Sejarah Jakarta Fair, Bermula dari Pasar Malam hingga Jadi Pameran Modern

Sabtu, 18 Juni 2022 - 13:09 WIB
loading...
Sejarah Jakarta Fair,...
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan sambutan saat pembukaan Jakarta Fair 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: ANTARA FOTO/M RIsyal Hidayat/rwa.
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah membuka Pekan Raya Jakarta ( PRJ ) atau Jakarta Fair 2022 di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Kamis 9 Juni 2022 malam. Sebelumnya event ini sempat absen karena tingginya kasus Covid-19.

“Dalam catatan kita 2019 jumlah pengunjung mencapai 6,8 juta orang, transaksi Rp7,5 triliun. Tahun ini mudah-mudahan angka itu terlewati lagi," kata Anies saat sambutan pembukaan Jakarta Fair 2022 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis 9 Juni 2022 malam.

Anies mengatakan, Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta (PRJ) kembali digelar sejak dua tahun vakum imbas pandemi Covid-19. Dia mengatakan tradisi yang telah berjalan sejak 53 tahun silam itu kembali digelar.

"Kembali saksikan Jakarta Fair muncul di Kemayoran setelah 2 tahun absen. Terakhir kita merasakan pembukaan di Jakarta Fair 2019, 3 tahun lalu, dan waktu berjalan, alhamdulillah pandemi (Covid-19) makin terkendali dan saat ini tradisi yang sudah berjalan 53 tahun. Ini yang ke-53,” kata Anies.

Jakarta Fair 2022 yang sempat absen selama dua tahun ini kini menghadirkan sejumlah pameran bazar pakain, kuliner, bahkan konser musik. Tidak ketinggalan untuk keluarga, panitia juga menghadiran wahana yang bisa dinikmati secara bersama.

Tapi tahukah kalian asal mula Jakarta Fair yang kini dikenal PRJ?

Sejarah Jakarta Fair, Bermula dari Pasar Malam hingga Jadi Pameran Modern

Foto: Dok/Sudinpusarjakut.jakarta.go.id

Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Administrasi sudinpusarjakut.jakarta.go.id, Pekan Raya Jakarta (PRJ) pertama kali digelar di Monumen Nasional (Monas) 5 Juni hingga 20 Juli 1968 dan dibuka oleh Presiden Soeharto dengan melepas merpati pos. Sedangkan nama awal PRJ yakni Djakarta Fair atau disebut DF. Namun, seiring waktu ejaan lama itu berubah menjadi Jakarta Fair yang kemudian lebih popular dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.

Pameran terbesar yang digelar tahunan ini merupakan gagasan Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan pada saat itu menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kemudian usulan itu disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin atau yang lebih dikenal oleh Bang Ali pada tahun 1967.



Gagasan Haji Mangan itu kemudian disambut dengan baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang juga ingin membuat event besar dan terpusat dengan waktu yang tidak sebentar. Pameran itu bertujuan untuk menyatukan berbagai pasar malam sesuai keinginan Pemerintah DKI. Karena, saat itu pasar malam di Jakarta masih menyebar.

Seperti pasar malam yang ada di wilayah Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada yang saat ini menjadi kawasan Monas, juga merupakan inspirasi dari pameran yang diklaim sebagai “Pameran Terbesar” ini.

Sejarah Jakarta Fair, Bermula dari Pasar Malam hingga Jadi Pameran Modern

Foto: Dok/Sudinpusarjakut.jakarta.go.id

Haji Mangan terinspirasi dari berbagai event pameran internasional yang sering diikutinya sebagai seorang konglomerat di bidang tekstil di kala itu serta Pasar Malam Gambir yang dari dulunya sudah ramai dikunjungi. Ide ini disambut baik Pemerintah DKI dengan membuat gebrakan dengan langsung membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang ketunya dijabat oleh Haji Mangan.

Bahkan, panggung terbuka di area PRJ biar lebih sah dan resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.

Pada Jakarta Fair berikutnya atau tahun 1969, Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke lokasi pameran terbesar itu. Tidak hanya itu, PRH 1969 atau DF 69 “memecahkan” rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. Padahal, pada umumnya acara ini digelar hanya 30 atau 35 hari.

Kemudian, penyelenggaraan PRJ atau Jakarta Fair mengalami perkembangan pengunjung atau pesertanya. Berawal dari sekadar pasar malam, acara ini berubah menjadi ajang pameran modern yang menunjukkan berbagai produk.

Area yang dipakai juga bertambah. Dari yang hanya berawal tujuh hectare di kawasan Monas, pada tahun 1992 dipindah ke kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 haktare hingga saat ini.

Pada tahun 2011, Jakarta Fair dapat menghadirkan 2.600 perusahaan dengan 1.300 stand. Saat itu tema Jakarta Fair yakni “Jakarta Fair Turut Mempercepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” dengan sub tema “Melalui Kegiatan Jakarta Fair Mengajak Seluruh Warga Bangsa Fokus Pada Perbaikan Iklim Investasi, Perluasan Lapangan Kerja, Memajukan Kesejahteraan Rakyat, dan Perkuat Daya Saing Indonesia di Pasar Dunia.”.

Pada tahun 2019, Jakarta Fair bahkan mencatat rekor transaksi hingga Rp7,5 triliun dan dibanjiri oleh 6,8 juta pengunjung.

Tak jauh berbeda seperti tahun-tahun sebelumnya, Jakarta Fair memamerkan sejumlah produk unggulan dalam negeri hasil produksi industri kecil, UKM, dan koperasi akan dipamerkan dalam event pameran terbesar di Asia Tenggara ini.

Ada produk furniture, interior, building material, otomotif, handycraft, garment, sport dan health, telekomunikasi, banking, stationary, komputer dan elektronik, dan property.

Kemudian, kosmetik, food dan drink, handphone, mainan anak-anak, sepatu, branded fashion, leather, branded product, multi-product, jasa dan produk BUMN, produk kreatif, dan berbagai produk unggulan lainnya.
(mhd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1777 seconds (0.1#10.140)