Pemkot Tangerang Minta Pengelola-Pedagang Pasar Tanah Tinggi Selesaikan Konflik
A
A
A
TANGERANG - Pemkot Tangerang mengancam tidak akan memperpanjang izin pengelola Pasar Induk Tanah Tinggi bila konflik dengan pedagang pasar tak kunjung selesai. Aksi mogok para pedagang di pasar tersebut dikhawatirkan berpengaruh dengan ekonomi di Kota Tangerang.
Kabag Humas Pemkot Tangerang Felix Mulyawan mengatakan, Pasar Induk Tanah Tinggi merupakan pasar terbesar di Kota Tangerang, dan jantung ekonomi di Provinsi Banten. Pasar ini dikelola pihak swasta karena itu, pedagang bisa direlokasi dan ditata, sesuai kehendak pengelola pasar.
"Aksi mogok bisa membuat ekonomi lumpuh. Kami beberapa kali sudah menjalin komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Kepada para pedagang dan juga pengelola pasar. Kami akan mencari solusi terkait masalah ini. Kalau terus berlarut-larut, izin pengelola tidak akan kami perpanjang lagi," tegas Felix pada Selasa (14/11/2017).
Untuk diketahui, sebanyak 500 pedagang di pasar tersebut menggelar aksi mogok berdagang. Aksi mogok dipicu perpanjangan harga sewa lapak untuk periode 2021-2026.
Selain karena kebijakan pengelola pasar yang dinilai tidak masuk diakal, karena masa kontrak tersebut masih lama. Sementara untuk sewa lapak tahun ini masih banyak yang belum habis, juga karena penarikan retribusi senilai Rp100 untuk setiap kilogram sayur dan buah-buahan yang masuk ke pasar.
Nani (43), satu satu pedagang yang ikut mogok mengaku keberatan dengan kebijakan baru pengelola pasar terbesar di Kota Tangerang itu. Menurutnya, kebijakan itu ngawur. Apalagi, sewa lapaknya baru habis sampai tahun 2021.
"Lapak belum masa waktunya habis, kok diminta bayar lagi. Saya sewa lapak habisnya sampai 2021, jadi masih empat tahun lagi. Masak sekarang sudah disuruh memperpanjang sewa lapak lagi? Ini sangat tidak masuk akal," katanya, saat ditemui KORAN SINDO di Pasar Induk Tanah Tinggi, Selasa (14/11/2017).
Pengelola pasar, lanjut Nani, meminta uang sewa untuk periode 2021-2026 di tahun ini sebesar Rp97 juta. Angka itu mengalami kenaikan yang sangat besar, dari harga sewa lapak sebelumnya yang hanya Rp75 juta, dengan waktu sewa hingga 20 tahun.
Manager Umum PT Selaras Griya Adigunatama Jamal mengatakan, kebijakan pengelola pasar didasari rasa prihatin pengelola pasar terhadap nasib para pedagang. Melihat pedagang yang jumlahnya sangat banyak, dan sudah tidak tertata itu, manajemen pasar akhirnya membuat kebijakan pengajuan kontrak baru.
"Kami tidak akan terpengaruh dengan aksi mogok para pedagang. Kalau seandainya enggak mau, enggak jadi masalah. Kami bisa progamkan yang lain. Pimpinan kami mengatakan, perpanjang dulu untuk waktu lima tahun kedepan. Sebab kasihan, banyak pedagang yang masih belum tertampung," jelasnya.
Ketua Forum Pedagang Pasar Tanah Tinggi Luster P Siregar menilai, pengelola pasar, yakni PT Selaras Griya Adigunatama, sangat arogan. Menurutnya, kebijakan itu harusnya dimusyawarahkan dulu dengan para pedagang. Bukan langsung diketuk palu, dan minta pedagang untuk membayar sewa di tahun ini juga.
