Ini Kata Psikolog Soal PRT di Bawah Umur Dianiayan Majikan
A
A
A
JAKARTA - Perilaku agresif yang dilakukan NC (35), seorang PNS di salah satu rumah sakit (RS) Jakarta hingga menyiksa MH (15), pembantunya adalah tindakan kriminal dan tidak bisa ditolerir. NC dinilai tidak bisa mengendalikan emosinya sehingga lepas kontrol yang berujung pada penganiayaan.
Hal itu disampaikan oleh Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta. Meski demikian, tindakan pelaku tidak dapat dibenarkan.
"Walaupun majikan membayar pada pembantu tapi tetap tidak boleh atau tidak dibenarkan bersikap sampai menyiksa," kata Shinta, Kamis 17 Maret 2016.
Kemudian, menurut dia, kondisi psikologis NC kurang matang dalam menghadapi masalah. Dari sisi korban yang masih dibawah umur, dia menjelaskan, apakah kemampuannya sudah cukup sehingga harus bekerja seperti itu. (Baca: Pembantu Berusia 15 Tahun Disetrika PNS Wanita)
"Karena banyak anak di bawah umur yang menjadi PRT tanpa bekal sama sekali. Bahkan mencuci saja tidak bersih atau tidak bisa masak. Di sisi lain sang majikan juga tidak punya waktu untuk mendidik, sehingga hanya berharap PRT sudah pintar dengan sendirinya," ungkapnya.
Shinta menambahkan, anak bawah umur ini adalah kalangan yang rentan menjadi korban. Sedangkan Negara juga tidak punya aturan hukum yang mengatur pekerja formal di rumah tangga seperti ini. "Sehingga konflik PRT-majikan sangat potensial terjadi," pungkasnya.
Hal itu disampaikan oleh Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta. Meski demikian, tindakan pelaku tidak dapat dibenarkan.
"Walaupun majikan membayar pada pembantu tapi tetap tidak boleh atau tidak dibenarkan bersikap sampai menyiksa," kata Shinta, Kamis 17 Maret 2016.
Kemudian, menurut dia, kondisi psikologis NC kurang matang dalam menghadapi masalah. Dari sisi korban yang masih dibawah umur, dia menjelaskan, apakah kemampuannya sudah cukup sehingga harus bekerja seperti itu. (Baca: Pembantu Berusia 15 Tahun Disetrika PNS Wanita)
"Karena banyak anak di bawah umur yang menjadi PRT tanpa bekal sama sekali. Bahkan mencuci saja tidak bersih atau tidak bisa masak. Di sisi lain sang majikan juga tidak punya waktu untuk mendidik, sehingga hanya berharap PRT sudah pintar dengan sendirinya," ungkapnya.
Shinta menambahkan, anak bawah umur ini adalah kalangan yang rentan menjadi korban. Sedangkan Negara juga tidak punya aturan hukum yang mengatur pekerja formal di rumah tangga seperti ini. "Sehingga konflik PRT-majikan sangat potensial terjadi," pungkasnya.
(mhd)