Pemkot Jakarta Barat Menyerah Tangani PKL di Asemka
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat menyerah terhadap penataan kawasan perniagaan Asemka, Tambora, Taman Sari, Jakarta Barat. Pasalnya, berulang kali di tertibkan, kawasan itu tetap saja semrawut.
Pemkot Jakarta Barat menuding, kesemerawutan yang terjadi di Asemka tak lepas dari keberadaan puluhan ruko di bawah flyover yang telah ada sejak 1997 silam. Ruko itupun tak bisa ditindak lantaran terbentur SK Gubernur yang tertib pada zaman Gubernur Sutiyoso.
"Paling nanti ditertibkan setelah saya sudah enggak jadi Wali Kota. Kan kita ada sk yang kontraknya baru kelar 2029 nanti," tutur Wali Kota Jakarta Barat Anas Efendi di Jakarta, Minggu 2 Oktober 2016.
Meski demikian, Anas membantah, pihaknya tanpa tindakan mengatasi permasalahan kesemerawutan Asemka. Penindakan secara menyeluruh, mulai dari menggusur PKL, menata parkir liar, hingga mengatur arus lalu lintas telah dilakukan. Namun kesemua itu berakhir sia-sia setelah tidak ada tindakan nyata.
Seorang PKL, Sahedi (50) mengaku ditarik sebesar itu agar lapaknya berukuran 1x2 meter tetap terjaga. Meski demikian, ia tak mempermasalahkan dengan penarikan itu. Ini terlihat dari nilai pendapatannya yang berkali kali lipat. "Bilangnya untuk setoran ke Walikota," kata Sahedi.
Sahedi memastikan, di kawasan itu hampir semua PKL di tarik, jumlahnya mencapai hampir 300 orang. Artinya bila ditotalkan, para preman dapat mengeruk hingga mencapai Rp15 juta per hari atau Rp450 Juta pertahun.
Senada, Rahmat (36), PKL lainnya tak menampik dengan kondisi itu. Ia mengaku keberadaan preman cukup membantu dirinya mendapatkan penghasilan. Terlebih preman sendiri dianggap memiliki kecakapan koordinasi antar pamong sekitar.
Karenanya setiap kali akan dilakukan penertiban, sejumlah PKL diberitahu terlebih dahulu. PKL tidak akan dagang, sehingga penertiban hanya dilakukan terhadap pkl yang tidak terangkut.
Terpisah, Asisten Ekonomi dan Administrasi Pemkot Jakarta Barat, Sri Yuliani, mengatakan, sebenarnya kewenangan untuk menertibkan PKL liar ada di Camat Tambora dan Camat Tamansari. Meski demikian, ia mengaku heran, lantaran kawasan itu bebas dari pkl dan sudah ditertibkan.
"Itukan tugas camat disana, kalo pembinaan kita, tapi harus bersiin dulu yang tidak resminya dong," kilah Sri.
Camat Tambora, Djaharuddin tak menampik dengan keberadaan PKL Liar. Ia mengatakan penuh dan semerawutnya Asemka tak lepas dari lokasi pasar pejagalan dan pasar perniagaan yang masih sepi di awal tahun 2016 lalu.
Djaharuddin mengaku tak kuasa menggusur PKL liar. Sehingga dia pun kemudian melakukan pengaturan saja. Baginya PKL di kawasan itu, ia tak mempermasalahkan asal tidak sampai ke bahu jalan dan membuat lalu lintas tersendat.
Sementara kepada parkir liar. Djaharuddin mengaku dirinya akan membuat garis batas parkir motor demi menata parkiran yang dinilai semerawut. "Yang terpenting lalu lintas tidak tersendat," ucapnya.
Meski demikian, ia membantah adanya praktek pungli yang ada di kawasan itu. Termasuk soal aliran dananya. "Yang jelas itu bukan dari saya ataupun dari wali kota," katanya.
Pantauan SINDO, kawasan ini tak ubahnya seperti pasar kaget. Para PKL bertumpuk memenuhi dua ruas jalan yang ada di dua ruas jalan. Mereka mengokupansi sejumlah trotoar, bibir jalan, hingga parkir yang ada. Akibatnya jalanan ini terlihat kacau balau.
