Perjalanan Karier Politik Ahok hingga Jadi Gubernur DKI

Jum'at, 13 Januari 2017 - 11:07 WIB
Perjalanan Karier Politik...
Perjalanan Karier Politik Ahok hingga Jadi Gubernur DKI
A A A
JAKARTA - Basuki T Purnama seorang yang lahir dari keluarga keturunan Tionghoa 50 tahun silam. Kerap disapa Ahok, pria kelahiran Manggar itu dikenal sebagai anak yang menghormati kedua orangtuanya.

Dari ayahnya, alm. Indra Tjahaja Purnama, Ahok ingin membantu orang yang kesusahan. Kepada Ahok, mendiang ayah menyebut jika ingin membantu orang yang kurang mampu maka jadilah seorang pejabat.

Singkat cerita, Ahok memulai karier politiknya pada tahun 2004. Ia maju menjadi calon legislatif tingkat kota di Belitung Timur dengan bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.

Hanya menjabat selama tujuh bulan menjadi anggota DPRD DKI, Ahok kemudian maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005. Akhirnya Ahok menjabat Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.

Ahok juga pernah jatuh, setelah menjadi Bupati kurang lebih dua tahun, Ahok mencoba untuk maju sebagai Gubernur Bangka Belitung pada tahun 2007. Namun Ahok gagal dan menuding adanya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.

Ahok juga tidak menyelesaikan jabatannya sebagai Bupati Belitung Timur. Hal ini karena Ahok maju pada Pemilu Legislatif tahun 2009 dari partai Golongan Karya dan terpilih serta duduk di Komisi II DPR-RI.

Tak menghabisi jabatannya sebagai anggota DPR-RI, Ahok malah menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pada periode 2012-2017 bersama Joko Widodo. Diusung dari PDIP dan Partai Gerindra, Jokowi-Ahok terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur pada 15 Oktober 2012.

Jokowi akhirnya menjadi Presiden pada November 2014. Namun jalan Ahok tak langsung berjalan mulus untuk naik menggantikan Jokowi, penolakan dari beberapa fraksi di DPRD DKI dan Front Pembela Islam (FPI) agar bukan Ahok yang menjadi Gubernur.

FPI dan gerakan lainnya meminta agar DPRD DKI segera membuat Ahok mengundurkan diri dari jabatannya. Namun hal itu tidak terjadi, Ahok tetap dilantik menjadi Gubernur DKI oleh Presiden Joko Widodo pada 19 November 2014 di Istana Negara setelah sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur sejak 16 Oktober hingga 19 November 2014.

Gonta-ganti Pejabat

Pada tanggal 2 Januari 2015, Ahok melakukan lantik copot besar-besaran di kalangan Pemprov DKI. Ribuan pejabat itu dilantik di Lapangan Monas, Jakarta Pusat.

Tercatat belasan kali, baik besar-besaran maupun puluhan pejabat dirombak oleh Ahok selama menjabat sebagai Gubernur DKI. Pelantikan dilakukan mulai dari Monas hingga di Balai Agung Balai Kota DKI Jakarta.

Kepada pejabat yang dilantik, Ahok memperingatkan untuk tidak bermain dengan uang. Hal ini juga diminta Ahok untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) terbaru dan melakukan tes urine dengan bekerja sama BNN Provinsi DKI Jakarta.

Si Tukang Gusur

Ahok menuai kontroversi ketika memutuskan untuk melakukan relokasi atau lebih dikenal dengan penggusuran. Kontroversi itu dimulai ketika Ahok memulai dengan menggusur warga di kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur medio Juli 2015.

Saat penggusuran, bentrok pun terjadi menyebabkan warga dan anggota Satpol PP terluka. Beberapa warga dipindahkan ke Rusunawa Jatinegara Barat yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Kampung Pulo.

Selain Kampung Pulo, tercatat penggusuran yang menyita perhatian yaitu Penggusuran Kawasan Kalijodo, Kawasan Bukit Duri, dan Kawasan Luar Batang. Penggusuran ini menuai banyak protes dari berbagai kalangan.

Darah Tinggi dan Kata-kata Kotor Ahok

Ahok sering terlihat ‘naik darah’ dan mengeluarkan kata-kata kotor. Hal ini pernah ditunjukkannya ketika diwawancarai secara langsung oleh salah satu televisi swasta.

Ahok mencetus kata-kata toilet dan sayangnya secara langsung sehingga tidak bisa diedit. Ahok mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sempat menjadi pembicaraan hangat.

Tak hanya itu, sifat tempramen atau naik darah Ahok pernah ia lontarkan kepada awak media. Media yang menjadi perhatian, yaitu Majalah Tempo, Arah.com, dan media asing yang sempat membuat Ahok ‘mengamuk’.

Warga DKI Jakarta tak ketinggalan pernah menjadi bahan ‘semprotan’ Ahok. Salah satunya seorang wanita yang menanyakan terkait KJP-nya di Gedung DPRD DKI namun Ahok menuding jika wanita tersebut menggunakan uang KJP untuk hal-hal di luar dari kebutuhan sekolah anaknya.

Permintaan CSR

Sepanjang Ahok menjabat sebagai Gubernur, Ahok sering dipenuhi dengan agenda menerima banyak Corporate Social Responsibility (CSR) dari berbagai macam perusahaan. CSR ini bisa berbentuk sumbangan adapula karena adanya kewajiban dari perusahaan tersebut.

Beberapa contoh, bantuan CSR untuk bus tingkat wisata di Jakarta. Alih-alih ‘iklan gratis’, Ahok menerima belasan bus dari perusahaan seperti Coca-Cola Indonesia, Artha Graha, Telkomsel dan lainnya.

Tak hanya transportasi, Ahok juga menerima banyak CSR atas kewajiban dalam bentuk pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Hampir puluhan RPTRA merupakan CSR dari perusahaan swasta seperti RPTRA Meruya Utara hingga RPTRA Kalijodo.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0692 seconds (0.1#10.140)