Simpang Susun Semanggi Gunakan Dana KLB Dinilai Bermasalah
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan Simpang Susun Semanggi II yang menggunakan dana perusahaan swasta berupa Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus segera diserahterimakan ke DKI sebelum dioperasikan Juli mendatang. Nilai pembangunan dengan KLB perusahaan swasta agar tidak menimbulkan masalah di kepemimpinan Gubernur baru.
Hal tersebut ditegaskan oleh Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga. Menurutnya, penyerahan aset Simpang Susun Semanggi II dari KLB perusahaan swasta ke Pemprov DKI berikut dengan ketentuan KLB harus dilakukan sebelum pergantian Gubernur baru. Sebab, kata dia, apabila itu tidak dilakukan, penggunaan dana KLB akan menimbulkan masalah. Terlebih, bila Gubernur baru membatalkan dana KLB-nya.
"Gubernur baru punya diskresi untuk membatalkan penggunaan dana KLB. Kalau dibatalkan gimana? Penggunaan dana KLB atau CSR itu harus dievaluasi lantaran pembangunan tidak berkelanjutan dan perawatanya juga tidak jelas," kata Nirwono Joga saat dihubungi, Selasa (25/4/2017).
Nirwono menjelaskan, penggunaan dana KLB itu tidak bisa menghitung total rupiah tinggi gedung yang dibangun lalu hasilnya digunakan untuk pembangunan kota Jakarta. Sebab, penggunaan air, listrik, dan kemacetan akibat peninggian gedung perusahaan swasta sangat penting ke depannya dan tidak bisa dihitung rupiah. Hal itulah, kata dia, yang harus dievaluasi oleh Pemprov DKI.
Selain itu, lanjut Nirwono, penggunaan dana KLB atau Corporate Sosial responsibility (CSR) harus menjadi pilihan terkahir Pemprov DKI. Apalagi untuk pembangunan publik seperti jalan, taman dan sebagainya.
"Kalau menggunakan anggaran daerah untuk pembangunan publik, perangkat daerah merasa terlibat dan pembangunannya berkelanjutan. Misalnya tambah macet, solusinya pasti akan cepat ditangani oleh perangkat daerah. Lihat RPTRA dari CSR, ketika ada masalah, mereka melempar tanggung jawab. Dinas Marga membanggakan Semanggi dengan dana KLB, dia tidak repot lelang. Tinggal duduk dan akhirnya punya DKI. Kalau ada masalah, dia lempar," ungkapnya.
Hal tersebut ditegaskan oleh Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga. Menurutnya, penyerahan aset Simpang Susun Semanggi II dari KLB perusahaan swasta ke Pemprov DKI berikut dengan ketentuan KLB harus dilakukan sebelum pergantian Gubernur baru. Sebab, kata dia, apabila itu tidak dilakukan, penggunaan dana KLB akan menimbulkan masalah. Terlebih, bila Gubernur baru membatalkan dana KLB-nya.
"Gubernur baru punya diskresi untuk membatalkan penggunaan dana KLB. Kalau dibatalkan gimana? Penggunaan dana KLB atau CSR itu harus dievaluasi lantaran pembangunan tidak berkelanjutan dan perawatanya juga tidak jelas," kata Nirwono Joga saat dihubungi, Selasa (25/4/2017).
Nirwono menjelaskan, penggunaan dana KLB itu tidak bisa menghitung total rupiah tinggi gedung yang dibangun lalu hasilnya digunakan untuk pembangunan kota Jakarta. Sebab, penggunaan air, listrik, dan kemacetan akibat peninggian gedung perusahaan swasta sangat penting ke depannya dan tidak bisa dihitung rupiah. Hal itulah, kata dia, yang harus dievaluasi oleh Pemprov DKI.
Selain itu, lanjut Nirwono, penggunaan dana KLB atau Corporate Sosial responsibility (CSR) harus menjadi pilihan terkahir Pemprov DKI. Apalagi untuk pembangunan publik seperti jalan, taman dan sebagainya.
"Kalau menggunakan anggaran daerah untuk pembangunan publik, perangkat daerah merasa terlibat dan pembangunannya berkelanjutan. Misalnya tambah macet, solusinya pasti akan cepat ditangani oleh perangkat daerah. Lihat RPTRA dari CSR, ketika ada masalah, mereka melempar tanggung jawab. Dinas Marga membanggakan Semanggi dengan dana KLB, dia tidak repot lelang. Tinggal duduk dan akhirnya punya DKI. Kalau ada masalah, dia lempar," ungkapnya.
(pur)