Pasutri Gunakan Uang Korban untuk Beli Rumah di Selandia Baru

Selasa, 10 Januari 2017 - 22:01 WIB
Pasutri Gunakan Uang Korban untuk Beli Rumah di Selandia Baru
Pasutri Gunakan Uang Korban untuk Beli Rumah di Selandia Baru
A A A
JAKARTA - Kasus penggelapan investasi yang melibatkan warga negara asing memunculkan fakta baru. Terdakwa GGH Warga Negara Jerman mengakui menggunakan uang investasi dari korban Yenny Sunaryo, untuk membeli rumah di Selandia Baru.

Menurut GGD, uang itu diambil dari rekening tersangka lain yakni sang istri IS dan dibelikan rumah pada 2013 lalu. “Dari rekening Ismayanti memang dipakai untuk beli rumah di New Zealand (Selandia Baru),” kata GGD di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Dalam persidangan lanjutan tersebut, baik GGD maupun IS sama-sama diminta keterangannya sekaligus sebagai saksi dan terdakwa. Persidangan itu juga memperkuat fakta-fakta yang sudah terungkap dalam persidangan sebelumnya.

Tak hanya di Selandia Baru, keduanya juga mengakui membeli satu unit rumah di salah satu negara senilai Rp8,5 miliar atas nama Yenny. Hanya saja dia mengklaim bahwa penggunaan uang itu sudah dengan sepengetahuan Yenny sebagai pemilik uang.

“Dan itu bukan untuk beli rumahnya, tapi hanya sebagai DP (uang muka) saja,” ujar IS. Fakta lain yang juga terungkap dari persidangan tersebut, yakni adanya total nilai investasi yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

Nilai total investasi yang awalnya disepakati Rp15,6 miliar ternyata berubah di tengah kesepakatan. Namun baik Gordon maupun Ismiyanti menyatakan penambahan itu juga sudah sepengetahuan Yenny.

Malahan, keduanya justru balik menuding bahwa Yenny melalaikan kesepakatan lantaran tidak mau memenuhi investasi yang sudah disepakati. Majelis hakim yang dipimpin hakim Made Sutrisna pun mencecar kedua terdakwa soal kesepakatan tersebut.

Terdakwa juga dicecar soal alasan belum adanya perusahaan atau PT sebagai komitmen terdakwa dalam perjanjian tersebut. "Bagaimana pelapor (Yenny) mau melunasi investasi kalau saudara tidak juga membuat PT seperti yang disepakati,” kata Made.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Umriani menuturkan, yang disampaikan oleh terdakwa tidak sesuai dengan bukti-bukti dalam persidangan sebelumnya. Namun tim penuntut tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Sebab, terdakwa juga memiliki hak ingkar dan hak membela diri dalam persidangan. "Bahkan terdakwa juga berhak untuk diam dan tidak menjawab apapun atas pertanyaan yang disampaikan, dan semua itu sah serta diatur sesuai hukum,” ujar Umriani.

Pengakuan terdakwa bila uang investasi yang digunakan untuk membeli rumah, lanjut Umriani menjadi salah satu bukti bahwa keterangan terdakwa juga memperkuat bukti penipuan dalam kasus ini.

Pengacara Yenny, Tomy Alexander mengatakan, kedua terdakwa tidak memberikan keterangan yang benar dalam persidangan. “Hubungan klien saya dengan terdakwa kan cukup akrab sebelumnya, kalau memang mau mengembalikan kasus ini tidak akan sampai ke pengadilan,” ujar Tomy.

Kasus penipuan investasi itu berawal dari kerja sama yang ditawarkan pasangan suami istri GGD dan IS kepada Yenny Sunaryo. Mereka mengajak Yenny untuk membangun villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat.

Namun belakangan Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi tersebut dan justru tidak dianggap memiliki bagian meski sudah menginvestasikan uang Rp8,5 miliar.
(dam,ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6653 seconds (0.1#10.140)