Poltikus Golkar: Ada 2 Makna dan Pesan Titiek Soeharto Dukung Anies-Sandi
A
A
A
JAKARTA - Politikus muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menangapi langkah Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) yang memberikan dukungan kepada pasangan calon nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Doli menuturkan, dukungan itu melawan kehendak Partai Golkar sebagai parpol pendukung cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Doli menilai, langkah Titiek bisa ditafsirkan dengan dua makna dan dua pesan di dalamnya.
Pertama, sebagai puteri Pak Harto, Titiek pernah merasakan dan memahami benar arti filosofi, sejarah, doktrin, dan perjuangan Golkar.
Tetap konsisten berazaskan Pancasila, juga dengan semangat doktrin karya kekaryaan dalam kiprahnya, Golkar mengawal terlaksananya pembangunan materiil dan spiritual demi terwujudnya cita-cita negara.
Dengan berproses seperti itulah, lanjut Doli, Golkar menjadi kekuatan politik yang berkarakter nasionalis-religius. Menjadi partai politik yang tetap menjaga keselarasan dan keseimbangan antara nilai ke-Indonesiaan dan ke-Tuhanan.
"Mengabaikan salah satunya berarti keluar dari nilai sejati dan karakter asli dari Partai Golkar," ucap Doli kepada Sindonews, Selasa (28/2/2017).
Kedua, lanjut Doli, dalam perjuangannya selama ini, Golkar tidak pernah memungkiri realitas bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Golkar juga tidak bisa dilepaskan kedekatannya dengan umat Islam.
Basis-basis pendukung utama Golkar, kata Doli, adalah ummat Islam. Menjauhkan diri dari ummat Islam, sama saja dengan mengkerdilkan Golkar."Golkar yang ngotot mendukung Ahok, tak lagi dekat, seaspirasi, bahkan berhadapan dengan mayoritas umat Islam. Dan telah kehilangan karakter sebagai Partai Politik yang nasionalis-religius," ucap Doli.
Pernyataan Titek, ucap Doli, juga membawa pesan bahwa kader Golkar sejati tak perlu takut berbeda dengan pemimpin yang telah menyimpang dari nilai dan karakter hakikinya Golkar.
Pesan lainnya, lanjut Doli, ditujukan kepada semua kader yang masih cinta Golkar dan bangsa Indonesia, agar mengikuti kata hati, akal sehat, serta keyakinan berdasarkan petunjuk dan ajaran Tuhan di dalam memilih pemimpin. Bukan karena tekanan, ancaman, intimidasi, dan transaksional.
"Saya yakin bila ditanya kepada siapapun yang pernah memimpin Golkar, pasti hati dan pandangannya akan sama dengan apa yang disampaikan Mbak Titiek. Pak Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie, masih ada dan bisa ditanya," ucap Doli.
Doli menuturkan, dukungan itu melawan kehendak Partai Golkar sebagai parpol pendukung cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Doli menilai, langkah Titiek bisa ditafsirkan dengan dua makna dan dua pesan di dalamnya.
Pertama, sebagai puteri Pak Harto, Titiek pernah merasakan dan memahami benar arti filosofi, sejarah, doktrin, dan perjuangan Golkar.
Tetap konsisten berazaskan Pancasila, juga dengan semangat doktrin karya kekaryaan dalam kiprahnya, Golkar mengawal terlaksananya pembangunan materiil dan spiritual demi terwujudnya cita-cita negara.
Dengan berproses seperti itulah, lanjut Doli, Golkar menjadi kekuatan politik yang berkarakter nasionalis-religius. Menjadi partai politik yang tetap menjaga keselarasan dan keseimbangan antara nilai ke-Indonesiaan dan ke-Tuhanan.
"Mengabaikan salah satunya berarti keluar dari nilai sejati dan karakter asli dari Partai Golkar," ucap Doli kepada Sindonews, Selasa (28/2/2017).
Kedua, lanjut Doli, dalam perjuangannya selama ini, Golkar tidak pernah memungkiri realitas bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Golkar juga tidak bisa dilepaskan kedekatannya dengan umat Islam.
Basis-basis pendukung utama Golkar, kata Doli, adalah ummat Islam. Menjauhkan diri dari ummat Islam, sama saja dengan mengkerdilkan Golkar."Golkar yang ngotot mendukung Ahok, tak lagi dekat, seaspirasi, bahkan berhadapan dengan mayoritas umat Islam. Dan telah kehilangan karakter sebagai Partai Politik yang nasionalis-religius," ucap Doli.
Pernyataan Titek, ucap Doli, juga membawa pesan bahwa kader Golkar sejati tak perlu takut berbeda dengan pemimpin yang telah menyimpang dari nilai dan karakter hakikinya Golkar.
Pesan lainnya, lanjut Doli, ditujukan kepada semua kader yang masih cinta Golkar dan bangsa Indonesia, agar mengikuti kata hati, akal sehat, serta keyakinan berdasarkan petunjuk dan ajaran Tuhan di dalam memilih pemimpin. Bukan karena tekanan, ancaman, intimidasi, dan transaksional.
"Saya yakin bila ditanya kepada siapapun yang pernah memimpin Golkar, pasti hati dan pandangannya akan sama dengan apa yang disampaikan Mbak Titiek. Pak Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie, masih ada dan bisa ditanya," ucap Doli.
(whb)