Penggusuran yang Dilakukan Ahok Tidak Menyelesaikan Masalah
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI akan tetap melakukan normalisasi kali dengan cara menggusur pemukiman di bantaran kali. Namun, penggusuran ini dinilai tidak menyelesaikan masalah.
Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, konsep penertiban yang dilakukan Gubernur Basuki T Purnama (Ahok) terhadap normalisasi kali ataupun pemukiman padat penduduk tidak menyelesaikan masalah. Hal itu terlihat dari tidak adanya rencana usai melakukan penggusuran.
"Lihat saja Kampung Akuarium, Luar Batang, dan lahan gusuran lainnya. Apakah ada konsep pembangunannya?. Nyatanya saat ini belum ada yang dibangun. Kemacetan dan banjir belum juga bisa terurai," kata Trubus saat dihubungi, Kamis, 4 Mei 2017 kemarin.
Trubus menjelaskan, sejak memimpin DKI Jakarta, Ahok tidak pernah menggunakan kebijakan publik. Mulai dari penataan kota dengan melakukan penggusuran, mengatasi kemacetan, mengendalikan banjir hingga membuat izin reklamasi.
Padahal, Pemprov DKI Jakarta memiliki Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang berkewenangan untuk menjaring aspirasi warga DKI sebagai masukkan untuk Gubernur sebelum mengeluarkan kebijakan. "Jakarta ini Ibu Kota. Segala kebijakannya harus matang. Publik harus dilibatkan, tanpa partisipasi publik, kebijakannya hanya popularitas," ungkapnya.
Trubus menjelaskan, kebijakan publik itu memang membutuhkan waktu agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Trubus menilai bila cara kepemimpinan Ahok selama ini seperti gaya kepemimpinan raja dalam sebuah negara monarki. Melalui kekuasaannya, Ahok sewenang-wenang mengeluarkan kebijakan tanpa adanya rencana yang matang.
"Setiap penggusuran selalu terjadi masalah, apa salahnya meniru gaya Joko Widodo yang selalu turun ke lapangan untuk menyelesaikan masalah. Karakteristik Ahok terlalu elite. Bukan prorakyat. Ingat, pondasinya dari bawah," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) menuturkan, penggusuran yang dilakukan Gubernur Ahok selama ini keluar dari komitmen perjanjiannya. Di mana akan ada tempat tinggal pengganti berikut dengan fasilitasnya.
Nyatanya, setiap penggusuran yang dilakukan dengan alasan untuk menata kota Jakarta, Ahok kerap menggunakan kekuasannya tanpa memikirkan kelanjutan hidup warga korban penggusuran. Lulung meminta agar Gubernur Ahok memahami kembali bagaimana cara menata lingkungan di atas tanah negara yang menjadi aset pemerintah dan tanah negara yang dikelola oleh warga puluhan tahun lamanya.
Menurut politisi PPP itu, apabila ingin melakukan percepatan pembangunan, Gubernur Ahok harus mengerti nilai-nilai kehidupan warga yang terkena penggusuran. "Warga di atas tanah negara memiliki nilai-nilai ekonomi yang harus diperhatikan," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Ahok menegaskan tetap akan menggusur pemukiman bantaran kali untuk normalisasi kali sampai dirinya berhenti menjadi Gubernur pada Oktober mendatang. Menurutnya, apabila tidak melakukan hal tersebut, kasihan Gubernur baru.
Sayangnya, Ahok belum tahu akan diapakan lokasi pemukiman yang akan digusur nanti. Dia menyebutkan akan menggusur semua pemukiman bantaran kali, seperti Bukit Duri, Kampung Melayu, Sunter dan Pulogadung. Termasuk Kampung Akuarium yang dimana sudah diminta Wali Kota untuk membongkarnya.
