Politikus Golkar: Kubu Ahok-Djarot Kerap Lakukan Black Campaign
A
A
A
JAKARTA - Pasangan nomor urut dua Ahok-Djarot Pdinilai kerap melakukan black campaign dalam Pilgub DKI Jakarta putaran kedua. Penilaian ini disampaikan politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan, kubu Ahok-Djarot kerap melakukan black campaign. Misalnya, serangan surat syariah pada paslon nomor urut tiga Anies-Sandi.
"Contoh surat syariah. Ini kan tinggal dua paslon, jadi kalau di antara dua calon saling menyerang, itu kan sudah ketahuan siapa yang diserang, siapa yang menyerang. Jadi, kalau yang diserang paslon tiga, berarti yang melakukan (serangan) paslon 2," ujar Doli dalam talkshow Polemik Radio SINDOTrijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu (1/4/2017).
"Contoh lain pada putaran pertama sampai putaran kedua itu laporan ke polisi Anies-Sandi yang tentang (pameran buku) Frankfurt," ucapnya.
Doli meyakini, pada putaran pertama Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, kubu Ahok-Djarot melakukan black campaign dengan menyerang paslon nomor urut satu Agus-Sylvi dengan melaporkannya ke polisi terkait kasus masjid dan dana hibah.
"Setelah nomor satu kalah kan tak diteruskan lagi (kasusnya), didiamkan saja. Kita pun bertanya, siapa yang melaporkan waktu itu? Kan yang dukung pemerintah, polisi, dan kita kan tahu, Gubernur kita sekarang ini, paslon 2," terangnya.
Maka itu, Doli menuturkan, kubu paslon nomor urut dua itu kerap melakukan black campaign dan fitnah untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya, seperti yang dialami Agus-Sylvi itu."Kalau misalnya lolos paslon nomor satu ini, pasti diteruskan tuh kasus dana hibah dan segala macem itu," jelasnya.
Doli menambahkan, seharusnya dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 itu menjadi ajang kontestasi yang baik dengan adu program dan adu gagasan. Bila saling serang dalam kondisi negatif campaign pun masih bisa dianggap wajar asalkan fakta-fakta yang disuguhkan itu benar adanya.
"Kalau black campaign itu kan fitnah, menebar kebohongan, sudah tak benar tentunya," katanya.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan, kubu Ahok-Djarot kerap melakukan black campaign. Misalnya, serangan surat syariah pada paslon nomor urut tiga Anies-Sandi.
"Contoh surat syariah. Ini kan tinggal dua paslon, jadi kalau di antara dua calon saling menyerang, itu kan sudah ketahuan siapa yang diserang, siapa yang menyerang. Jadi, kalau yang diserang paslon tiga, berarti yang melakukan (serangan) paslon 2," ujar Doli dalam talkshow Polemik Radio SINDOTrijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu (1/4/2017).
"Contoh lain pada putaran pertama sampai putaran kedua itu laporan ke polisi Anies-Sandi yang tentang (pameran buku) Frankfurt," ucapnya.
Doli meyakini, pada putaran pertama Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, kubu Ahok-Djarot melakukan black campaign dengan menyerang paslon nomor urut satu Agus-Sylvi dengan melaporkannya ke polisi terkait kasus masjid dan dana hibah.
"Setelah nomor satu kalah kan tak diteruskan lagi (kasusnya), didiamkan saja. Kita pun bertanya, siapa yang melaporkan waktu itu? Kan yang dukung pemerintah, polisi, dan kita kan tahu, Gubernur kita sekarang ini, paslon 2," terangnya.
Maka itu, Doli menuturkan, kubu paslon nomor urut dua itu kerap melakukan black campaign dan fitnah untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya, seperti yang dialami Agus-Sylvi itu."Kalau misalnya lolos paslon nomor satu ini, pasti diteruskan tuh kasus dana hibah dan segala macem itu," jelasnya.
Doli menambahkan, seharusnya dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 itu menjadi ajang kontestasi yang baik dengan adu program dan adu gagasan. Bila saling serang dalam kondisi negatif campaign pun masih bisa dianggap wajar asalkan fakta-fakta yang disuguhkan itu benar adanya.
"Kalau black campaign itu kan fitnah, menebar kebohongan, sudah tak benar tentunya," katanya.
(whb)