KPK Didesak Tingkatkan Penyidikan Kasus Sumber Waras
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai sudah sewajarnya KPK meningkatkan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS SUmber Waras dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Selain itu, ia mendesak agar penetapan tersangka harus segera dilakukan. Hal ini, untuk menegaskan KPK sangat mengatensi kasus tersebut.
"Apa yang ditunggu, ini sebenarnya masalah simpel. Kesalahan administrasi oleh pemprov telah membuat kerugian negara, ini sudah dilaporkan BPK kepada KPK. Jadi apa lagi yang musti ditunggu," jelas Margarito di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Termasuk soal pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI di akhir tahun anggaran 2014 lalu. Melihat dari aturan itu, Pemprov DKI dinilai melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomer 55 tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.
Ia mengatakan, merujuk dari aturan itu, tidak seharusnya Dinas Kesehatan masih melakukan penyimpanan uang dengan jumlah mencapai ratusan miliar.
"Memang tidak ada aturan soal pembayarannya. Yang jadi masalah disini, kenapa Dinkes masih menyimpan uang dengan jumlah segitu, aneh kan?," tutur Margarito.
Selain dinilai menyalahi soal pembayaran, Margarito melanjutkan menilik dari Hak Guna Bangunan (HGB) yang ada. Seharusnya pemprov harus teliti sistem kontrak yang dilakukan antara DKI dan RS Sumber Warasnya. Pasalnya pembelian tidak semestinya dilakukan bila melihat HGB sendiri akan habis ditahun 2018 nanti.
Dengan demikian, pemprov, kata Margarito, tidak perlu capek-capek membeli lahan, karena 2018 nanti, bangunan itu akan milik pemprov. "Ini kan aneh kalau mereka buru-buru membeli, tanpa perencanaan, tanpa pertimbangan matang," tuturnya.
Sementara itu, terkait ucapan Ahok yang mengatakan BPK tidak melakukan konfirmasi kepada dirinya. Margarito menilai hal itu tidak semestinya di lakukan BPK. Pasalnya dugaan korupsi yang mencuat, kata Margarito, merupakan hasil kesimpulan audit investigasi.
"Berbeda dengan audit general yang membutuhkan konfirmasi. Audit Investigasi ini, bisa menjadi acuan BPK dalam melakukan penyidikan," jelasnya.
Ahok saat ini, lanjut Margarito, tengah mencoba untuk pengalihan isu. Mantan Bupati Belitung Timur ini, tengah mencoba melakukan berbagai alibi untuk tidak dijerat dalam perkara korupsi.
Terlebih, saat ini, kemungkinan Ahok untuk menjadi tersangka pun menjadi sangat kecil, setelah orang nomer satu Indonesia, Presiden Jokowi dinilai punya hubungan emosional, setelah bekerja sama dengan ditahun 2012 lalu.
"Jadi kalo saya pikir, pemprov ngomong apapun tetap salah. Semakin banyak omong, semakin akan terkuak, saran saya lebih baik diam," tegasnya.
Selain itu, ia mendesak agar penetapan tersangka harus segera dilakukan. Hal ini, untuk menegaskan KPK sangat mengatensi kasus tersebut.
"Apa yang ditunggu, ini sebenarnya masalah simpel. Kesalahan administrasi oleh pemprov telah membuat kerugian negara, ini sudah dilaporkan BPK kepada KPK. Jadi apa lagi yang musti ditunggu," jelas Margarito di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Termasuk soal pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI di akhir tahun anggaran 2014 lalu. Melihat dari aturan itu, Pemprov DKI dinilai melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomer 55 tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.
Ia mengatakan, merujuk dari aturan itu, tidak seharusnya Dinas Kesehatan masih melakukan penyimpanan uang dengan jumlah mencapai ratusan miliar.
"Memang tidak ada aturan soal pembayarannya. Yang jadi masalah disini, kenapa Dinkes masih menyimpan uang dengan jumlah segitu, aneh kan?," tutur Margarito.
Selain dinilai menyalahi soal pembayaran, Margarito melanjutkan menilik dari Hak Guna Bangunan (HGB) yang ada. Seharusnya pemprov harus teliti sistem kontrak yang dilakukan antara DKI dan RS Sumber Warasnya. Pasalnya pembelian tidak semestinya dilakukan bila melihat HGB sendiri akan habis ditahun 2018 nanti.
Dengan demikian, pemprov, kata Margarito, tidak perlu capek-capek membeli lahan, karena 2018 nanti, bangunan itu akan milik pemprov. "Ini kan aneh kalau mereka buru-buru membeli, tanpa perencanaan, tanpa pertimbangan matang," tuturnya.
Sementara itu, terkait ucapan Ahok yang mengatakan BPK tidak melakukan konfirmasi kepada dirinya. Margarito menilai hal itu tidak semestinya di lakukan BPK. Pasalnya dugaan korupsi yang mencuat, kata Margarito, merupakan hasil kesimpulan audit investigasi.
"Berbeda dengan audit general yang membutuhkan konfirmasi. Audit Investigasi ini, bisa menjadi acuan BPK dalam melakukan penyidikan," jelasnya.
Ahok saat ini, lanjut Margarito, tengah mencoba untuk pengalihan isu. Mantan Bupati Belitung Timur ini, tengah mencoba melakukan berbagai alibi untuk tidak dijerat dalam perkara korupsi.
Terlebih, saat ini, kemungkinan Ahok untuk menjadi tersangka pun menjadi sangat kecil, setelah orang nomer satu Indonesia, Presiden Jokowi dinilai punya hubungan emosional, setelah bekerja sama dengan ditahun 2012 lalu.
"Jadi kalo saya pikir, pemprov ngomong apapun tetap salah. Semakin banyak omong, semakin akan terkuak, saran saya lebih baik diam," tegasnya.
(ysw)