Waspadai Kebangkitan Paham Komunis, Masyumi Gelar Nobar Film G30S/PKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Masyumi Jakarta Timur menggelar nonton bareng (Nobar) film pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Gerakan 30 September 1965 G30S/PKI
Nobar yang berlangsung di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Masyumi, Jalan Matraman Raya Jakarta tersebut, untuk mengenang kekejaman PKI dalam upaya mengambil alih kekuasaan dengan cara melakukan pembantaian sejumlah dewan jenderal, para tokoh masyarakat, santri dan ulama.
Peristiwa tragis yang menjadi catatan kelam bangsa Indonesia itu, menurut Ketua DPD Masyumi Jakarta Timur Yasir Arafat Thalib merupakan momen penting bagi masyarakat umum, khususnya kader dan simpatisan Masyumi, untuk mewaspadai bangkitnya sel-sel kekejaman PKI di Indonesia.
Secara organisasi, PKI memang sudah dilarang untuk kembali hidup di Indonesia namun ideologi komunis masih melekat di antara anak keturunannya. Tanda-tanda itu, lanjut Yasir Arafat Thalib sudah mulai muncul sejak sepuluh tahun lalu dengan wajah baru.
Bahkan, ada sejumlah anak dari tokoh PKI menuntut pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada anak keturunan tokoh-tokoh PKI.
"Para kader PKI yang masih ada, terutama anak keturunannya, menyimpan dendam kesumat kepada bangsa ini, dan mereka terus berjuang dengan caranya. Makanya, kami selalu mengingatkan seluruh masyarakat khususnya kader Masyumi, untuk selalu waspada terhadap gerakan PKI Gaya baru," tegasnya.
Yasir mencontohkan sejumlah upaya yang dilakukan para kader PKI gaya baru ialah berusaha masuk lewat jaringannya di legislatif dan eksekutif untuk mencabut TAP XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI. Sebab payung hukum itu dianggap menjadi penghalang bagi kader paham komunis untuk bangkit kembali.
"Beragam cara dilakukan agar paham itu bisa kembali tumbuh dan berkembang. Mereka memang tidak lagi menggunakan nama PKI sebagai partai politiknya, tapi kader-kadernya sudah masuk dan menyusup ke parlemen dan pemerintahan melalui partai politik," tegasnya.
Film bernuansa sejarah yang disutradarai dan ditulis Arifin C. Noer ini menceritakan tentang pengkhianatan G30S PKI dirilis pada 1984 setelah digarap selama dua tahun dengan biaya produksi mencapai Rp800 juta. Irfan Maulana/MPI
Lihat Juga: Program Tanam 3 Juta Pohon dan Perbanyak RTH, Suswono: Turunkan Suhu di Jakarta 2 Derajat
Nobar yang berlangsung di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Masyumi, Jalan Matraman Raya Jakarta tersebut, untuk mengenang kekejaman PKI dalam upaya mengambil alih kekuasaan dengan cara melakukan pembantaian sejumlah dewan jenderal, para tokoh masyarakat, santri dan ulama.
Peristiwa tragis yang menjadi catatan kelam bangsa Indonesia itu, menurut Ketua DPD Masyumi Jakarta Timur Yasir Arafat Thalib merupakan momen penting bagi masyarakat umum, khususnya kader dan simpatisan Masyumi, untuk mewaspadai bangkitnya sel-sel kekejaman PKI di Indonesia.
Secara organisasi, PKI memang sudah dilarang untuk kembali hidup di Indonesia namun ideologi komunis masih melekat di antara anak keturunannya. Tanda-tanda itu, lanjut Yasir Arafat Thalib sudah mulai muncul sejak sepuluh tahun lalu dengan wajah baru.
Bahkan, ada sejumlah anak dari tokoh PKI menuntut pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada anak keturunan tokoh-tokoh PKI.
"Para kader PKI yang masih ada, terutama anak keturunannya, menyimpan dendam kesumat kepada bangsa ini, dan mereka terus berjuang dengan caranya. Makanya, kami selalu mengingatkan seluruh masyarakat khususnya kader Masyumi, untuk selalu waspada terhadap gerakan PKI Gaya baru," tegasnya.
Yasir mencontohkan sejumlah upaya yang dilakukan para kader PKI gaya baru ialah berusaha masuk lewat jaringannya di legislatif dan eksekutif untuk mencabut TAP XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI. Sebab payung hukum itu dianggap menjadi penghalang bagi kader paham komunis untuk bangkit kembali.
"Beragam cara dilakukan agar paham itu bisa kembali tumbuh dan berkembang. Mereka memang tidak lagi menggunakan nama PKI sebagai partai politiknya, tapi kader-kadernya sudah masuk dan menyusup ke parlemen dan pemerintahan melalui partai politik," tegasnya.
Film bernuansa sejarah yang disutradarai dan ditulis Arifin C. Noer ini menceritakan tentang pengkhianatan G30S PKI dirilis pada 1984 setelah digarap selama dua tahun dengan biaya produksi mencapai Rp800 juta. Irfan Maulana/MPI
Lihat Juga: Program Tanam 3 Juta Pohon dan Perbanyak RTH, Suswono: Turunkan Suhu di Jakarta 2 Derajat
(cip)