"Kampung Akuarium, kita lagi nunggu kajian untuk cagar budaya. Pokoknya sikat terus. Kasihan sama Gubernur baru yang udah tandatangan tidak mau gusur. Jadi gue beresin," ujarnya.
Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, konsep penertiban yang dilakukan Gubernur Basuki T Purnama (Ahok) terhadap normalisasi kali ataupun pemukiman padat penduduk tidak menyelesaikan masalah. Hal itu terlihat dari tidak adanya rencana usai melakukan penggusuran.
"Lihat saja Kampung Akuarium, Luar Batang, dan lahan gusuran lainnya. Apakah ada konsep pembangunannya?. Nyatanya saat ini belum ada yang dibangun. Kemacetan dan banjir belum juga bisa terurai," kata Trubus saat dihubungi, Kamis, 4 Mei 2017 kemarin.
Trubus menjelaskan, sejak memimpin DKI Jakarta, Ahok tidak pernah menggunakan kebijakan publik. Mulai dari penataan kota dengan melakukan penggusuran, mengatasi kemacetan, mengendalikan banjir hingga membuat izin reklamasi.
Padahal, Pemprov DKI Jakarta memiliki Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang berkewenangan untuk menjaring aspirasi warga DKI sebagai masukkan untuk Gubernur sebelum mengeluarkan kebijakan. "Jakarta ini Ibu Kota. Segala kebijakannya harus matang. Publik harus dilibatkan, tanpa partisipasi publik, kebijakannya hanya popularitas," ungkapnya.
Trubus menjelaskan, kebijakan publik itu memang membutuhkan waktu agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Trubus menilai bila cara kepemimpinan Ahok selama ini seperti gaya kepemimpinan raja dalam sebuah negara monarki. Melalui kekuasaannya, Ahok sewenang-wenang mengeluarkan kebijakan tanpa adanya rencana yang matang.
"Setiap penggusuran selalu terjadi masalah, apa salahnya meniru gaya Joko Widodo yang selalu turun ke lapangan untuk menyelesaikan masalah. Karakteristik Ahok terlalu elite. Bukan prorakyat. Ingat, pondasinya dari bawah," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana (Lulung) menuturkan, penggusuran yang dilakukan Gubernur Ahok selama ini keluar dari komitmen perjanjiannya. Di mana akan ada tempat tinggal pengganti berikut dengan fasilitasnya.
Nyatanya, setiap penggusuran yang dilakukan dengan alasan untuk menata kota Jakarta, Ahok kerap menggunakan kekuasannya tanpa memikirkan kelanjutan hidup warga korban penggusuran. Lulung meminta agar Gubernur Ahok memahami kembali bagaimana cara menata lingkungan di atas tanah negara yang menjadi aset pemerintah dan tanah negara yang dikelola oleh warga puluhan tahun lamanya.
Menurut politisi PPP itu, apabila ingin melakukan percepatan pembangunan, Gubernur Ahok harus mengerti nilai-nilai kehidupan warga yang terkena penggusuran. "Warga di atas tanah negara memiliki nilai-nilai ekonomi yang harus diperhatikan," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Ahok menegaskan tetap akan menggusur pemukiman bantaran kali untuk normalisasi kali sampai dirinya berhenti menjadi Gubernur pada Oktober mendatang. Menurutnya, apabila tidak melakukan hal tersebut, kasihan Gubernur baru.
Sayangnya, Ahok belum tahu akan diapakan lokasi pemukiman yang akan digusur nanti. Dia menyebutkan akan menggusur semua pemukiman bantaran kali, seperti Bukit Duri, Kampung Melayu, Sunter dan Pulogadung. Termasuk Kampung Akuarium yang dimana sudah diminta Wali Kota untuk membongkarnya.
"Kampung Akuarium, kita lagi nunggu kajian untuk cagar budaya. Pokoknya sikat terus. Kasihan sama Gubernur baru yang udah tandatangan tidak mau gusur. Jadi gue beresin," ujarnya.
(whb)