Sopir Truk Keluhkan Pembatasan Jam Operasional Angkut Sampah

Jum'at, 06 November 2015 - 01:23 WIB
Sopir Truk Keluhkan Pembatasan Jam Operasional Angkut Sampah
Sopir Truk Keluhkan Pembatasan Jam Operasional Angkut Sampah
A A A
JAKARTA - Penanganan sampah di DKI Jakarta masih menjadi polemik yang berkepanjangan.

Meskipun konflik antara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD Bekasi telah mereda, namun imbas dari konflik itu membuat jam operasional pengakutan sampah menjadi berubah dari sebelumnya 24 jam nonstop menjadi pukul 21.00 WIB - 05.00 WIB.

Perubahan ini, membuat penumpukan sampah terjadi hampir disetiap Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang ada di Jakarta, tak terkecuali di Jakarta Barat.

Kepala Suku Dinas Kebersihan, Jakarta Barat, Syarifudin mengatakan, efek domino akibat pembatasan itu membuat sekitar 1.000 ton sampah, sejak kemarin lalu mengalami penundaan pembuangan ke Bantar Gebang.

Di Kecamatan Cengkareng sendiri, akibat penundaan membuat tumpukan sampah terjadi di empat dipo terpisah, yakni RW 02 dan RW 11 Kelurahan Rawa Buaya, RW 04 Kedaung Kali Angke, hingga depan Samsat di Jalan Daan Mogot mengalami penundaan pengangkutan.

Meski demikian, Kasi Kebersihan Kecamatan Cengkareng, Abdul Rahim mengaku tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah tonase sampah yang disebabkan akibat penundaan itu, namun dirinya menyakini, penundaan tersebut disebabkan lantaran terganggunya jam operasional sejumlah truk sampah.

Sejumlah pengemudi truk sampah per kecamatan mengakui akibat pembatasan ini membuat waktu perjalanan truk sampah menjadi lebih panjang dari biasanya.

Bila sebelumnya mereka mampu melakukan dua rit perjalanan setiap hari, pembatasan ini membuat perjalan hanya mampu dilakukan hanya satu rit dalam sehari.

Pengemudi truk sampah Kecamatan Kembangan, Agus Priyo Sejati (30) mengatakan berkurangnya satu rit ini, disebabkan karena adanya antrean sepanjang sepuluh kilometer yang terjadi mulai dari pasar bantar gebang hingga depan truk sampah membuang angkutan sampahnya.

Antrean ini pun, lanjut Agus, selain memakan waktu juga menambah pengeluaran pengemudi truk. Bahan bakar solar, dari jatah standar 1 rit sebanyak 30 liter menjadi 40 liter.

Tambahan 10 liter ini sendiri dilakukan dari kantong pribadi para sopir. Kondisi ini ditambah dengan tambahan sejumlah sopir yang mengaku harus memberi uang lewat 'nge-mail' kepada petugas Dinas Perhubungan Bekasi yang terkadang memberhentikan karena pengecekan waktu melintas dengan besaran 'salam tempel' yang diberikan antara Rp 5.000 - 10.000.

"Waktu kerja kita juga jadi makin panjang. Karena kami baru bisa keluar dari Bantar Gebang bisa sampai jam 07.00 pagi hari, karena antreannya menumpuk," ujarnya.

Pembatasan operasional itu, kata Agus harus menghabiskan waktu kerja paling sedikit 18 jam sehari. Seperti berangkat ke Bantar Gebang mulai pukul 07.00 WIB malam hari, hingga kembali ke pangkalan Kalideres pukul 14.00 WIB esok harinya. Hingga membuat pulang ke rumah pada siang hari menjadi sangat mustahil.

Adanya kesepakatan waktu pembuangan sampah hanya bisa malam hari ini, disebabkan polemik demontrasi warga di sejumlah titik jalan yang melintasi Cileungsi, Tol Bekasi Barat, hingga sejarak beberapa kilo meter dari Bantar Gebang sejak beberapa hari lalu hingga malam tadi.

"Antisipasi kemarahan warga itu, kami terpaksa berangkat dari pangkalan beramai-ramai sejak jam 7 malam, sampai Bantar Gebang jam 9, kalau kurang dari jam itu kita ngetem dulu di Tol Bekasi Barat," katanya.

"Terus kalau waktunya sudah siap, kita jalan lagi, antre lagi bisa sampai jam 5 atau jam 7 pagi," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9842 seconds (0.1#10.140)