2018, MRT Mulai Perkenalkan Spesifikasi Fungsi Kereta
A
A
A
JAKARTA - PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan memperkenalkan spesifikasi fungsi kereta MRT kepada publik di tahun 2018 mendatang. Kereta MRT yang digadang-gadang menjawab persoalan transportasi di Jakarta baru akan resmi melayani publik pada Maret 2019.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan, MRT bukan hanya sebatas menjawab persoalan transportasi dan kemacetan di Ibu Kota, akan tetapi juga bagian dari proses mengubah budaya, perilaku dan gaya hidup. "Memang langkah-langkah yang sekarang kita lakukan itu adalah bagian dari proses mengubah budaya dari bertransportasi pribadi, ke jalan kaki, lari untuk berkantor, seperti yang sudah dan akan kita lakukan bersama Pemprov DKI adalah pembenahan trotoar," kata William usai menutup Fellowship Programme Journalists MRTJ di Wisma Nusantara, Jakarta pada Jumat, 27 Oktober 2017 kemarin.
William menuturkan, pentingnya keberadaan trotoar atau pedestrian di DKI Jakarta, khususnya di jalur yang dilintasi MRT ini adalah salah satu elemen penunjang perubahan gaya hidup bertransportasi."Trotoar kita kan masuk dalam pelebaran pedestrian yang akan dilaksanakan pada November 2017 sampai dengan Juli tahun depan. Itu sudah mulai dilakukan, bahwa Jakarta ingin pengguna transportasi itu, mulai berubah memanfaatkan pedestrian ini secara maksimal," ungkapnya.
Sehingga nanti, pihaknya berharap pada Agustus 2018 masyarakat sudah bisa menggunakan pedestrian Jalan Thamrin-Sudirman. "Jadi ada aspek-aspek yang tidak harus menunggu beroperasinya MRT Jakarta yang mulai kita kenalkan atau sosialisasikan bagaimana menggunakan kereta, bagaimana mengintegrasikan kereta dengan transportasi lain," terangnya.
Namun, lanjut William, proses perkenalan secara menyeluruh terkait sistem operasinya baru akan dilakukan tahun depan. "Kita baru akan perkenalkan tentang spesifikasi fungsinya (Kereta MRT Jakarta kepada publik di tahun 2018," ucapnya.
Willian kembali menerangkan tentang pentingnya peran pemerintah selaku pengambil kebijakan, khususnya Pemprov DKI agar keberadaan MRT Jakarta dapat sesuai harapan. "Jadi yang paling utama adalah dukungan kebijakan yang mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik, sebanyak-banyaknya meninggalkan transportasi pribadi," katanya.
Pakar transportasi Universitas Gajah Mada (UGM) Danang Parikesit menuturkan, suksesnya sebuah pengembangan kawasan transit terpadu atau Transit Oriented Development (TOD) yang saat ini gencar dilakukan Pemrov DKI Jakarta melalui PT MRT Jakarta dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian BUMN adalah tergantung pada kemampuan menciptakan atau menarik crowded (kepadatan orang).
"Jadi sukses dari sebuah pembangunan kawasan itu adalah bagaimana kawasan itu menarik orang. Menarik (menciptakan) itu ukurannya adalah crowded. Siapa sebenarnya yang bertugas membawa crowded itu, di dalam pengembangan kawasan TOD itu menjadi unik, karena berbeda dengan mal (pusat peberlanjaan) pembawa crowded-nya property development," kata Danang.
Dia memaparkan konsep TOD itu bagian dari upaya pemerintah daerah dalam rangka mengatasi kemacetan dengan cara melakukan pembatasan kendaraan pribadi, namun tetap dapat menunjang pembangunan. "Hampir semua daerah pendapatan terbesarnya dari sektor pajak kendaraan bermotor. Jika kendaraan dibatasi, maka pendapatan dari pajak PKB berkurang, maka harus ditingkatkan pendapatan di sektor non-pajak kendaraan bermotor yakni bisnis (pajak bumi dan bangunan, hotel dan restoran)," katanya.
Maka dari itu, saat ini pihaknya memahami alasan sejumlah pemerintah daerah mulai melakukan pembatasan kendaraan pribadi. Bahkan sempat jadi pertanyaan juga untuk menghidupi pembangunan yang selama ini mengandalkan dari pajak kendaraan bermotor dari mana.
"Inilah yang menjadi pentingnya sebuah TOD, itu akan menjadi semacam pendapatan daerah baru dalam mengembangkan kawasan-kawasan di sekitar stasiun. Karena TOD itu untuk menjadi satu pertumbuhan ekonomi baru. Jadi nantinya kita akan semakin bergantung pada pajak pendapatan daerah yang berasal dari pengembangan bisnis dan kawasan," jelasnya.
