Hakim Cecar Saksi Polisi di Sidang Penistaan Agama
A
A
A
JAKARTA - Dua anggota Polres Bogor yang dihadirkan dalam sidang keenam perkara dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jadi orang pertama yang diperiksa dalam sidang keenam ini. Saksi pun dicecar hakim karena kesalahannya dalam mengetik laporan.
Bripka Agung Hermawan, dan Briptu Ahmad Hamdani merupakan anggota polisi yang pertama menerima laporan dari salah satu pelapor kasus Ahok, Willyudin Dhani yang juga jadi saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) hari ini.
Willyudin melaporkan Ahok di Polresta Bogor pada 7 Oktober 2016. Hakim langsung menanyakan kedua anggota polisi itu terkait laporan yang dibuat Willyudin.
Briptu Ahmad Hamdani menjelaskan, pada 7 Oktober 2016, Willyudin datang bersama empat orang lainnya melaporkan Ahok terkait pidato kontoversial Ahok di Kepulauan Seribu.
Willyudin mengaku pada Hamdani, kalau dirinya melihat rekaman video pidato kontroversial Ahok di Kepulauan Seribu, di rumahnya. Majelis hakim pun menanyakan mengapa Willyudin tak diarahkan membuat laporan ke Polres Kepulauan Seribu sesuai lokasi kejadiannya pada dua anggota polisi itu.
"Mengapa saudara tidak menyarankan agar melapor ke Polres Kepulauan Seribu dan menerima laporannya?" ujar salah hakim di ruang sidang, Selasa (17/1/2017).
Menanggapi pertanyaan hakim, Hamdani mengaku tak bisa menolak tiap laporan yang masuk dari masyarakat. Maka itu, ia tetap memproses laporan tersebut.
Dalam laporan itu dituliskan kalau peristiwa pidato kontroversial Ahok terjadi pada 6 September 2016, padahal, kejadian sebenarnya yaitu tanggal 27 September 2017.
Hakim lantas bertanya, mengapa tanggal tersebut bisa salah. Kemudian, Hamdani pun berkata tidak mengetahui tanggal berapa Ahok persisnya berpidato di Kepulauan Seribu.
Ia mengaku hanya mengikuti keterangan pelapor yang mengatakan bahwa kejadian perkara itu terjadi pada 6 September 2016. "Pelapor sendiri (yang menyebutkan tanggalnya)," kata Hamdani.
Kemudian, lanjut Hamdani, usai laporan polisi dibuat, Willyudin pun menandatangani laporan itu. Willyudin, pun kata dia sudah membaca laporan yang ia ketik tersebut. "Pelapor baca, kemudian ditandatangani," terangnya lagi.
Hamdani lantas mengaku pada hakim kalau dirinya tak mencocokkan lagi antara laporan pelapor dengan kejadian yang sebenarnya. Terkait laporan yang ia ketik, Hamdani bilang tak ada penolakan dari pelapor terkait isi laporan tersebut.
"Di kantor ruangan Anda apa ada kalender? Atau kalendernya berubah-ubah tiap bulan? Anda harus serius kalau menulis tempus (waktu). Enggak boleh begini ini kan mengingat nasib orang lain," papar hakim menasihati Hamdani.
Untuk diketahui, dua anggota Polresta Bogor tersebut memang sengaja dihadirkan atas permintaan tim penasihat hukum terdakwa Ahok pada sidang pekan lalu. Hal itu, lantaran adanya yang berbeda dalam laporan salah satu pelapor, Willyudin di Polresta Bogor, yang kemudian dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Pada laporan Willyudin, tercatat kejadian perkara pidato kontroversial Ahok pada Kamis, 6 September 2016. Padahal, Ahok berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Bukan cuma tanggal yang berbeda, tapi juga lokasi pidato kontroversial Ahok. Dalam laporan yang dibuat oleh Hamdani, lokasi kejadian perkara ada di Tegallega, Bogor, padahal, Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
Bripka Agung Hermawan, dan Briptu Ahmad Hamdani merupakan anggota polisi yang pertama menerima laporan dari salah satu pelapor kasus Ahok, Willyudin Dhani yang juga jadi saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) hari ini.
Willyudin melaporkan Ahok di Polresta Bogor pada 7 Oktober 2016. Hakim langsung menanyakan kedua anggota polisi itu terkait laporan yang dibuat Willyudin.
Briptu Ahmad Hamdani menjelaskan, pada 7 Oktober 2016, Willyudin datang bersama empat orang lainnya melaporkan Ahok terkait pidato kontoversial Ahok di Kepulauan Seribu.
Willyudin mengaku pada Hamdani, kalau dirinya melihat rekaman video pidato kontroversial Ahok di Kepulauan Seribu, di rumahnya. Majelis hakim pun menanyakan mengapa Willyudin tak diarahkan membuat laporan ke Polres Kepulauan Seribu sesuai lokasi kejadiannya pada dua anggota polisi itu.
"Mengapa saudara tidak menyarankan agar melapor ke Polres Kepulauan Seribu dan menerima laporannya?" ujar salah hakim di ruang sidang, Selasa (17/1/2017).
Menanggapi pertanyaan hakim, Hamdani mengaku tak bisa menolak tiap laporan yang masuk dari masyarakat. Maka itu, ia tetap memproses laporan tersebut.
Dalam laporan itu dituliskan kalau peristiwa pidato kontroversial Ahok terjadi pada 6 September 2016, padahal, kejadian sebenarnya yaitu tanggal 27 September 2017.
Hakim lantas bertanya, mengapa tanggal tersebut bisa salah. Kemudian, Hamdani pun berkata tidak mengetahui tanggal berapa Ahok persisnya berpidato di Kepulauan Seribu.
Ia mengaku hanya mengikuti keterangan pelapor yang mengatakan bahwa kejadian perkara itu terjadi pada 6 September 2016. "Pelapor sendiri (yang menyebutkan tanggalnya)," kata Hamdani.
Kemudian, lanjut Hamdani, usai laporan polisi dibuat, Willyudin pun menandatangani laporan itu. Willyudin, pun kata dia sudah membaca laporan yang ia ketik tersebut. "Pelapor baca, kemudian ditandatangani," terangnya lagi.
Hamdani lantas mengaku pada hakim kalau dirinya tak mencocokkan lagi antara laporan pelapor dengan kejadian yang sebenarnya. Terkait laporan yang ia ketik, Hamdani bilang tak ada penolakan dari pelapor terkait isi laporan tersebut.
"Di kantor ruangan Anda apa ada kalender? Atau kalendernya berubah-ubah tiap bulan? Anda harus serius kalau menulis tempus (waktu). Enggak boleh begini ini kan mengingat nasib orang lain," papar hakim menasihati Hamdani.
Untuk diketahui, dua anggota Polresta Bogor tersebut memang sengaja dihadirkan atas permintaan tim penasihat hukum terdakwa Ahok pada sidang pekan lalu. Hal itu, lantaran adanya yang berbeda dalam laporan salah satu pelapor, Willyudin di Polresta Bogor, yang kemudian dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Pada laporan Willyudin, tercatat kejadian perkara pidato kontroversial Ahok pada Kamis, 6 September 2016. Padahal, Ahok berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Bukan cuma tanggal yang berbeda, tapi juga lokasi pidato kontroversial Ahok. Dalam laporan yang dibuat oleh Hamdani, lokasi kejadian perkara ada di Tegallega, Bogor, padahal, Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
(ysw)