Bawaslu Diminta Serius Tindaklanjuti Temuan KTP Palsu
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta diminta serius menindaklanjuti temuan KTP ganda DKI Jakarta yang diungkapkan Mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Andi Arief di media sosial belum lama ini. Pasalnya, KTP palsu itu bisa menjadi persoalan serius jika digunakan untuk memenangkan salah satu pasangan calon di Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian berpendapat, KTP palsu itu bisa masuk kategori pelanggaran Pilkada. "Jadi, memang kita berharap tentunya bahwa pihak pengawas segera mengecek, menanggapi dan mem-follow up kalau itu betul-betul ditemukan ada kasus seperti itu, serius lah, karena ini suatu pelanggaran cukup serius," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Dia juga menilai sanksi yang serius juga perlu diberikan Bawaslu DKI Jakarta dan kepolisian, jika temuan Andi Arief itu terbukti untuk memenangkan salah satu pasangan calon. "Jadi, jangan sampai membuat resah masyarakat," tutur politikus Partai Golkar ini.
Dia berpendapat, jika temuan itu tidak diusut tuntas pihak berwenang, maka berpotensi bakal menjadi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi. "Kemudian ini menjadi alasan tidak menerima hasil Pilkada, makanya dicek, ini bener enggak," pungkasnya.
Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian berpendapat, KTP palsu itu bisa masuk kategori pelanggaran Pilkada. "Jadi, memang kita berharap tentunya bahwa pihak pengawas segera mengecek, menanggapi dan mem-follow up kalau itu betul-betul ditemukan ada kasus seperti itu, serius lah, karena ini suatu pelanggaran cukup serius," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Dia juga menilai sanksi yang serius juga perlu diberikan Bawaslu DKI Jakarta dan kepolisian, jika temuan Andi Arief itu terbukti untuk memenangkan salah satu pasangan calon. "Jadi, jangan sampai membuat resah masyarakat," tutur politikus Partai Golkar ini.
Dia berpendapat, jika temuan itu tidak diusut tuntas pihak berwenang, maka berpotensi bakal menjadi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi. "Kemudian ini menjadi alasan tidak menerima hasil Pilkada, makanya dicek, ini bener enggak," pungkasnya.
(pur)