DPRD DKI Minta Biaya Top-UP Transjakarta Diaudit

Jum'at, 22 September 2017 - 06:50 WIB
DPRD DKI Minta Biaya...
DPRD DKI Minta Biaya Top-UP Transjakarta Diaudit
A A A
JAKARTA - Rencana perbankan mengenakan biaya administrasi bagi konsumen yang hendak mengisi ulang (top-up) kartu elektronik (e-ticket) belakangan menjadi perhatian publik. Namun di DKI, sejatinya pengenaan biaya administrasi sebesar Rp2.000 bagi konsumen yang hendak top-up e-ticket di setiap halte Transjakarta telah diberlakukan sejak akhir tahun lalu.

Untuk itu, DPRD meminta PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) diaudit dan dievaluasi. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik meminta Pemprov DKI segera mengevaluasi direksi PT Transjarta dan mengaudit pendapatan dari pengenaan biaya top up di halte Transjakarta yang berlaku sebelum adanya putusan Bank Indonesia (BI).

Taufik menyebutkan, selama ini, PT Transjaka terus mendapatkan tambahan subsidi berupa Public Service Obligation (PSO) setiap tahunya. Pada 2015 Transjakarta mendapat dana PSO sebesar Rp900 miliar, pada 2016 mengalami peningkatan menjadi Rp1,6 triliun, kemudian pada 2017 menjadi Rp2,8 triliun.

"Kami belum pernah dilaporkan pengenaan top up itu di halte Transjakarta. Saya rasa ini perlu diaudit, kemana uang itu," kata Taufik saat dihubungi.

Menurut Taufik, dengan adanya pendapatan yang dihasilkan oleh PT Transjakarta, seharusnya subsisi yang diminta dapat berkurang atau minimal sama seperti tahun sebelumnya bila memang operasional armadanya bertambah.

Badan Anggaran (Banggar), kata Taufik, tidak pernah mendapatkan laporan dari PT Transjakarta perihal pendapatan pengenaan administrasi tersebut ketika rapat pembahasan usulan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dilakukan. "Ya kebijakan sendiri itu mah. BI saja baru mengeluarkan aturan, kok mereka sudah berlakukan sejak awal tahun ini," kata Tauifk.

Sementara itu, Direktur Institut Studi Transportasi (Instrans), Dharmanigtyas, menuturkan, sejak awal pemberlakuan pemotongan biaya isi ulang kartu elektronik di halte Transjakarta, dirinya sudah menolak. Sebab, pengenaan biaya tersebut dibebankan kepada pengguna, bukan operator.

Tyas mengaku tidak pernah mengetahui sistem pengenan administrasi tersebut. Jangankan pendapatan atau penggunaan, kerja sama yang dilakukan dengan pihak perbankan saja, kata dia, tidak pernah dipublikasi.

"Kalau memang perbankan yang mendapatkan pengenaan biaya top up ya harusnya ditanggung oleh operator. Kalau buat peningkatan pelayanan, saya sebagai orang yang pertama kali mengkampanyekan Transjakarta tidak melihat adanya perubahan headway. Audit dan segera evaluasi direksi perusahaan daerah itu," ungkapnya.

Humas PT Transjakarta, Wibowo, mengatakan, pihaknya akan memanfaatkan waktu pelaksanaan ketentuan yang dikeluarkan BI mengenai top up kartu elektronik selama satu bulan kedepan.

Ia berdalih pengenaan biaya top up sebesar Rp2. 000 yang diberlakukan PT Transjakarta sejak akhir tahun lalu itu merupakan kebijakan PT Transjakarta yang telah dikonsultasikan dengan beberpaa pihak.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1234 seconds (0.1#10.140)