"Para pedagang sangat resah dengan keputusan pengelola yang dilakukan sepihak, dan tidak melalui musyawarah dengan para pedagang. Kami menilai, keputusan tersebut sangat memberatkan pedagang. Kami meminta keputusan itu dibatalkan dan dikaji ulang, dengan melibatkan pedagang," ucapnya.
Kabag Humas Pemkot Tangerang Felix Mulyawan mengatakan, Pasar Induk Tanah Tinggi merupakan pasar terbesar di Kota Tangerang, dan jantung ekonomi di Provinsi Banten. Pasar ini dikelola pihak swasta karena itu, pedagang bisa direlokasi dan ditata, sesuai kehendak pengelola pasar.
"Aksi mogok bisa membuat ekonomi lumpuh. Kami beberapa kali sudah menjalin komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Kepada para pedagang dan juga pengelola pasar. Kami akan mencari solusi terkait masalah ini. Kalau terus berlarut-larut, izin pengelola tidak akan kami perpanjang lagi," tegas Felix pada Selasa (14/11/2017).
Untuk diketahui, sebanyak 500 pedagang di pasar tersebut menggelar aksi mogok berdagang. Aksi mogok dipicu perpanjangan harga sewa lapak untuk periode 2021-2026.
Selain karena kebijakan pengelola pasar yang dinilai tidak masuk diakal, karena masa kontrak tersebut masih lama. Sementara untuk sewa lapak tahun ini masih banyak yang belum habis, juga karena penarikan retribusi senilai Rp100 untuk setiap kilogram sayur dan buah-buahan yang masuk ke pasar.
Nani (43), satu satu pedagang yang ikut mogok mengaku keberatan dengan kebijakan baru pengelola pasar terbesar di Kota Tangerang itu. Menurutnya, kebijakan itu ngawur. Apalagi, sewa lapaknya baru habis sampai tahun 2021.
"Lapak belum masa waktunya habis, kok diminta bayar lagi. Saya sewa lapak habisnya sampai 2021, jadi masih empat tahun lagi. Masak sekarang sudah disuruh memperpanjang sewa lapak lagi? Ini sangat tidak masuk akal," katanya, saat ditemui KORAN SINDO di Pasar Induk Tanah Tinggi, Selasa (14/11/2017).
Pengelola pasar, lanjut Nani, meminta uang sewa untuk periode 2021-2026 di tahun ini sebesar Rp97 juta. Angka itu mengalami kenaikan yang sangat besar, dari harga sewa lapak sebelumnya yang hanya Rp75 juta, dengan waktu sewa hingga 20 tahun.
Manager Umum PT Selaras Griya Adigunatama Jamal mengatakan, kebijakan pengelola pasar didasari rasa prihatin pengelola pasar terhadap nasib para pedagang. Melihat pedagang yang jumlahnya sangat banyak, dan sudah tidak tertata itu, manajemen pasar akhirnya membuat kebijakan pengajuan kontrak baru.
"Kami tidak akan terpengaruh dengan aksi mogok para pedagang. Kalau seandainya enggak mau, enggak jadi masalah. Kami bisa progamkan yang lain. Pimpinan kami mengatakan, perpanjang dulu untuk waktu lima tahun kedepan. Sebab kasihan, banyak pedagang yang masih belum tertampung," jelasnya.
Ketua Forum Pedagang Pasar Tanah Tinggi Luster P Siregar menilai, pengelola pasar, yakni PT Selaras Griya Adigunatama, sangat arogan. Menurutnya, kebijakan itu harusnya dimusyawarahkan dulu dengan para pedagang. Bukan langsung diketuk palu, dan minta pedagang untuk membayar sewa di tahun ini juga.
"Para pedagang sangat resah dengan keputusan pengelola yang dilakukan sepihak, dan tidak melalui musyawarah dengan para pedagang. Kami menilai, keputusan tersebut sangat memberatkan pedagang. Kami meminta keputusan itu dibatalkan dan dikaji ulang, dengan melibatkan pedagang," ucapnya.
(whb)