Pajak Hiburan DKI Jakarta Diduga Menguap Rp9 Triliun

Rabu, 25 Oktober 2017 - 15:23 WIB
Pajak Hiburan DKI Jakarta Diduga Menguap Rp9 Triliun
Pajak Hiburan DKI Jakarta Diduga Menguap Rp9 Triliun
A A A
JAKARTA - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menyebutkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor hiburan menguap sekitar Rp9 triliun. Hal itu disebabkan banyaknya pemilik tempat hiburan yang membandel enggan membayar pajak.

Hal itu terlihat dari pendapatan pajak DKI pada 2016 yang hanya mencapai Rp4,7 triliun dari semua potensi PAD hiburan. Kabid Industri Pariwisata DKI Jakarta Toni Bako memaparkan, klasifikasi PAD hiburan di Jakarta terbagi tiga jenis yakni pajak restoran 10%, pajak live music 25%, dan pajak tempat karaoke dan spa 35%.

Dari tiga kriteria tersebut hanya pajak restoran yang rutin dibayarkan, sementara dua pajak lainnya cenderung tidak dibayarkan, meskipun di tempat itu merupakan hotel yang menyediakan layanan spa dan live music. "Jadi harusnya PAD hiburan bisa meningkat. Mungkin bisa dua hingga tiga kali lipat dari pendapatan yang ada," tuturnya.

Dari sejumlah tempat hiburan yang ada di Jakarta, kata dia, pemilik tempat hiburan di wilayah Jakarta Selatan yang membandel. Di wilayah tersebut, banyak tempat hiburan yang enggan membayarkan pajaknya. Sementara yang tertib membayar pajak, tercatat berada di wilayah Jakarta Barat.

Terkait kondisi ini, Toni mengaku tak bisa berbuat banyak sebab kewenangan penagihan pajak merupakan milik Badan Pajak dan Retribusi Daerah. Sementara itu, sistem penagihan pajak didasarkan atas pelaporan yang dilakukan pemilik tempat usaha sementara mereka yang tidak melapor dan tidak membuat izin melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pihaknya tidak bisa merekomendasikan untuk membayar pajak.

Dia menyebutkan, di Jalan Senopati, Jakarta Selatan merupakan lokasi tempat hiburan yang paling banyak tidak membayar pajak. Seperti diketahui, PAD hiburan di DKI Jakarta meningkat setiap tahunnya. Pada 2012 lalu, pajak hiburan mencapai Rp2,1 triliun dan meningkat drastis pada 2016 sebesar Rp4,7 triliun.

Sementara hingga pertengahan 2017, pajak hiburan DKI mencapai sekitar Rp2,3 triliun. Hingga kini pajak hibur an menempati posisi ketiga dalam pendapatan pajak di DKI Jakarta, di bawah pajak kendaraan dan pajak bangunan.

Jordi,39, pemilik kafe, mengaku tidak mengetahui jika di DKI memiliki aturan untuk tidak menggelar acara musik sembarangan. Menurut dia, selama ini pihaknya tidak pernah membayar pajak untuk pementasan musik.

"Pajak yang dibayar merupakan pajak restoran sebesar 10% yang dibebankan kepada pelanggannya. Kalau hiburan musik, setahu saya tidak ada pajak demikian," tuturnya.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Edi Sumantri enggan berkomen tarbanyak mengenai pajak hiburan yang menguap. Dia menargetkan PAD DKI Jakarta pada 2018 mendatang mencapai Rp48-50 triliun. Angka tersebut naik Rp7-9 triliun dibandingkan tahun 2017 ini yang ditargetkan mencapai Rp41 triliun.

Untuk mencapai target tersebut, penagihan pajak akan gencar dilakukan termasuk pembenahan sistem yang masih manual. "Bila melihat target dan pencapaian tahun ini, kami targetkan tahun depan capai Rp48-50 triliun," tutur Edi kemarin.

Edi menambahkan, pihaknya akan mengoptimalkan beberapa pajak daerah, khususnya tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang bisa ditagih hingga mencapai Rp2,2 triliun. Sementara untuk pajak kendaraan bermotor (PKB), yang bisa ditagihkan mencapai Rp600 miliar. "Dari dua tunggakan itu saja, tambahannya bisa mencapai Rp3 triliun," tuturnya.

Selain akan mengaktifkan sistem dan penagihan pajak, BPRD DKI juga bakal mengefektifkan juru sita pajak dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang ditugaskan untuk melakukan penagihan pajak.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno mengatakan, peningkatan pajak yang bisa dicapai adalah melakukan penagihan dan peningkatan di pajak restoran. Bagi Sandi, melalui penagihan yang intens maka pencapaian pajak Rp50 triliun bisa terealisasi.

"Jadi di sini bukan kita meningkatkan rate pajak dari 10%, melainkan sistem penagihannya. Bila penagihannya gencar maka kenaikan akan signifikan," tutupnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7716 seconds (0.1#10.140)