Gubernur DKI Terpilih Sebut PKS Kirim Tanda-tanda untuk Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno membacakan puisi karya Taufiq Ismail berjudul 'Membaca Tanda-tanda'. Anies-Sandi tampak kompak dan menghayati saat membacakan puisidi acara perayaan puncak Milad ke 19 PKS di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (30/4/2017).
Anies menjelaskan, bahwa puisi tersebut syarat akan kritik tentang kondisi bangsa saat ini, termasuk DKI Jakarta."Ketika kami membaca dan merenungkan, puisi ini sangat kental akan makna. Utamanya tentang kondisi bangsa kita, dan DKI Jakarta khususnya," kata Anies.
Sebagai Gubernur DKI terpilih yang akan dilantik pada Oktober mendatang, Anies merasa sudah diingatkan oleh PKS melalui pemilihan puisi tersebut. "Puisi ini dipilihkan oleh PKS, kami hanya membacakannya saja. Tampaknya PKS sedang mengirimkan tanda-tanda, mungkin ini sebagai tanda-tanda perubahan untuk Jakarta," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Anies menyampaikan ucapan selamat kepada PKS yang telah berusia 19 tahun.Berikut puisi yang dibacakan Anies-Sandi:
“Membaca Tanda-tanda”
Karya: Taufiq Ismail
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kita mulai merindukannya
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting, ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan, Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksida itu
menggilas paru-paru
Kita saksikan gunung memompa abu
Abu membawa batu, Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor, Longsor membawa air
Air membawa banjir, Banjir membawa air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda, Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya.
(1982)
Anies menjelaskan, bahwa puisi tersebut syarat akan kritik tentang kondisi bangsa saat ini, termasuk DKI Jakarta."Ketika kami membaca dan merenungkan, puisi ini sangat kental akan makna. Utamanya tentang kondisi bangsa kita, dan DKI Jakarta khususnya," kata Anies.
Sebagai Gubernur DKI terpilih yang akan dilantik pada Oktober mendatang, Anies merasa sudah diingatkan oleh PKS melalui pemilihan puisi tersebut. "Puisi ini dipilihkan oleh PKS, kami hanya membacakannya saja. Tampaknya PKS sedang mengirimkan tanda-tanda, mungkin ini sebagai tanda-tanda perubahan untuk Jakarta," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Anies menyampaikan ucapan selamat kepada PKS yang telah berusia 19 tahun.Berikut puisi yang dibacakan Anies-Sandi:
“Membaca Tanda-tanda”
Karya: Taufiq Ismail
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kita mulai merindukannya
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting, ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan, Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksida itu
menggilas paru-paru
Kita saksikan gunung memompa abu
Abu membawa batu, Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor, Longsor membawa air
Air membawa banjir, Banjir membawa air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda, Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya.
(1982)
(whb)