Cagub Jakarta Ditantang Berani Teken Kontrak Tolak Nyapres
A
A
A
JAKARTA - Siapapun yang terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta dinilai berpeluang besar untuk maju pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Setidaknya fakta tersebut terlihat dari hasil Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 yang menjadi langkah politik Joko Widodo (Jokowi) maju dan memenangkan Pilpres 2014.
Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengakui jabatan gubernur Jakarta memiliki bobot tinggi dibandingkan kepala daerah lain dalam perebutan kursi presiden.
Menurut dia, publik belum lupa mengenai langkah politik Jokowi yang tidak menuntaskan jabatannya sebagai Gubernur Jakarta karena maju pada Pilpres 2014.
"Wajar ada trauma tersendiri di kalangan publik maka penting bagi para cagub termasuk Ahok menjawab ini," ujar Masnur kepada SINDOnews, Minggu 15 Januari 2017.
Dalam debat publik pada Jumat 13 Januari 2017, moderator bertanya kepada tiga pasangan cagub dan cawagub DKI Jakarta apakah akan tergiur maju pilpres bila terpilih memimpin Ibukota.
Dari tiga cagub, hanya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyerahkan kepada wakilnya, Djarot Saiful Hidayat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sementara dua cagub lainnya, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan menjawab langsung pertanyaan itu.
"Nah dari ketiga pasangan calon hanya Anies yang tegas menjawab tidak akan tergiur nyapres," kata Masnur.
Dia berharap para cagub dan cawagub harus berani membuat pernyataan bersedia menuntaskan jabatannya selama lima tahun apabila terpilih menjadi pemimpin Jakarta.
"Lagian sebenarnya tanpa disodori pertanyaan pun saya kira masing-masing cagub harus berani membuat kontrak politik lima tahun tak akan tinggalkan Jakarta demi nyapres. Nah kali ini Ahok gagal meyakinkan publik," ucapnya.
Menurut dia, hal tersebut merugikan Ahok secara politik. Sebaliknya, elektabilitas Anies akan naik karena meyakinkan publik akan memimpin Jakarta selama lima tahun bila terpilih.
Setidaknya fakta tersebut terlihat dari hasil Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 yang menjadi langkah politik Joko Widodo (Jokowi) maju dan memenangkan Pilpres 2014.
Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengakui jabatan gubernur Jakarta memiliki bobot tinggi dibandingkan kepala daerah lain dalam perebutan kursi presiden.
Menurut dia, publik belum lupa mengenai langkah politik Jokowi yang tidak menuntaskan jabatannya sebagai Gubernur Jakarta karena maju pada Pilpres 2014.
"Wajar ada trauma tersendiri di kalangan publik maka penting bagi para cagub termasuk Ahok menjawab ini," ujar Masnur kepada SINDOnews, Minggu 15 Januari 2017.
Dalam debat publik pada Jumat 13 Januari 2017, moderator bertanya kepada tiga pasangan cagub dan cawagub DKI Jakarta apakah akan tergiur maju pilpres bila terpilih memimpin Ibukota.
Dari tiga cagub, hanya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyerahkan kepada wakilnya, Djarot Saiful Hidayat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sementara dua cagub lainnya, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan menjawab langsung pertanyaan itu.
"Nah dari ketiga pasangan calon hanya Anies yang tegas menjawab tidak akan tergiur nyapres," kata Masnur.
Dia berharap para cagub dan cawagub harus berani membuat pernyataan bersedia menuntaskan jabatannya selama lima tahun apabila terpilih menjadi pemimpin Jakarta.
"Lagian sebenarnya tanpa disodori pertanyaan pun saya kira masing-masing cagub harus berani membuat kontrak politik lima tahun tak akan tinggalkan Jakarta demi nyapres. Nah kali ini Ahok gagal meyakinkan publik," ucapnya.
Menurut dia, hal tersebut merugikan Ahok secara politik. Sebaliknya, elektabilitas Anies akan naik karena meyakinkan publik akan memimpin Jakarta selama lima tahun bila terpilih.
(dam)