Bisa dikatakan, nyaris seluruh masyarakat di Kota Tangsel belum memiliki akses tersebut.
Berikutnya permasalahan tentang kota layak huni, di mana Tangsel tak pernah mendapat Piala Adipura. Hal itu diduga disebabkan kekumuhan akibat penanganan sampah yang tak tuntas, hingga tentang tata letak kota yang semrawut akibat tak disesuaikan dengan perencanaan.
Begitupun persoalan ekonomi, belum ada upaya maksimal yang dilakukan untuk membangun sektor ekonomi kerakyatan menjadi ekonomi mandiri dan berdaya saing. Baik itu dengan membantu teknis produksi, pemasaran, melakukan pendampingan, hingga mencarikan tujuan distribusi.
Terakhir adalah soal good governance dan inovasi, tata kelola pemerintahan di Tangsel masih dianggap belum mencerminkan sebagai pelayan masyarakat. Baik dari segi akuntabilitas, maupun kualitas SDM.
Data yang ada menyebutkan, jumlah PNS di Tangsel mencapai sekira 5.700 pegawai. Sementara jumlah Tenaga Kerja Sukarela (TKS), mencapai sekira 8.000 orang. Namun dari jumlah itu tak ada survei kinerja atas aktivitas yang mereka lakukan, sehingga terkesan kuantitasnya yang besar hanya membebankan anggaran daerah.
"Untuk mengetahui capaian itu semua harus diuji, jadi jangan bersandar pada laporan diatas meja saja, salah satunya dengan survei kepuasan publik. Bagaimana 'mesin-mesin' pemerintahan itu bekerja, apakah produktivitasnya sesuai dengan pengeluaran anggaran yang ada," ungkapnya lagi.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie memaparkan, bahwa dalam usia ke-9 tahun ini, banyak capaian indeks pertumbuhan manusia dan pembangunan daerah yang dirasakan. Jika mengacu pada 5 dimensi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka Tangsel diharapkan menjadi kota cerdas, berkualitas, berdaya saing, berbasis teknologi dan inovasi.
"Kalau ditanyakan Tangsel mau dibawa ke mana, ya RPJMD jawabannya. Karena RPJMD kita didesain sampai tahun 2021. Tangsel ke depan ini akan kita bangun menjadi kota berdasarkan 5 dimensi, kota yang cerdas, berkualitas, berdaya saing, berbasis teknologi, serta inovasi. Tentu kami juga punya instrumen untuk mengukur capaian itu," ucapnya.
Di antara banyak pekerjaan rumah yang paling disorot adalah tentang target capaian sebagaimana tertuang dalam lima visi-misi Pemerintahan Kota Tangsel. Yakni kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, status kota layak huni berwawasan lingkungan, ekonomi kerakyatan, dan tata kelola pemerintahan.
"Sekarang untuk menguji tingkat kemajuan dan perkembangan yang ada di Kota Tangsel itu melalui apa? Pernah enggak, ada uji survei kepuasan masyarakat terhadap progres yang dijalani dalam lima visi-misi Pemerintahan Tangsel? jadi penilaiannya jangan hanya secara makro, dari daya serap anggarannya saja, tapi harus dibedah pula secara mikro, out put dan out come-nya bagaimana," ujar Djaka Badranaya, pengamat ekonomi dari UIN Jakarta saat berdiskusi "Refleksi 9 Tahun Tangsel" di Pamulang, Tangsel, Kamis (23/11/2017).
Djaka mengatakan, saat ini kualitas SDM hanya dilihat dari alat ukur pendidikan, seperti jumlah sekolah, partisipasi sekolah, level jenjang pendidikan, atau semacamnya. Harusnya yang juga diperhatikan adalah kebijakan menyeluruh untuk semua anak-anak di Tangsel agar mendapat pelayanan pendidikan berkualitas.
Sedangkan untuk infrastruktur fungsional, yang dikritik adalah tak adanya penambahan infrastruktur jalan sepanjang tahun. Melainkan, hanya terbatas pada pemeliharaan dan pelebaran saja. Termasuk juga didalamnya, soal infrastruktur transportasi massal yang dibuat tanpa desain konseptual.
Belum lagi soal infrastruktur utility, dimana setiap kota membutuhkan akses pada kebutuhan gas rumah tangga dan air bersih (PAM). Bisa dikatakan, nyaris seluruh masyarakat di Kota Tangsel belum memiliki akses tersebut.
Berikutnya permasalahan tentang kota layak huni, di mana Tangsel tak pernah mendapat Piala Adipura. Hal itu diduga disebabkan kekumuhan akibat penanganan sampah yang tak tuntas, hingga tentang tata letak kota yang semrawut akibat tak disesuaikan dengan perencanaan.
Begitupun persoalan ekonomi, belum ada upaya maksimal yang dilakukan untuk membangun sektor ekonomi kerakyatan menjadi ekonomi mandiri dan berdaya saing. Baik itu dengan membantu teknis produksi, pemasaran, melakukan pendampingan, hingga mencarikan tujuan distribusi.
Terakhir adalah soal good governance dan inovasi, tata kelola pemerintahan di Tangsel masih dianggap belum mencerminkan sebagai pelayan masyarakat. Baik dari segi akuntabilitas, maupun kualitas SDM.
Data yang ada menyebutkan, jumlah PNS di Tangsel mencapai sekira 5.700 pegawai. Sementara jumlah Tenaga Kerja Sukarela (TKS), mencapai sekira 8.000 orang. Namun dari jumlah itu tak ada survei kinerja atas aktivitas yang mereka lakukan, sehingga terkesan kuantitasnya yang besar hanya membebankan anggaran daerah.
"Untuk mengetahui capaian itu semua harus diuji, jadi jangan bersandar pada laporan diatas meja saja, salah satunya dengan survei kepuasan publik. Bagaimana 'mesin-mesin' pemerintahan itu bekerja, apakah produktivitasnya sesuai dengan pengeluaran anggaran yang ada," ungkapnya lagi.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie memaparkan, bahwa dalam usia ke-9 tahun ini, banyak capaian indeks pertumbuhan manusia dan pembangunan daerah yang dirasakan. Jika mengacu pada 5 dimensi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka Tangsel diharapkan menjadi kota cerdas, berkualitas, berdaya saing, berbasis teknologi dan inovasi.
"Kalau ditanyakan Tangsel mau dibawa ke mana, ya RPJMD jawabannya. Karena RPJMD kita didesain sampai tahun 2021. Tangsel ke depan ini akan kita bangun menjadi kota berdasarkan 5 dimensi, kota yang cerdas, berkualitas, berdaya saing, berbasis teknologi, serta inovasi. Tentu kami juga punya instrumen untuk mengukur capaian itu," ucapnya.
(whb)