Gelapkan Aset Perusahaan Rp1,87 Miliar, Pengantin Baru Meringkuk Disel
A
A
A
JAKARTA - Baru beberapa minggu menikahi gadis pujaannya, Hermanto (37) harus mendekam di tahanan. Pria ini kini duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dugaan penggelapan uang lebih dari Rp1 miliar milik salah satu perusahaan ekpedisi PD Jaya Makmur Express.
Sejak ditangkap oleh Polres Jakarta Barat pada September 2015 lalu, dan sempat tertunda beberapa lama saat proses persidangan. Kini kasus yang menjerat Hermanto kembali disidangkan di PN Jakarta Barat, pada Senin (15/2/2016).
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Subekti tadi siang mengagendakan keterangan saksi Emud Fauzi (23) rekan kerja terdakwa. Dihadapan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Valent Bena Tua, Emud mengaku sempat mencoba menghubungi Hermanto melalui telepon selularnya. Namun berulang kali di telepon Hermanto tidak menjawabnya.
"Kejadian sekitar akhir September 2015. Saya sudah coba berulang kali, tapi dia tidak mengangkat," kata Emud. Emud beralasan inisiatif menelepon tersangka lantaran curiga setelah sinyal GPS mobil yang dibawa pelaku telah hilang.
Sementara laporan dari relasi perusahaan menyatakan kiriman ikan yang seharusnya dibawa terdakwa ke Kota Palembang tak kunjung datang. Sementara itu, terdakwa Hermanto mengaku, untuk memuluskan aksinya dia bersama dua rekannya telah merusak sejumlah alat GPS yang tersimpan dalam mobil senilai miliaran rupiah itu.
Sedangkan, ikan seberat 18,5 ton telah dijual oleh rekannya bernama Edi kepada salah bandar ikan di Jambi seharga Rp78 juta."Soal GPS, saya enggak tahu menahu Edi yang merusaknya. Saya hanya dapat bagian Rp 32 juta dari penjualan itu," tutur Hermanto.
Kepada Hakim dan JPU, Hermanto mengaku uang hasil penjualan itu digunakan untuk berfoya-foya termasuk melakukan pernikahan dengan seorang gadis di Lampung. "Kalau soal uang teman-teman, saya enggak tahu," jelasnya.
Sebelumnya Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, menangkap Hermanto di Kampung Gunung Agung, Way Lunik, Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung, pada Selasa 29 September 2015. Dia ditangkap setelah perusahaan ekspedisi PD Jaya Makmur Express melaporkan dugaan pelaku menggelapkan benda perusahaanyang membuat rugi sebanyak Rp1,87 miliar.
Sejak ditangkap oleh Polres Jakarta Barat pada September 2015 lalu, dan sempat tertunda beberapa lama saat proses persidangan. Kini kasus yang menjerat Hermanto kembali disidangkan di PN Jakarta Barat, pada Senin (15/2/2016).
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Subekti tadi siang mengagendakan keterangan saksi Emud Fauzi (23) rekan kerja terdakwa. Dihadapan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Valent Bena Tua, Emud mengaku sempat mencoba menghubungi Hermanto melalui telepon selularnya. Namun berulang kali di telepon Hermanto tidak menjawabnya.
"Kejadian sekitar akhir September 2015. Saya sudah coba berulang kali, tapi dia tidak mengangkat," kata Emud. Emud beralasan inisiatif menelepon tersangka lantaran curiga setelah sinyal GPS mobil yang dibawa pelaku telah hilang.
Sementara laporan dari relasi perusahaan menyatakan kiriman ikan yang seharusnya dibawa terdakwa ke Kota Palembang tak kunjung datang. Sementara itu, terdakwa Hermanto mengaku, untuk memuluskan aksinya dia bersama dua rekannya telah merusak sejumlah alat GPS yang tersimpan dalam mobil senilai miliaran rupiah itu.
Sedangkan, ikan seberat 18,5 ton telah dijual oleh rekannya bernama Edi kepada salah bandar ikan di Jambi seharga Rp78 juta."Soal GPS, saya enggak tahu menahu Edi yang merusaknya. Saya hanya dapat bagian Rp 32 juta dari penjualan itu," tutur Hermanto.
Kepada Hakim dan JPU, Hermanto mengaku uang hasil penjualan itu digunakan untuk berfoya-foya termasuk melakukan pernikahan dengan seorang gadis di Lampung. "Kalau soal uang teman-teman, saya enggak tahu," jelasnya.
Sebelumnya Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, menangkap Hermanto di Kampung Gunung Agung, Way Lunik, Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung, pada Selasa 29 September 2015. Dia ditangkap setelah perusahaan ekspedisi PD Jaya Makmur Express melaporkan dugaan pelaku menggelapkan benda perusahaanyang membuat rugi sebanyak Rp1,87 miliar.
(whb)