Tjahjo Kumolo: Ibu Kota sebagai Barometer Politik dan Etalase Bangsa
A
A
A
PERTENGAHAN Oktober ini, Ibu Kota negara bakal punya pemimpin baru. Pemimpin baru itu adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih. Sebagai ibu kota negara, segala perubahan dan dinamika yang ada menjadi sorotan.
Posisinya sebagai kota pusat pemerintahan jelaslah sangat strategis. Jakarta selalu disebut sebagai barometer politik nasional. Tidak hanya itu, Jakarta juga adalah pusat geliat bisnis. Pendek kata, Jakarta adalah etalase utama Indonesia. Sebagai ibu kota negara, peran Jakarta sangatlah penting. Oleh karena itu, Jakarta harus bisa menyesuaikan dengan segala perubahan di segala bidang.
Perubahan-perubahan itu harus dilakukan secara dinamis, baik itu menyangkut operasional tata kelola pemerintahan maupun saat menerapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis. Dengan begitu, Jakarta tetap bisa tampil di depan serta memiliki daya saing tinggi, baik di level nasional maupun di kancah internasional. Bahkan, mungkin sejajar dengan ibu kota di negara-negara maju.
Tentu hal itu tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, pada 2014 saja, jumlah penduduk Ibu Kota sudah mencapai 10.012.271 orang. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, Jakarta masuk dalam daftar kota dengan populasi penduduk kedua terbesar di dunia setelah Tokyo. Sementara, total keseluruhan penghuni DKI Jakarta di siang hari mencapai lebih dari 21 juta jiwa.
Kondisi itu membuat Jakarta menjadi kota dengan urbanisasi paling tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan keadaan seperti itu, berbagai persoalan akan muncul dan tidak mudah untuk ditanggulangi dengan cepat, seperti kerja Raja Midas. Butuh proses, perencanaan, dan kebijakan yang tepat. Dibutuhkan pula dukungan dari berbagai fungsi serta kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.
Nah, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan peraturan perundang-undangan yang bersifat progresif, inovatif, dan adaptif terhadap segala perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal, baik yang muncul di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya lewat perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI.
Apa saja harapan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengenai peralihan kepemimpinan di DKI Jakarta ini? Dapatkan informasi selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi Nomor 33 Tahun 6, 2017 yang terbit Senin (16/10/2017).
Posisinya sebagai kota pusat pemerintahan jelaslah sangat strategis. Jakarta selalu disebut sebagai barometer politik nasional. Tidak hanya itu, Jakarta juga adalah pusat geliat bisnis. Pendek kata, Jakarta adalah etalase utama Indonesia. Sebagai ibu kota negara, peran Jakarta sangatlah penting. Oleh karena itu, Jakarta harus bisa menyesuaikan dengan segala perubahan di segala bidang.
Perubahan-perubahan itu harus dilakukan secara dinamis, baik itu menyangkut operasional tata kelola pemerintahan maupun saat menerapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis. Dengan begitu, Jakarta tetap bisa tampil di depan serta memiliki daya saing tinggi, baik di level nasional maupun di kancah internasional. Bahkan, mungkin sejajar dengan ibu kota di negara-negara maju.
Tentu hal itu tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, pada 2014 saja, jumlah penduduk Ibu Kota sudah mencapai 10.012.271 orang. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, Jakarta masuk dalam daftar kota dengan populasi penduduk kedua terbesar di dunia setelah Tokyo. Sementara, total keseluruhan penghuni DKI Jakarta di siang hari mencapai lebih dari 21 juta jiwa.
Kondisi itu membuat Jakarta menjadi kota dengan urbanisasi paling tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan keadaan seperti itu, berbagai persoalan akan muncul dan tidak mudah untuk ditanggulangi dengan cepat, seperti kerja Raja Midas. Butuh proses, perencanaan, dan kebijakan yang tepat. Dibutuhkan pula dukungan dari berbagai fungsi serta kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.
Nah, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan peraturan perundang-undangan yang bersifat progresif, inovatif, dan adaptif terhadap segala perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal, baik yang muncul di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya lewat perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI.
Apa saja harapan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengenai peralihan kepemimpinan di DKI Jakarta ini? Dapatkan informasi selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi Nomor 33 Tahun 6, 2017 yang terbit Senin (16/10/2017).
(amm)