Kebijakan Pemprov DKI di 2015 Dinilai Banyak Tidak Bermanfaat

Sabtu, 30 April 2016 - 00:46 WIB
Kebijakan Pemprov DKI...
Kebijakan Pemprov DKI di 2015 Dinilai Banyak Tidak Bermanfaat
A A A
JAKARTA - DPRD DKI Jakarta menyoroti minimnya penyerapan, penggunaan biaya bantuan perusahaan swasta hingga peraturan izin dan kontribusi tambahan reklamasi dalam LKPJ Gubernur DKI Jakarta tahun anggaran 2015.

Kemarin DPRD menggelar rapat paripurna hasil pembahasan DPRD DKI Jakarta atas LKPJ Gubernur DKI Jakarta pada 2015.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, menanggapi LKPJ tahun 2015 yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 13 April 2016 lalu, DPRD telah melakukan pembahasan dan pendalaman terhadap substansi materi yang menyangkut capaian pembangunan selama tahun 2015.

Sehingga diperoleh data dan informasi sebagai rekomendasi DPRD DKI Jakarta untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintah daerah ke depan. Anggota Komisi A DPRD DKI Dite Abimanyu menyampaikan ada beberapa sorotan terkait LKPJ Gubernur Ahok.

Hal-hal yang disoroti itu di antaranya yaitu pemanfaatan dana dari kompensasi atas pelampauan nilai Koefiensi Luas Bangunan (KLB) oleh pengembang swasta yang dialoasikan untuk pembangunan jalan layan Semanggi. Seharusnya, dana KLB tersebut dialokasikan kepada pembangunan yang efektif dalam mengendalikan kemacetan, seperti perbaikan dan peningkatan transportasi publik, penyiapan infrastruktur untuk penerapan Electronic Road Pricing (ERP), percepatan pembangunan Light Rail Transit (LRT), sarana Park and Ride dan perbaikan sarana pejalan kaki serta jalur bersepeda.

"Pemprov DKI perlu mengkaji lagi kelayakannya, mengingat besarnya biaya yang diperlukan mencapai Rp360 miliar. Tanpa adanya perbaikan dan peningkatan pola transportasi makro, jalan layan Semanggi hanya menambah kemacetan," kata Dite Abimanyu di Gedung Paripurna DPRD DKI Jakarta, Jumat 29 April 2016 kemarin.

Selain itu, kata Dite, penggunaan dana Corporate Social Responsibilty (CSR) dari swasta untuk pembangunan sarana dan prasana seperti taman, Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA), bus tingkat wisata, bus Transjakarta, rusunawa dan sebagainya dinilai kurang tepat. Sebab, pembangunan saranan dan prasarana tersebut bisa menggunakan dana APBD mengingat serapan anggaran tidak maksimal.

Seharusnya, lanjut Dite, penggunaan dana CSR dialokasikan untuk program yang tidak dapat menggunakan APBD dan bersifat mendesak, seperti bantuan korban penggusuran, biaya sewa rusunawa, sarana bermain dan sarana ekonomi di rusunawa, bantuan korban bencana dan bantuan kepada warga miskin.

"Kami meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan pembangunan yang berasal dari dana CSR. Kami juga merekomendasikan Balegda membuat peraturan tentang CSR dan pengalokasianya," jelasnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hanya memilih untuk menjelaskan rekomendasi DPRD perihal penggunaan KLB dan CSR. Menurut Ahok, pemilihan KLB untuk jalan layang Semanggi, sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Lantaran tidak pernah direalisasikan, Ahok meminta untuk dialihkan kewenanganya ke Pemprov DKI. "Itu ada kajiannya. Itu dibuat kita bisa melebarkan jalan dan trotarnya. Mass Rapid Transit (MRT) akan jadi, 2018 Asian GameS, kita mau lebarkan trotoar supaya jalur jalannya sama. Kalau jalur jalannya sama, menyempit di Semanggi, macet enggak? Makanya di situ ada kajian kita harus buat simpang susun layang seperti itu," ujarnya.

Sedangkan dana CSR, Ahok berkilah bila dirinya tidak bisa menolak orang memberi bantuan berbentuk apapun. Sebab, dalam aturannya belum ada yang bisa mengatur pemberian CSR. Artinya, pemberian CSR tidak masalah.

"Kamu dikasih orang mobil masak gamau mobil saya mau rumah. Bisa enggak?. Kami mencatat aset yang diberikan. Kami tidak mau terima aset kalau tidak pakai penilai independen. Misal kamu bangun Rp1 miliar, ‎terus kita cuma pakai Rp600 juta, ya akan kita tulis Rp600 juta," pungkasnya‎.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9064 seconds (0.1#10.140)