Menurutnya, jika itu terjadi maka daerah-daerah akan bersemangat dalam membangun kawasan transit sejenis TOD, karena sangat menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak. "Menguntungkannya bukan hanya bagi masyarakat tapi pendapatan daerah yang tidak tergantung lagi kepada pajak kendaraan bermotor," ungkapnya.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan, MRT bukan hanya sebatas menjawab persoalan transportasi dan kemacetan di Ibu Kota, akan tetapi juga bagian dari proses mengubah budaya, perilaku dan gaya hidup. "Memang langkah-langkah yang sekarang kita lakukan itu adalah bagian dari proses mengubah budaya dari bertransportasi pribadi, ke jalan kaki, lari untuk berkantor, seperti yang sudah dan akan kita lakukan bersama Pemprov DKI adalah pembenahan trotoar," kata William usai menutup Fellowship Programme Journalists MRTJ di Wisma Nusantara, Jakarta pada Jumat, 27 Oktober 2017 kemarin.
William menuturkan, pentingnya keberadaan trotoar atau pedestrian di DKI Jakarta, khususnya di jalur yang dilintasi MRT ini adalah salah satu elemen penunjang perubahan gaya hidup bertransportasi."Trotoar kita kan masuk dalam pelebaran pedestrian yang akan dilaksanakan pada November 2017 sampai dengan Juli tahun depan. Itu sudah mulai dilakukan, bahwa Jakarta ingin pengguna transportasi itu, mulai berubah memanfaatkan pedestrian ini secara maksimal," ungkapnya.
Sehingga nanti, pihaknya berharap pada Agustus 2018 masyarakat sudah bisa menggunakan pedestrian Jalan Thamrin-Sudirman. "Jadi ada aspek-aspek yang tidak harus menunggu beroperasinya MRT Jakarta yang mulai kita kenalkan atau sosialisasikan bagaimana menggunakan kereta, bagaimana mengintegrasikan kereta dengan transportasi lain," terangnya.
Namun, lanjut William, proses perkenalan secara menyeluruh terkait sistem operasinya baru akan dilakukan tahun depan. "Kita baru akan perkenalkan tentang spesifikasi fungsinya (Kereta MRT Jakarta kepada publik di tahun 2018," ucapnya.
Willian kembali menerangkan tentang pentingnya peran pemerintah selaku pengambil kebijakan, khususnya Pemprov DKI agar keberadaan MRT Jakarta dapat sesuai harapan. "Jadi yang paling utama adalah dukungan kebijakan yang mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik, sebanyak-banyaknya meninggalkan transportasi pribadi," katanya.
Pakar transportasi Universitas Gajah Mada (UGM) Danang Parikesit menuturkan, suksesnya sebuah pengembangan kawasan transit terpadu atau Transit Oriented Development (TOD) yang saat ini gencar dilakukan Pemrov DKI Jakarta melalui PT MRT Jakarta dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian BUMN adalah tergantung pada kemampuan menciptakan atau menarik crowded (kepadatan orang).
"Jadi sukses dari sebuah pembangunan kawasan itu adalah bagaimana kawasan itu menarik orang. Menarik (menciptakan) itu ukurannya adalah crowded. Siapa sebenarnya yang bertugas membawa crowded itu, di dalam pengembangan kawasan TOD itu menjadi unik, karena berbeda dengan mal (pusat peberlanjaan) pembawa crowded-nya property development," kata Danang.
Dia memaparkan konsep TOD itu bagian dari upaya pemerintah daerah dalam rangka mengatasi kemacetan dengan cara melakukan pembatasan kendaraan pribadi, namun tetap dapat menunjang pembangunan. "Hampir semua daerah pendapatan terbesarnya dari sektor pajak kendaraan bermotor. Jika kendaraan dibatasi, maka pendapatan dari pajak PKB berkurang, maka harus ditingkatkan pendapatan di sektor non-pajak kendaraan bermotor yakni bisnis (pajak bumi dan bangunan, hotel dan restoran)," katanya.
Maka dari itu, saat ini pihaknya memahami alasan sejumlah pemerintah daerah mulai melakukan pembatasan kendaraan pribadi. Bahkan sempat jadi pertanyaan juga untuk menghidupi pembangunan yang selama ini mengandalkan dari pajak kendaraan bermotor dari mana.
"Inilah yang menjadi pentingnya sebuah TOD, itu akan menjadi semacam pendapatan daerah baru dalam mengembangkan kawasan-kawasan di sekitar stasiun. Karena TOD itu untuk menjadi satu pertumbuhan ekonomi baru. Jadi nantinya kita akan semakin bergantung pada pajak pendapatan daerah yang berasal dari pengembangan bisnis dan kawasan," jelasnya.
Menurutnya, jika itu terjadi maka daerah-daerah akan bersemangat dalam membangun kawasan transit sejenis TOD, karena sangat menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak. "Menguntungkannya bukan hanya bagi masyarakat tapi pendapatan daerah yang tidak tergantung lagi kepada pajak kendaraan bermotor," ungkapnya.
(whb)