Pemkot Jakarta Barat menuding, kesemerawutan yang terjadi di Asemka tak lepas dari keberadaan puluhan ruko di bawah flyover yang telah ada sejak 1997 silam. Ruko itupun tak bisa ditindak lantaran terbentur SK Gubernur yang tertib pada zaman Gubernur Sutiyoso.
"Paling nanti ditertibkan setelah saya sudah enggak jadi Wali Kota. Kan kita ada sk yang kontraknya baru kelar 2029 nanti," tutur Wali Kota Jakarta Barat Anas Efendi di Jakarta, Minggu 2 Oktober 2016.
Meski demikian, Anas membantah, pihaknya tanpa tindakan mengatasi permasalahan kesemerawutan Asemka. Penindakan secara menyeluruh, mulai dari menggusur PKL, menata parkir liar, hingga mengatur arus lalu lintas telah dilakukan. Namun kesemua itu berakhir sia-sia setelah tidak ada tindakan nyata.
Seorang PKL, Sahedi (50) mengaku ditarik sebesar itu agar lapaknya berukuran 1x2 meter tetap terjaga. Meski demikian, ia tak mempermasalahkan dengan penarikan itu. Ini terlihat dari nilai pendapatannya yang berkali kali lipat. "Bilangnya untuk setoran ke Walikota," kata Sahedi.
Sahedi memastikan, di kawasan itu hampir semua PKL di tarik, jumlahnya mencapai hampir 300 orang. Artinya bila ditotalkan, para preman dapat mengeruk hingga mencapai Rp15 juta per hari atau Rp450 Juta pertahun.
Senada, Rahmat (36), PKL lainnya tak menampik dengan kondisi itu. Ia mengaku keberadaan preman cukup membantu dirinya mendapatkan penghasilan. Terlebih preman sendiri dianggap memiliki kecakapan koordinasi antar pamong sekitar.
Karenanya setiap kali akan dilakukan penertiban, sejumlah PKL diberitahu terlebih dahulu. PKL tidak akan dagang, sehingga penertiban hanya dilakukan terhadap pkl yang tidak terangkut.
Terpisah, Asisten Ekonomi dan Administrasi Pemkot Jakarta Barat, Sri Yuliani, mengatakan, sebenarnya kewenangan untuk menertibkan PKL liar ada di Camat Tambora dan Camat Tamansari. Meski demikian, ia mengaku heran, lantaran kawasan itu bebas dari pkl dan sudah ditertibkan.
"Itukan tugas camat disana, kalo pembinaan kita, tapi harus bersiin dulu yang tidak resminya dong," kilah Sri.
Camat Tambora, Djaharuddin tak menampik dengan keberadaan PKL Liar. Ia mengatakan penuh dan semerawutnya Asemka tak lepas dari lokasi pasar pejagalan dan pasar perniagaan yang masih sepi di awal tahun 2016 lalu.
Djaharuddin mengaku tak kuasa menggusur PKL liar. Sehingga dia pun kemudian melakukan pengaturan saja. Baginya PKL di kawasan itu, ia tak mempermasalahkan asal tidak sampai ke bahu jalan dan membuat lalu lintas tersendat.
Sementara kepada parkir liar. Djaharuddin mengaku dirinya akan membuat garis batas parkir motor demi menata parkiran yang dinilai semerawut. "Yang terpenting lalu lintas tidak tersendat," ucapnya.
Meski demikian, ia membantah adanya praktek pungli yang ada di kawasan itu. Termasuk soal aliran dananya. "Yang jelas itu bukan dari saya ataupun dari wali kota," katanya.
Pantauan SINDO, kawasan ini tak ubahnya seperti pasar kaget. Para PKL bertumpuk memenuhi dua ruas jalan yang ada di dua ruas jalan. Mereka mengokupansi sejumlah trotoar, bibir jalan, hingga parkir yang ada. Akibatnya jalanan ini terlihat kacau balau.
(mhd)