DKI Minta Anies-Sandi Lanjutkan Normalisasi Saluran Air Atasi Banjir
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan banjir di Jakarta masih menjadi pekerjaan rumah Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang akan dilantik pada 16 oktober mendatang. Seluruh saluran air di Jakarta harus dibersihkan dan dihubungkan satu sama lainnya.
Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengatakan, permasalahan banjir di Jakarta masih menjadi ancaman bagi warga. Pemprov DKI harus terus mengantisipasinya, gorong-gorong yang sudah bersih harus di jaga terus oleh Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), Dinas Sumber Daya Air, dan sebagainya. Termasuk crosing-crosing saluran harus dilakukan terus.
"Tugas pemerintahan selanjutnya harus melanjutkan normalisasi saluran air untuk mengatasi banjir. Kenapa banjir kalau hujan lebat, karena salurannya enggak terkoneksi. Rumusnya saluran harus terkoneksi," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (5/10/2017).
Saefullah menjelaskan, beberapa hari lalu genangan terjadi saat hujan mengguyur DKI Jakarta dan sekitarnya. Akar pohon, tumpukan sampah yang mengeras di lignkungan warga, perkantoran dan jalan masih menjadi kendala belum terhubungnya aliran air. Untuk itu, kebijakan pemimpin baru nanti harus melanjutkan dan segera dapat mengantisipasi musibah banjir.
Selain itu, Saefullah juga meminta saluran air tersebut harus terkoneksi dengan pompa, waduk dan sebagainya. Jangan sampai ada pompa yang tidak berfungsi saat hujan tiba, apalagi mulut-mulut air yang tersumbat.
"Untuk kepentingan jangka panjang. Rumusnya harus tetap dipertahankan, semua harus terkoneksi, pompa, waduk," ungkapnya.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan mengatakan, rencana induk saluran air seharusnya ada di masterplane tata ruang. Sebab, peta 13 sungai dengan saluran penghubung lainnya saja ada di tata ruang.
Kendati demikian, Teguh tidak mempermasalahkan ada atau tidaknya rencana induk untuk menangani drainase. Menurutnya, penanganan yang dilakukan saat ini sudah dilakukan dari hulu hingga hilir.
"Penanganan drainase kita terkendala utilitas dan hampir lebih 50% dari 1.100 saluran penghubung tertutup bangunan. Kita akan bongkar terus," tegasnya. Mantan Camat Pulogadung itu menuturkan, pada tahun ini pihaknya fokus untuk menangani genangan dengan terus membongkar beton yang menutupi saluran, pelebaran drainase di tempat yang tidak ditumbuhi bangunan permanen dan menambah tali-tali air.
Setelah dibongkar, Teguh mengimbau kepada Bina Marga agar saluran air tidak ditutupi beton, melainkan pelat besi atau bak kontrol untuk memudahkan perawatan. "Intinya kita mau kembalikan saluran air seperti semula. Banyak lumpur, sendimen sampah mempersempit. Termasuk bangunan yang menutupi saluran. Kami akan rapatkan kembali hal ini. Karena inventarisasinya ada di tingkat kota," jelasnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, sampai saat ini, Jakarta tidak mempunyai rencana induk saluran air. Padahal, sejak 10-15 tahun lalu atau sejak banjir besar pada 2002, pihaknya sudah mendorong Dinas Pekerja Umum (PU) untuk membuat rencana induk saluran air.
Dalam penyusunan rencana induk saluran air itu dibuat bersamaan dengan rencana induk jaringan utilitas. Di mana, saluran air terbagi tiga, makro diameter seluas 5 meter, meso seluas 3 meter dan mikro satu meter.
"Saluran makro itu terbagi atas kiri untuk utilitas kabel listrik, telpon dan serat optik. Kanan untuk pipa air bersih dan gas. Sehingga tidak ada lagi bongkar pasang saluran air dan trotoar serta tumpang tindih utilitas di saluran air," ungkapnya.
Nirwono menyebutkan, belum adanya rencana induk saluran air itu bukan lantaran tidak adanya dana. Melainkan tidak adanya kemauan yang serius dari Pemprov DKI. Sebab, dalam perbaikan saluran itu terdapat 12 instansi yang sudah memiliki kavling masing-masing.
Untuk itu, lanjut Nirwono, ke-12 instansi tersebut harus duduk bersama dan membuat satu pintu, tentunya di bidang teknis, baik itu Bina Marga ataupun Tata Air. "Selama ini dalam rapat ok, tetapi pelaksanaanya berbenturna kewenangan. Ini juga harus dibenahi," ujarnya.
Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengatakan, permasalahan banjir di Jakarta masih menjadi ancaman bagi warga. Pemprov DKI harus terus mengantisipasinya, gorong-gorong yang sudah bersih harus di jaga terus oleh Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), Dinas Sumber Daya Air, dan sebagainya. Termasuk crosing-crosing saluran harus dilakukan terus.
"Tugas pemerintahan selanjutnya harus melanjutkan normalisasi saluran air untuk mengatasi banjir. Kenapa banjir kalau hujan lebat, karena salurannya enggak terkoneksi. Rumusnya saluran harus terkoneksi," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (5/10/2017).
Saefullah menjelaskan, beberapa hari lalu genangan terjadi saat hujan mengguyur DKI Jakarta dan sekitarnya. Akar pohon, tumpukan sampah yang mengeras di lignkungan warga, perkantoran dan jalan masih menjadi kendala belum terhubungnya aliran air. Untuk itu, kebijakan pemimpin baru nanti harus melanjutkan dan segera dapat mengantisipasi musibah banjir.
Selain itu, Saefullah juga meminta saluran air tersebut harus terkoneksi dengan pompa, waduk dan sebagainya. Jangan sampai ada pompa yang tidak berfungsi saat hujan tiba, apalagi mulut-mulut air yang tersumbat.
"Untuk kepentingan jangka panjang. Rumusnya harus tetap dipertahankan, semua harus terkoneksi, pompa, waduk," ungkapnya.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan mengatakan, rencana induk saluran air seharusnya ada di masterplane tata ruang. Sebab, peta 13 sungai dengan saluran penghubung lainnya saja ada di tata ruang.
Kendati demikian, Teguh tidak mempermasalahkan ada atau tidaknya rencana induk untuk menangani drainase. Menurutnya, penanganan yang dilakukan saat ini sudah dilakukan dari hulu hingga hilir.
"Penanganan drainase kita terkendala utilitas dan hampir lebih 50% dari 1.100 saluran penghubung tertutup bangunan. Kita akan bongkar terus," tegasnya. Mantan Camat Pulogadung itu menuturkan, pada tahun ini pihaknya fokus untuk menangani genangan dengan terus membongkar beton yang menutupi saluran, pelebaran drainase di tempat yang tidak ditumbuhi bangunan permanen dan menambah tali-tali air.
Setelah dibongkar, Teguh mengimbau kepada Bina Marga agar saluran air tidak ditutupi beton, melainkan pelat besi atau bak kontrol untuk memudahkan perawatan. "Intinya kita mau kembalikan saluran air seperti semula. Banyak lumpur, sendimen sampah mempersempit. Termasuk bangunan yang menutupi saluran. Kami akan rapatkan kembali hal ini. Karena inventarisasinya ada di tingkat kota," jelasnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, sampai saat ini, Jakarta tidak mempunyai rencana induk saluran air. Padahal, sejak 10-15 tahun lalu atau sejak banjir besar pada 2002, pihaknya sudah mendorong Dinas Pekerja Umum (PU) untuk membuat rencana induk saluran air.
Dalam penyusunan rencana induk saluran air itu dibuat bersamaan dengan rencana induk jaringan utilitas. Di mana, saluran air terbagi tiga, makro diameter seluas 5 meter, meso seluas 3 meter dan mikro satu meter.
"Saluran makro itu terbagi atas kiri untuk utilitas kabel listrik, telpon dan serat optik. Kanan untuk pipa air bersih dan gas. Sehingga tidak ada lagi bongkar pasang saluran air dan trotoar serta tumpang tindih utilitas di saluran air," ungkapnya.
Nirwono menyebutkan, belum adanya rencana induk saluran air itu bukan lantaran tidak adanya dana. Melainkan tidak adanya kemauan yang serius dari Pemprov DKI. Sebab, dalam perbaikan saluran itu terdapat 12 instansi yang sudah memiliki kavling masing-masing.
Untuk itu, lanjut Nirwono, ke-12 instansi tersebut harus duduk bersama dan membuat satu pintu, tentunya di bidang teknis, baik itu Bina Marga ataupun Tata Air. "Selama ini dalam rapat ok, tetapi pelaksanaanya berbenturna kewenangan. Ini juga harus dibenahi," ujarnya.
(whb)