Ahok-DPRD Beda Paham Soal e-Budgeting
A
A
A
JAKARTA - Pemprov dan DPRD DKI Jakarta beda pendapat soal e-budgeting anggaran RAPBD 2016. Hingga kini TPAD dan Banggar DPRD DKI masih terus membahas kebijakan umum anggaran plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS).
Pembahasan ini diperkirakan berlangsung alot karena bedanya pemahaman terkait e-budgeting. Target DPRD agar 30 November 2015 mendatang ketuk palu APBD DKI pun bisa tak sesuai rencana.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memiliki pemahaman e-budgeting yang dimaksudnya yaitu saat pembahasan KUA-PPAS antara TAPD dan Banggar, jika pada pembahasan ada perubahan harus dimasukkan kepada e-budgeting. "Jadi kalau mau bahas sesuatu itu enggak boleh manual. Kalau manual bisa jadi si-A atau si-B ganti halamannya. Orang setebal itu dari bawahnya, kamu bisa periksa berapa ribu halaman? Diganti selembar-selembar kita enggak tahu. Makanya begitu saya sadar mereka manual, saya tahan," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Menurut Ahok, dengan adanya e-budgeting seharusnya ketika di pembahasan ada perubahan maka bisa terlihat dengan jelas pada sistem komputer. "Nah di dalam sistem komputer sudah terkunci dan cetak jam, menit kesekian sudah tidak bisa diganti orang lagi. Bisa ketauan siapa yang curang. Kalau itu bahan dicetak dari excel, bukan dari e-budgeting. Kalau terjadi perbedaan, nanti ngaku-ngaku lagi, ini asli, ini yang enggak asli," paparnya.
Sementara itu, pimpinan Banggar DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik memiliki pemahaman lain. Taufik menyebut proses e-budgeting baru akan dimasukkan setelah penandatangan memorandum of understanding (MoU) KUA-PPAS.
Bukan saat pembahasan anggaran dimasukkan ke e-budgeting. "Setelah MoU selesai baru dimasukin, yang masukin ke e-budgeting juga kan eksekutif," ujar Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih beberapa waktu yang lalu.
Pembahasan ini diperkirakan berlangsung alot karena bedanya pemahaman terkait e-budgeting. Target DPRD agar 30 November 2015 mendatang ketuk palu APBD DKI pun bisa tak sesuai rencana.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memiliki pemahaman e-budgeting yang dimaksudnya yaitu saat pembahasan KUA-PPAS antara TAPD dan Banggar, jika pada pembahasan ada perubahan harus dimasukkan kepada e-budgeting. "Jadi kalau mau bahas sesuatu itu enggak boleh manual. Kalau manual bisa jadi si-A atau si-B ganti halamannya. Orang setebal itu dari bawahnya, kamu bisa periksa berapa ribu halaman? Diganti selembar-selembar kita enggak tahu. Makanya begitu saya sadar mereka manual, saya tahan," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Menurut Ahok, dengan adanya e-budgeting seharusnya ketika di pembahasan ada perubahan maka bisa terlihat dengan jelas pada sistem komputer. "Nah di dalam sistem komputer sudah terkunci dan cetak jam, menit kesekian sudah tidak bisa diganti orang lagi. Bisa ketauan siapa yang curang. Kalau itu bahan dicetak dari excel, bukan dari e-budgeting. Kalau terjadi perbedaan, nanti ngaku-ngaku lagi, ini asli, ini yang enggak asli," paparnya.
Sementara itu, pimpinan Banggar DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik memiliki pemahaman lain. Taufik menyebut proses e-budgeting baru akan dimasukkan setelah penandatangan memorandum of understanding (MoU) KUA-PPAS.
Bukan saat pembahasan anggaran dimasukkan ke e-budgeting. "Setelah MoU selesai baru dimasukin, yang masukin ke e-budgeting juga kan eksekutif," ujar Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih beberapa waktu yang lalu.
(whb)