Jaga Keutuhan NKRI, Pokja Wartawan Polda Metro Gelar Diskusi Publik
A
A
A
JAKARTA - Pokja Wartawan Polda Metro Jaya menggelar diskusi bertema Penanggulangan dan Antisipasi Ormas Radikal dalam Menjaga Keutuhan NKRI di Balai Wartawan Polda Metro Jaya pada Rabu (23/8/2017) ini.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, perjalanan bangsa ini penuh gejolak, mulai dari DI/TII, Kahar Muzakar dan lainnya. Namun, semakin ke sini, kehidupan berbangsa dan bernegara seolah mengalami kemunduran.
Dia mencontoh, SARA, dahulu merupakan hal sensitif, tapi sekarang malah dijadikan sebagai alat politik dan menghasut. Padahal, negeri ini ada ratusan suku dan bahasa, maka itu bila SARA terus dijadikan alat, akan hancur negara ini.
Rikwanto menuturkan, perbedaan itu kerap digunakan demi kepentingam kelompok belaka dan parahnya yang sadar itu malah semakin memperkeruh, misal dengan mengatakan, bila tak masuk kelompok kami, go to hell. Lebih parah lagi bila ada pakar ilmu dan lainnya, membius pengikutnya untuk tidak mengikuti kelompok lainnya karena memiliki kesesatan.
"Lalu menurut disuruh jadi pengantin dengan iming-iming kavling sorga, lengkap dengan bidadari. Perang zaman nabi itu sahid, sekarang tak ada perang tanpa membunuh orang, lalu dibilang syahid, pakai panci lagi," kata Rikwanto yang menjadi nara sumber dalam diskusi Pokja Wartawan Polda Metro Jaya tersebut, Rabu (23/8/2017).
Pembicara lainnya, Wakil Kepala Ormas Forum Bela Negara Sunan Kalijaga menerangkan, calon pengantin itu umumnya direkrut dari dalam LP, dengan melalui pendekatan agama dan emosional. Contoh, mereka diimingi bakal diampuni dosanya karena telah melakukan pembunuhan bila berjihad untuk menegakan hukum agama.
"Maka itu, semua pihak harus bijaksama mewaspadai pola rekrutmen seperti itu," terangnya. Selain dua narasumber itu, hadir pula Ketua GP Ansor Habib Nuruzzaman dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis sebagai narasumber, sedang acara diskusi itu dimoderatori oleh Prima Alvernia Handayaningtyas.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, perjalanan bangsa ini penuh gejolak, mulai dari DI/TII, Kahar Muzakar dan lainnya. Namun, semakin ke sini, kehidupan berbangsa dan bernegara seolah mengalami kemunduran.
Dia mencontoh, SARA, dahulu merupakan hal sensitif, tapi sekarang malah dijadikan sebagai alat politik dan menghasut. Padahal, negeri ini ada ratusan suku dan bahasa, maka itu bila SARA terus dijadikan alat, akan hancur negara ini.
Rikwanto menuturkan, perbedaan itu kerap digunakan demi kepentingam kelompok belaka dan parahnya yang sadar itu malah semakin memperkeruh, misal dengan mengatakan, bila tak masuk kelompok kami, go to hell. Lebih parah lagi bila ada pakar ilmu dan lainnya, membius pengikutnya untuk tidak mengikuti kelompok lainnya karena memiliki kesesatan.
"Lalu menurut disuruh jadi pengantin dengan iming-iming kavling sorga, lengkap dengan bidadari. Perang zaman nabi itu sahid, sekarang tak ada perang tanpa membunuh orang, lalu dibilang syahid, pakai panci lagi," kata Rikwanto yang menjadi nara sumber dalam diskusi Pokja Wartawan Polda Metro Jaya tersebut, Rabu (23/8/2017).
Pembicara lainnya, Wakil Kepala Ormas Forum Bela Negara Sunan Kalijaga menerangkan, calon pengantin itu umumnya direkrut dari dalam LP, dengan melalui pendekatan agama dan emosional. Contoh, mereka diimingi bakal diampuni dosanya karena telah melakukan pembunuhan bila berjihad untuk menegakan hukum agama.
"Maka itu, semua pihak harus bijaksama mewaspadai pola rekrutmen seperti itu," terangnya. Selain dua narasumber itu, hadir pula Ketua GP Ansor Habib Nuruzzaman dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis sebagai narasumber, sedang acara diskusi itu dimoderatori oleh Prima Alvernia Handayaningtyas.
(whb)